Omnibus Law Pajak Ketiga Rampung Dibahas, Berikut Beberapa Poinnya!
Friday, 01 October 2021
JAKARTA. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengubah nama Rancangan Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) menjadi RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Mengutip Kontan.co.id, perubahan nama ini dilakukan karena substansi RUU tidak hanya mengenai perubahan UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang KUP saja. Tetapi juga mengubah substansi yang diatur di dalam UU tentang Pajak Penghasilan (PPh) serta UU tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Oleh karenanya, beleid yang disusun tersebut bersifat sebagai harmonisasi aturan, atau omnibus law. Dengan demikian, RUU HPP ini menjadi omnibus law di bidang perpajakan ketiga yang akan dikeluarkan pemerintah.
Pemerintah maupun DPR berharap beleid terbaru ini bisa meningkatkan penerimaan pajak, memperluas basis pajak, dan membangun sistem perpajakan yang lebih berkeadilan. Berikut ini beberapa substansi yang diatur di dalam RUU HPP tersebut;
1. NPWP akan digantikan NIK
Penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai pengganti Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) berlaku untuk wajib pajak orang pribadi. Hal tersebut tertuang dalam perubahan Pasal 2 UU KUP.
Oleh karenanya, pemerintah akan mengintegrasikan data NIK yang selama ini hanya tercatat di Kementerian Dalam Negeri dengan data wajib pajak yang dimiliki Kementerian Keuangan, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
2. Tambahan lapisan penghasilan kena pajak
Pemerintah dan DPR juga sepakat untuk mengubah Pasal 17 UU PPh, mengenai lapisan penghasilan kena pajak.
Selama ini, lapisan penghasilan kena pajak hanya terdiri dari empat lapisan, dengan lapisan yang paling tinggi yaitu dengan nilai penghasilan di atas Rp 500 juta dengan tarif PPh 30%. Namun, di dalam beleid terbaru, lapisannya bertambah satu, yaitu untuk penghasilan di atas Rp 5 miliar, dengan tarif sebesar 35%.
3. Program tax amnesty jilid dua
Dalam RUU HPP pemerintah dan DPR juga menyepakati program pengampunan pajak atau tax amnesty jilid dua, dalam bentuk program pengungkapan sukarela yang akan mulai dilaksanakan pada 1 Januari 2022.
Bagi wajib pajak yang mengikuti program ini, dapat mengungkapkan harta yang selama ini belum dilaporkan di dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Dengan syarat, harus membahar PPH final dengan tarif yang beragam, tergantung tahun perolehan harta serta apakah harta tersebut diinvestasikan kembali (repatriasi) atau tidak.
4. Tarif PPN naik jadi 11%
Pemerintah dan DPR juga akhirnya menyepakati kenaikan tarif PPN secara bertahap dari 10% menjadi 12% pada tahun 2025. Kenaikan tarif PPN akan mulai dilakukan pada 1 April 2022 dengan besaran 11%.
5. Tarif PPh Badan Batal Turun Jadi 20%
Selain merevisi UU tentang KUP, UU tentang PPh, serta UU tentang PPN dan PPnBM pemerintah dan DPR juga ternyata sepakat untuk merevisi UU Nomor 2 Tahun 2002, tentang pengesahan Perppu Nomor 1 tahun 2020.
Salah satu substansi yang diubah yaitu mengenai rencana penurunan tarif PPh Pasal 17 secara bertahap dari 25% menjadi 20% pada tahun 2022. Sebab, dalam rancangan beleid yang barus disepakati DPR dan pemerintah akan tetap memberlakukan tarif PPh sebesar 22% pada tahun 2022.