Pahami Prinsip Kewajaran Usaha dan Konsekuensinya Dalam Transfer Pricing
,
Sutiah Sidik,
Tuesday, 20 October 2020
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali menekankan pentingnya prinsip kewajaran dan kelaziman usaha atau Arm’s Length Principle dalam penentuan harga transaksi antarpihak terafiliasi (transfer pricing).
Prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (PKKU) tersebut menjadi pedoman pelaksanaan kesepakatan harga transfer (Advance Pricing Agreement) dan prosedur kesepakatan bersama (Mutual Agreement Procedure), yang erat kaitannya dengan mitigasi dan penanganan sengketa perpajakan lintas yurisdiksi.
Dasar hukum paling anyar terkait PKKU adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 22/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kesepakatan Harga Transfer transfer (Advance Pricing Agreement), yang berlaku efektif per 18 Maret 2020.
Baca juga: Kesepakatan Harga Transfer Dipertegas, Perusahaan Terdampak Covid Dapat Perlakuan Khusus
Metode Transfer Pricing
Implementasi PKKU dalam penetapan harga transfer akan sangat tergantung dengan penggunaan metode transfer pricing yang selama ini berlaku dan diakui. Secara umum metode transfer pricing terbagi ke dalam dua kelompok besar, yakni metode transaksi tradisional dan metode laba transaksional.
Metode transaksi tradisional meliputi metode perbandingan harga independen atau Comparable Uncontrolled Price (CUP), metode harga jual kembali atau Resale Price Method (RPM) dan metode biaya tambahan atau Cost Plus Method (CPM). Sedangkan yang termasuk dalam kategori metode laba transaksional adalah Metode margin bersih transaksi atau Transactional Net Margin Method (TNMM) dan metode bagi hasil atau Profit Split Method (PSM). Selain itu, ada pula metode transfer pricing lain yang penerapannya di Indonesia mengalami penyesuaian dari waktu ke waktu.
PMK Nomor 22/PMK.03/2020 juga mengatur lebih rinci penerapan metode-metode transfer pricing di Indonesia. Misalnya, metode CUP dan CUT yang sama-sama membandingkan tingkat harga tetapi berbeda objek penentuan harganya. Metode CUP berfokus pada penentuan harga transfer atas transaksi aset berwujud. Sedangkan metode CUT merupakan metode penentuan harga transfer atas transaksi selain aset berwujud dan berdasarkan basis tertentu, antara lain tingkat suku bunga, diskonto, provisi, komisi, dan persentase royalti terhadap penjualan atau laba operasi.
Menariknya, PMK Nomor 22/PMK.03/2020 memberikan alternatif metode atas transfer pricing yang terkait dengan skema restrukturisasi usaha, yaitu business valuation. Sebelumnya, metode belum diatur dalam ketentuan transfer pricing Indonesia. Beleid ini juga mengatur skala prioritas dalam pemilihan metode transfer pricing. Apabila metode CUP atau metode yang lain dapat digunakan dan memiliki keandalan yang setara, metode CUP lebih diutamakan dari pada yang lain. Selain itu, jika metode Resale Price, Cost Plus, PSM, dan TNMM dapat digunakan dan memiliki keandalan yang setara, metode Resale Price dan Cost Plus lebih diutamakan daripada metode PSM, dan TNMM.
Banyak Faktor
Lantas, kapan dan bagaimana menentukan metode transfer pricing yang paling tepat dan andal? Ada banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan metode transfer pricing. Berkaitan dengan implementasi PMK Nomor 22/PMK.03/2020, berikut hal-hal yang harus Wajib Pajak perhatikan:
- kesesuaian metode dengan karakteristik transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa dan karakteristik usaha para pihak yang bertransaksi;
- kelebihan dan kekurangan setiap metode yang dapat diterapkan;
- ketersediaan transaksi independen yang menjadi pembanding yang andal;
- tingkat kesebandingan antara transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa dan transaksi independen yang menjadi pembanding; dan
- keakuratan penyesuaian dalam hal terdapat perbedaan kondisi antara transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa dan transaksi independen yang menjadi pembanding.
Baca juga: Mutual Agreement Procedure Pecah Kebuntuan Sengketa Pajak Berganda
Arm’s Length Range
Dalam konteks PKKU, Wajib Pajak harus membandingkan kondisi dan indikator harga transaksi afiliasi dengan kondisi dan indikator harga transaksi independen. Indikator harga dapat berupa harga transaksi, laba kotor, atau laba operasi bersih berdasarkan nilai absolut atau nilai rasio tertentu. Indikator harga transaksi afiliasi yang wajar dapat berupa bentuk indikator harga transaksi tunggal atau dalam bentuk rentang harga/laba wajar atau arm’s length range (ALR).
PMK Nomor 22/PMK.03/2020 juga mengatur penerapan PKKU atas transaksi khusus, seperti transaksi jasa, penggunaan atau hak menggunakan harta tidak berwujud, biaya pinjaman, pengalihan harta, restrukturisasi usaha, dan kesepakatan kontribusi biaya. Terdapat beberapa ketentuan yang berubah atau ditambah.
Transaksi Biaya Pinjaman
Adanya tambahan penjelasan terkait tahapan penerapan PKKU untuk transaksi biaya pinjaman terkait pembiayaan intragrup atau intragroup financing. Penjelasan tersebut memberikan perspektif terkait syarat dan ketentuan atas pinjaman yang mencerminkan PKKU.
Transaksi Harta Tidak Berwujud
Berkaitan dengan transaksi harta tidak berwujud, PMK Nomor 22/PMK.03/2020 memasukkan klausul pengungkapan informasi pihak-pihak yang berkontribusi dan melakukan aktivitas pengembangan, peningkatan, pemeliharaan, proteksi, dan eksploitasi atas harta tidak berwujud. Hal ini sesuai dengan rekomendasi BEPS Action Plan dan OECD Transfer Pricing Guidelines 2017, yang menekankan pentingnya informasi terkait peran, fungsi, aset, dan risiko dari setiap anggota grup usaha—selain informasi terkait kepemilikan secara legal dan ekonomi. Klausul ini bertujuan untuk memberikan kompensasi atau remunerasi atas kontribusi dalam kegiatan tersebut sesuai dengan remunerasi yang memenuhi PKKU.
Transaksi Khusus Lainnya
Selain itu, cakupan PMK – 22 juga diperluas hingga transaksi khusus yang tidak diatur secara spesifik dalam peraturan transfer pricing lainnya. Antara lain menyangkut transaksi pengalihan harta dan restrukturisasi usaha. Ketentuan pembuktian atas kedua transaksi tersebut meliputi:
- motif, tujuan, dan alasan ekonomis transaksi
- transaksi sesuai dengan substansi dan keadaan yang sebenarnya
- manfaat yang diharapkan dari transaksi
- transaksi tersebut merupakan pilihan terbaik dari berbagai pilihan lain yang tersedia
Pedoman Umum PKKU
Secara umum, Wajib Pajak harus menjunjung tinggi PKKU dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban di bidang perpajakan, terutama yang terkait dengan transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa. Kewajiban tersebut mensyaratkan sejumlah kondisional dalam PMK Nomor 22/PMK.03/2020 sebagai berikut:
- Wajib Pajak tidak menerapkan PKKU dengan membandingkan kondisi dan indikator harga transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa dengan kondisi dan indikator harga transaksi independen yang sebanding;
- Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha yang tidak dilakukan:
- berdasarkan keadaan yang sebenarnya;
- pada saat penentuan harga transfer dan/atau saat terjadinya transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa; dan
- sesuai dengan tahapan penerapan PKKU termasuk diantaranya tahapan pendahuluan untuk transaksi afiliasi tertentu sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
- Harga transfer yang ditentukan wajib pajak tidak memenuhi pkku dalam hal nilai indikator harga transfer sama dengan nilai indikator harga transaksi independen yang sebanding.
Berdasarkan kondisi tersebut, DJP berwenang untuk menentukan harga transfer sesuai PKKU. Intinya, PKKU tidak hanya wajib dalam proses APA dan MAP, tetapi juga dalam hal transaksi afiliasi secara umum. Namun, PMK Nomor 22/PMK.03/2020 masih belum memberikan kepastian penerapan PKKU, sepanjang aturan-aturan sebelumnya tidak dicabut. Sebab, ketentuan PKPU yang saat ini berlaku masih berisiko multitafsir dan berpotensi memunculkan praktek yang berbeda di lapangan.
https://jdih.kemenkeu.go.id/fullText/2020/22~PMK.03~2020Per.pdf