Regulation Update

Ketentuan Diubah, Kontrak Investasi Kolektif Bisa Ajukan Restitusi Pendahuluan 

Tuesday, 13 April 2021

Ketentuan Diubah, Kontrak Investasi Kolektif Bisa Ajukan Restitusi Pendahuluan 

Direktur Jenderal Pajak (DJP) menetapkan perusahaan yang menggunakan skema Kontrak Investasi Kolektif (KIK) yang dibentuk untuk kepentingan Dana Investasi Real Estat (DIRE) sebagai wajib pajak yang berisiko rendah, sehingga boleh mengajukan restitusi pendahuluan. 

Permohonan restitusi atau pengembalian atas kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN)  pendahuluan tersebut dapat disampaikan pada masa pajak perolehan real estate, sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Pajak  Nomor PER-04/PJ/2021, yang dirilis pada 16 Maret 2021. 

Beleid tersebut merupakan perubahan atas Perdirjen Pajak Nomor PER-15/PJ/2018 yang dianggap belum bisa memberikan kepastian hukum bagi Pengusaha Kena Pajak atau Special Purpose Company (SPC) yang menggunakan Skema Kontrak Investasi Kolektif (KIK) tertentu dalam investasi di bidang Real Estat. 

Baca Juga: Karena Pandemi dan Kalah Sengketa, Restitusi Pajak 2020 Melonjak 19%

Atas permohonan restitusi dari SPC atau KIK, maka otoritas pajak kemudian akan melakukan penelitian, dengan memeriksa sejumlah hal seperti: 

  1. Telah ditetapkan sebagai pengusaha kena pajak berisiko rendah 
  2. Kelengkapan SPT Masa PPN beserta lampiran­ lampirannya 
  3. Pengkreditan Pajak Masukan berupa PPN atas perolehan Real Estat pada Masa Pajak permohonan 
  4. PPN telah ditulis dan dihitung dengan benar 
  5. PPN telah dibayarkan 

Kriteria Diperluas 

Fasilitas restitusi pendahuluan sejatinya bisa diberikan kepada wajib pajak yang dianggap memiliki risiko rendah atau wajib pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana yang ditetapkan pemerintah.  Yang termasuk wajib pajak berisiko rendah di antaranya adalah: 

  • Perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek Indonesia 
  • Perusahaan yang saham mayoritasnya dimiliki secara langsung oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah 
  • Pengusaha kena pajak yang ditetapkan sebagai mitra utama pabenan (MITA) 
  • Pengusaha kena pajak yang telah ditetapkan sebagai operator ekonomi bersertifikat (AEO) 
  • Pabrikan atau produsen selain pengusaha kena pajak sebelumnya 

Namun dalam beleid terbaru pemerintah memperluas cakupan kriteria perusahaan yang dapat mengajukan permohonan restitusi pendahuluan, dengan menambahkan pedagang besar farmasi dan distributor alat kesehatan serta perusahaan yang 50% sahamnya dimiliki oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). . 

Pedagang besar farmasi yang dapat mengajukan di antaranya, yang memiliki sertifikat  distribusi farmasi atau izin perdagangan besar farmasi, serta memiliki sertifikat cara distribusi obat yang baik.  

Baca Juga: Menyoal Restitusi dan Hak Wajib Pajak

Sementara distributor alat kesehatan yang boleh mengajukan harus memiliki sertifikat distribusi alat kesehatan atau izin penyalur alat kesehatan serta sertifikat cara distribusi alat kesehatan yang baik. 

Bagi perusahaan yang sahamnya 50% dimiliki BUMN, boleh mengajukan permohonan restitusi pendahuluan asalkan persentase kepemilikan tersebut tercantum dalam laporan keuangan konsolidasi tahun terakhir sebelum pengajuan. 

Selain itu laporan keuangannya dikonsolidasikan dengan laporan keuangan BUMN induk sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. 

Sementara itu, yang termasuk perusahaan dengan kriteria tertentu adalah, yang memenuhi beberapa hal berikut: 

  • Tepat waktu dalam menyampaikan SPT 
  • Tidak memiliki tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah Memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak 
  • Laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik 
  • Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana pajak 

Penetapan perusahaan yang termasuk berisiko rendah atau memenuhi unsur sebagai wajib pajak dengan kriteria tertentu bisa dilakukan secara jabatan oleh Kepala Kantor Perwakilan Pajak (KPP) atau berdasarkan permohonan.  

Penetapan secara jabatan hanya dapat dilakukan terhadap pengusaha yang merupakan Mitra Utama Kepabeanan (MITA) serta Operator Ekonomi Bersertifikat atau Authorized Economic Operator (AEO)  sepanjang data penetapan pengusaha sebagai MITA Kepabeanan atau AEO tersebut telah tersedia pada basis data Direktorat Jenderal Pajak. Apabila ternyata penetapan MITA Kepabeanan atau AEO tidak berlaku, maka DJP akan mencabut status sebagai wajib pajak berisiko rendah. 

Sementara, penetapan wajib pajak berisiko rendah untuk perusahaan yang terdaftar di bursa efek Indonesia, perusahaan BUMN, BUMD, pabrikan atau produsen, pedagang besar farmasi, distributor alat kesehatan, perusahaan yang 50% sahamnya dimiliki BUMN atau BUMD, serta SPC atau KIK dalam skema KIK tertentu dilakukan berdasarkan permohonan. (ASP) 




Global Recognition
Global Recognition | Word Tax     Global Recognition | Word TP
Contact Us

Jakarta
MUC Building
Jl. TB Simatupang 15
Jakarta Selatan 12530

+6221-788-37-111 (Hunting)

+6221-788-37-666 (Fax)

Surabaya
Graha Pena 15th floor
Jl. Ahmad Yani 88
Surabaya 60231

 

Subscribe

For more updates and information, drop us an email or phone number.



© 2020. PT Multi Utama Consultindo. All Rights Reserved.