Regulation Update

Konsolidasikan Regulasi Terkait Transfer Pricing, Simak Uraian PMK 172/2023 Berikut

Nendi Bahtiar, Arif Azmi Rianto, Muammar Aldy Widiarto | Wednesday, 31 January 2024

Konsolidasikan Regulasi Terkait Transfer Pricing, Simak Uraian PMK 172/2023 Berikut

Pemerintah Indonesia melalui Menteri Keuangan pada 29 Desember 2023 menetapkan peraturan baru terkait transfer pricing, yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 172 Tahun 2023 tentang penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (PKKU) dalam transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa (PMK 172/2023). 

PMK 172/2023 yang mulai berlaku untuk penyusunan Dokumentasi Harga Transfer atau Transfer Pricing Documentation (TP Doc) tahun pajak 2024 ini, sejatinya merupakan kompilasi dari peraturan-peraturan transfer pricing yang sebelumnya dibuat terpisah. 

Sebelumnya, ketentuan mengenai transfer pricing terpecah ke dalam tiga Peraturan Menteri Keuangan (PMK) meliputi PMK Nomor 213/PMK.03/2016 terkait penyusunan TP Doc, PMK Nomor 49/PMK.03/2019 terkait Prosedur Persetujuan Bersama atau Mutual Agreement Procedure (MAP) dan PMK Nomor 22/PMK.03/2020 terkait PKKU dan Kesepakatan Harga Transfer atau Advance Pricing Agreement (APA).

Selain itu termasuk juga ketentuan yang diatur ulang di dalam PMK 172/2023 ini Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-29/PJ/2017 terkait notifikasi Laporan per Negara atau Country by Country Report (CbCR).

Karena penggabungan ini, wajar apabila PMK 172/2023 ini disebut sebagai panduan transfer pricing Indonesia. Mengingat, hanya dengan membaca satu peraturan ini Wajib Pajak (WP), fiskus, dan para pemangku kepentingan dapat memahami aturan transfer pricing di Indonesia.

Kehadiran PMK 172/2023 menyebabkan para pemangku kepentingan, utamanya WP, harus beradaptasi dalam melaksanakan kewajiban terkait transfer pricing mengingat terdapat ketentuan baru yang tidak terdapat di peraturan-peraturan sebelumnya dan perubahan beberapa ketentuan. 

Tidak hanya menggabungkan berbagai ketentuan menjadi satu, PMK 172/2023 ini juga memuat sejumlah ketentuan baru. Beberapa di antaranya adalah terkait penerapan PKKU untuk Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) yang memenuhi ketentuan sebagai Bentuk Usaha Tetap (BUT).

Selain itu, ketentuan yang juga diubah adalah mengenai batas waktu penyampaian TP Doc dalam rangka pengawasan kepatuhan dan pemeriksaan. Kemudian terkait penyesuaian PPN akibat koreksi penerapan PKKU,

Perubahan lainnya adalah terkait analisis industri, metode pembagian laba atau Profit Split Method (PSM), penggunaan data pembanding tunggal dan jamak, kriteria penentuan kewajiban penyusunan CbCR, penyesuaian primer, sekunder, dan keterkaitan, APA, dan MAP.

Untuk mengetahui substansi dari perubahan-perubahan tersebut, simak uraian berikut. 

1. Penerapan PKKU untuk WPDN Sebagai Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Pada PMK 172/2023 diatur bahwa apabila WPDN memenuhi ketentuan sebagai BUT, BUT tersebut harus menyampaikan seluruh data dan/atau informasi terkait transaksi yang dilakukan oleh pihak afiliasi di luar negeri yang berkaitan dengan BUT untuk digunakan dalam menentukan laba BUT. Apabila BUT tidak dapat memberikan data dan/atau informasi yang diminta, penerapan PKKU akan dilakukan untuk penentuan nilai transaksi BUT. 

2. Batas Waktu Penyampaian TP Doc

Pada PMK 213/PMK.03/2016, diatur bahwa TP Doc berupa Dokumen Lokal dan Dokumen Induk harus tersedia paling lama 4 bulan setelah tahun pajak berakhir. Aturan tersebut tetap relevan pada PMK 172/2023. Akan tetapi, terdapat klausul tambahan bahwa TP Doc harus disampaikan maksimal 1 bulan setelah terdapat permintaan dari fiskus dalam rangka pengawasan kepatuhan dan pemeriksaan pajak.

Baca Juga: Cermati Pengaturan Tenggat Ketersediaan TP Doc Dalam PMK 172/2023 

3. Penyesuaian PPN dalam Koreksi Penerapan PKKU

PMK 172/2023 juga mengatur dampak koreksi transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa pada pemeriksaan PPh Badan ke PPN. Apabila koreksi dilakukan terhadap harga jual pada transaksi afiliasi yang harga jual semulanya lebih rendah dari harga pasar wajar, maka penyesuaian akan dilakukan pada PPN keluaran penjualan afiliasi tersebut. Namun, nilai penyesuaian PPN tersebut tidak dapat menjadi kredit pajak bagi lawan transaksi.

Baca Juga: PMK 172/2023 Atur Ulang PPN Transaksi Afiliasi, DJP Berwenang Sesuaikan Harga Jual

4. Analisis Industri

Pada PMK 172/2023, ketentuan mengenai penjelasan analisis industri diatur lebih detail jika dibandingkan pada PMK 213/PMK.03/2016 dan Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-22/PJ/2013. 

Dalam Lampiran PER-22/PJ/2013, hanya mengatur bahwa untuk mengidentifikasi karakteristik transaksi afiliasi, harus memperhatikan kondisi yang memengaruhi industri. Sementara pada PMK 172/2023 analisis industri harus memenuhi 7 faktor yang dirinci. Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi perbedaan kondisi transaksi afiliasi dengan data yang akan dijadikan pembanding secara lebih komprehensif.

Baca Juga: PMK 172/2023 Rinci Ketentuan Analisis Industri Terkait PKKU 

5. Penegasan Penerapan PSM

Penerapan PSM dipertegas pada PMK 172/2023, namun tetap sejalan dengan OECD Transfer Pricing Guidelines 2022.  Di peraturan ini pembagian laba dapat dilakukan pada tingkat laba kotor atau laba operasional bersih. 

Faktor penentu pembagian laba masih dilakukan berdasarkan tingkat integrasi fungsi, penggunaan aset, dan/atau pembagian risiko bisnis yang signifikan secara ekonomi, dari pihak yang bertransaksi dalam transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa. Sementara pada panduan penerapan PSM sebelumnya, pembagian laba pada metode ini dilakukan di level laba operasional.

6. Penggunaan Data Pembanding Tunggal dan Jamak

Berdasarkan PMK 172/2023, data pembanding yang di-endorse dalam penerapan PKKU adalah data pembanding tahun tunggal atau single year. Data pembanding tahun jamak atau multiple year bisa digunakan sepanjang dapat meningkatkan kesebandingan antara transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa dengan transaksi independen.

7. Kriteria Penentuan Kewajiban Penyusunan CbCR

PMK 172/2023 mengubah aturan terkait penentuan kewajiban penyusunan CbCR. Jika dalam PMK 213/PMK.03/2016, penentuan kewajiban penyusunan CbCR berdasarkan peredaran bruto tahun pajak yang bersangkutan, di PMK 172/2023 penentuan kewajiban penyusunan CbCR ditentukan berdasarkan peredaran bruto tahun pajak sebelumnya. 

Selain itu, nilai tukar mata uang yang digunakan untuk mengonversi mata uang fungsional ke dalam Euro untuk keperluan pengisian notifikasi CbCR dan penentuan kewajiban penyusunan CbCR bukan di dasarkan pada nilai tukar per 1 Januari 2015, melainkan per 1 Januari 2023.

Baca Juga: PMK 172/2023 Ubah Acuan Threshold Peredaran Bruto Konsolidasi Terkait CbCR

8. Primary, Secondary, dan Corresponding Adjustment

Terminologi secondary adjustment untuk koreksi fiskal atas transaksi afiliasi yang dianggap sebagai constructive dividend, sejatinya telah diperkenalkan pada aturan sebelumnya, yaitu dalam Lampiran PMK-22/2020.

Namun, pada PMK 172/2023 menyebutkan bahwa secondary adjustment dapat dihilangkan. Dengan syarat, apabila WP menyetujui koreksi yang dilakukan oleh DJP dan/atau melakukan pengembalian kas atau setara kas, dari pihak afiliasi sebesar nilai koreksi yang ditetapkan oleh DJP. 

Lebih lanjut, terdapat aturan mengenai penyesuaian keterkaitan atau corresponding adjustment, yang merupakan penyesuaian materi penentuan harga transfer dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak (PKP) untuk menghindari pajak berganda. 

Corresponding adjustment dilakukan atas primary adjustment yang dilakukan melalui pemeriksaan dan dapat dilakukan apabila WPDN lawan transaksi menyetujui Surat Ketetapan Pajak (SKP) serta tidak melakukan upaya hukum atas SKP tersebut.

9. Pengaturan APA dan MAP

Terkait APA, terdapat ketentuan baru dalam PMK 172/2023. Sebelumnya tidak ada mekanisme yang mengatur mengenai bagaimana dampak APA yang berlaku mundur (roll back) pada tahun pajak yang sudah terjadi. Pada PMK ini diberikan kejelasan untuk WP yang dapat menerapkan APA yang berlaku mundur bisa melakukan pembetulan SPT Tahunan tanpa menimbulkan sanksi apabila terdapat tambahan kurang bayar.

Perihal MAP, pada peraturan sebelumnya, DJP dapat secara jabatan melakukan pembetulan surat keputusan sesuai dengan pasal 16 UU KUP yang menjadi dasar tindak lanjut Surat Ketetapan MAP. Asalkan, pelaksanaan MAP yang menghasilkan persetujuan bersama, terjadi setelah DJP menerbitkan Surat Keputusan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar.

Sementara pada PMK terbaru, hasil dari MAP akan disebut dengan Surat Keputusan Persetujuan Bersama (SKPB) dan akan menjadi dasar penagihan dan pengembalian pajak oleh DJP. (ASP)




Global Recognition
Global Recognition | Word Tax     Global Recognition | Word TP
Contact Us

Jakarta
MUC Building
Jl. TB Simatupang 15
Jakarta Selatan 12530

+6221-788-37-111 (Hunting)

+6221-788-37-666 (Fax)

Surabaya
Graha Pena 15th floor
Jl. Ahmad Yani 88
Surabaya 60231

 

Subscribe

For more updates and information, drop us an email or phone number.



© 2020. PT Multi Utama Consultindo. All Rights Reserved.