Regulation Update

Ini Ketentuan Umum Perpajakan yang Dirombak Omnibus Law

Thursday, 08 October 2020

Ini Ketentuan Umum Perpajakan yang Dirombak Omnibus Law

Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, yang mengusung konsep Omnibus Law, turut merombak substansi Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). 

Perubahan paling mendasar adalah Menteri Keuangan diberikan kewenangan untuk menetapkan besaran sanksi administrasi berupa bunga dan denda menjadi lebih tinggi dari tingkat suku bunga acuan. Dengan diskresi tersebut maka besaran sanksi menjadi lebih fleksibel tergantung perkembangan suku bunga acuan yang dinilai lebih mencerminkan kondisi ekonomi saat itu. 

 

Sanksi Pembetulan SPT

Wajib Pajak yang berinisiatif melakukan pembetulan SPT Tahunan maupun SPT Masa sehingga mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 5% plus suku bunga acuan dibagi 12 bulan. Sanksi tersebut dihitung sejak jatuh tempo hingga pembayaran, maksimal 24 bulan. 

Penetapan sanksi administrasi oleh Menteri Keuangan tersebut berpotensi lebih tinggi atau bisa lebih rendah dari sanksi bunga 2% per bulan yang berlaku sebelumnya. 

Pengungkapan Ketidakbenaran

Wajib Pajak yang mengungkap ketidakbenaran penyampaian SPT setelah pemeriksaan bukti permulaan dan mengakibatkan kurang bayar pajak, dikenakan denda sebesar 100% dari jumlah pajak yang kurang dibayar. Sanksi administrasi tersebut lebih rendah dibandingkan dengan denda semula 150% dari jumlah pajak yang kurang dibayar. 
   
Konsekuensinya berbeda jika pengungkapan ketidakbenaran penyampaian SPT dilakukan Wajib Pajak setelah proses pemeriksaan. Sepanjang belum terbit Surat Ketetapan Pajak (SKP), atas kurang kurang bayar pajak yang timbul dikenakan sanksi denda sebesar 10% lebih tinggi dari suku bunga acuan dibagi 12 untuk jangka waktu paling lama 24 bulan. Sebelumnya, sanksi administrasi yang berlaku untuk kondisi ini berupa denda 50% dari pajak yang kurang dibayar. 

Baca juga: Omnibus Law Cipta Kerja Relaksasi Ketentuan Pajak Penghasilan

Lewat Jatuh Tempo

Dalam hal Wajib Pajak membayar pajak terutang setelah tanggal jatuh tempo pembayaran yang ditetapkan Menteri Keuangan, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 5% ditambah suku bunga acuan dan dibagi 12 untuk jangka waktu maksimal 24 bulan. Untuk kondisi serupa, sanksi bunga semula 2% per bulan. 

Aturan sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak dapat mempertimbangkan permohonan Wajib Pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak terutang paling lama 12 bulan. Namun, klausul tersebut dihapuskan di UU Cipta Kerja. 

Pidana Pajak 

UU Cipta Kerja juga mempertegas penegakan hukum atas pelanggaran perpajakan yang dapat merugikan negara. Sebelumnya sanksi pidana dijatuhkan atas pelanggaran perpajakan yang sifatnya berulang atau lebih dari satu kali, sedangkan dalam Omnibus Law kesalahan perdana pun bisa disanksi denda atau pidana kurungan. 

Sebagai catatan, pelanggaran yang bisa dibawa ke ranah pidana pajak ini meliputi kelalaian dalam menyampaikan SPT, atau menyampaikan tetapi isinya tidak benar dan tidak lengkap sehingga negara dirugikan. Adapun ancaman sanksinya bisa berupa denda paling satu sampai dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau pidana kurungan paling singkat tiga bulan atau paling lama satu tahun.

Ini merupakan imbas dari dihapusnya Pasal 13A yang sebelumnya menegaskan, Wajib Pajak yang untuk pertama kali tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isi atau keterangannya tidak benar atau tidak lengkap, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak dikenai sanksi pidana. Namun, dalam hal terjadi kurang bayar pajak maka Wajib Pajak harus melunasinya plus sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% dari jumlah pajak yang kurang dibayar.

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

Selain itu, Omnibus Law Cipta Kerja juga menghapus frasa “keterangan lain” di Pasal 13 ayat (1) huruf a dan huruf c, yang menjadi salah satu dasar penerbitan SKPKB dalam jangka waktu lima tahun sejak terutang pajak atau berakhirnya masa pajak.

Dengan demikian, Direktur Jenderal Pajak tidak bisa lagi menerbitkan SKPKB dalam hal sebagai berikut:

  1. apabila berdasarkan keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;
  2. apabila berdasarkan keterangan lain mengenai PPN & PPnBM ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0%.

Sebagai tambahan, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKPKB jika Pengusaha Kena Pajak (PKP)--setelah mengkreditkan pajak masukan--tidak melakukan penyerahan atau ekspor barang atau jasa. 

Menyusul terbitnya SKPKB, atas pajak terutang yang kurang bayar dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar suku bunga acuan ditambah 15% dibagi 12 untuk jangka waktu paling lama 24 bulan. Sebelumnya, sanksi administrasi untuk kasus semacam ini sebesar 2% per bulan.

Apabila terdapat penerapan saksi berupa bunga dan kenaikan berdasarkan pemeriksaan PPN dan PPnBM, hanya satu jenis sanksi administrasi dengan nilai tertinggi yang berlaku. 

UU Cipta Kerja juga menjamin kepastian jumlah pajak terutang dalam jangka 5 tahun sejak terutang pajak atau berakhirnya masa pajak, kecuali Wajib Pajak melakukan tindak pidana perpajakan selama kurun waktu tersebut. 

Baca juga: Giliran Aturan PPN Ditabrak Omnibus Law Cipta Kerja

Surat Tagihan Pajak (STP)

Berkaitan dengan kurang bayar PPh, UU Cipta Kerja menambah sejumlah kondisional yang menjadi dasar penerbitan STP sebagai berikut: 

  1. PKP tidak menerbitkan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur Pajak (Pasal 13 Ayat 6 UU PPN); dan
  2. terdapat imbalan bunga yang seharusnya tidak diterima Wajib Pajak.

Di sisi lain, Omnibus Law juga menghapus dua ketentuan terkait penerbitan STP berikut:   

  1. PKP yang melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak; dan
  2. PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan.

Apabila berdasarkan STP terdapat kurang bayar PPh, termasuk akibat salah tulis atau salah hitung, Wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 5% dibagi 12 dan dikenakan paling lama 24 bulan. Sebelumnya, sanksi yang berlaku adalah denda 2% per bulan. 

Khusus bagi PKP yang tidak atau terlambat menerbitkan faktur pajak, atau menerbitkan faktur pajak namun tidak lengkap, diwajibkan menyetor pajak terutang plus denda 1% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau lebih rendah dari sanksi semula 2% dari DPP. 

Omnibus Law juga menegaskan, penerbitan STP paling lama lima tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak. Namun, terdapat pengecualian untuk kondisi tertentu. 

  1. STP diterbitkan paling lama sesuai daluwarsa penagihan jika jumlah pajak yang harus dibayar bertambah berdasarkan SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali. 
  2. STP atas sanksi administrasi diterbitkan paling lama lima tahun setelah tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan jika Wajib Pajak tidak mengajukan banding. 
  3. STP atas sanksi administrasi diterbitkan paling lama lima tahun sejak tanggal Putusan Banding diucapkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Selain itu, UU Cipta Kerja juga menghapus Pasal 15 ayat (4) UU KUP, yang sebelumnya mengatur tentang penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) yang mengenakan sanksi bunga tambahan sebesar 48% dari nilai kurang bayar pajak setelah jangka waktu lima tahun Wajib Pajak dipidana. Dengan dihapusnya klausul tersebut maka Direktur Jenderal Pajak tidak dapat menerbitkan SKPKBT setelah jangka waktu lima tahun berakhir. 

Baca juga: UU Cipta Kerja Sah, Reformasi Regulasi Pajak Tuntas

Imbalan Bunga

Wajib Pajak juga berhak atas imbalan bunga atas keterlambatan pengembalian lebih bayar pajak yang dilakukan otoritas. Apabila sebelumnya besaran imbalan bunga ditetapkan 2% per bulan, dengan terbitnya Omnibus Law Cipta Kerja besar imbalan bunga disesuaikan dengan suku bunga acuan dibagi 12 untuk jangka waktu paling lama 24 bulan.

Namun, Imbalan bunga tidak akan diberikan jika pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana perpajakan tidak dilanjutkan dengan penyidikan karena Wajib Pajak mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya dengan kemauan sendiri. 

Apabila keberatan, banding, atau peninjauan kembali dikabulkan pengadilan dan hasilnya terdapat lebih bayar pajak, Wajib Pajak berhak atas imbalan bunga sebesar jumlah lebih bayar yang disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan. 

*Catatan:

Ketentuan ini mengacu pada draft Undang-Undang Cipta Kerja yang naskah resminya masih dalam tahap finalisasi di Badan Legislasi DPR. Semua kebijakan baru yang tertulis di atas masih mungkin berubah  mengingat Mahkamah Konstitusi membuka ruang uji materi UU Cipta Kerja.  

Draft Sementara Undang-Undang Cipta Kerja


Global Recognition
Global Recognition | Word Tax     Global Recognition | Word TP
Contact Us

Jakarta
MUC Building
Jl. TB Simatupang 15
Jakarta Selatan 12530

+6221-788-37-111 (Hunting)

+6221-788-37-666 (Fax)

Surabaya
Graha Pena 15th floor
Jl. Ahmad Yani 88
Surabaya 60231

 

Subscribe

For more updates and information, drop us an email or phone number.



© 2020. PT Multi Utama Consultindo. All Rights Reserved.