Ketentuan Tax Treaty atas Penghasilan Konser Coldplay di Indonesia
Wednesday, 22 November 2023
Penikmat music di tanah air baru saja kedatangan salah satu grup band popular asal Inggris, Coldplay. Adapun Chris Martin dan kawan-kawan datang ke Indonesia sebagai bagian dari rangkaian Tour Music of The Spheres.
Selain ke Indonesia Coldplay sebelumnya telah berkunjung ke sejumlah negara lainnya, mulai dari negara-negara di Eropa, Amerika dan Asia. Sementara di Indonesia, konser Coldplay yang di gelar di Gelora Bung Karno (GBK) itu dihadiri oleh sekitar 80.000 penonton.
Bagi Indonesia, kedatangan Coldplay memberikan berbagai dampak, salah satunya dampak ekonomi. Di sisi pertumbuhan ekonomi, kegiatan konser artis popular akan meningkatkan konsumsi masyarakat. Selain harus merogoh kocek untuk membeli tiket, penjualan merchandise dan layanan akomodasi juga meningkat.
Baca Juga: Minimalkan Penyalahgunaan Tax Treaty, Prosedur Penelitian SKD Diterbitkan
Terikat Tax Treaty
Begitu juga di sisi pajak, kegiatan ini akan menambah pendapatan negara. Sebab, penghasilan yang diterima Coldplay karena manggung di Indonesia merupakan objek pajak penghasilan, yang diatur di dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara pemerintah Indonesia dan Inggeris.
Berdasarkan P3B atau yang sering disebut tax treaty itu, Indonesia berhak memungut pajak penghasilan atas pendapatan yang diterima artis yang melakukan pertunjukan di tanah air.
Ketentuan itu, secara detil diatur di dalam Pasal 17 ayat (1) Tax Treaty Indonesia – Inggris:
Notwithstanding the provisions of Articles 14 and 15 of this Agreement, income derived by a resident of a Contracting State as an entertainer, such as a theatre, motion picture, radio or television artiste, or a musician, or as an athlete, from his personal activities as such exercised in the other Contracting State, may be taxed in that other State.
Ketentuan itu juga tidak mengenal syarat time test. Sehingga, tetap mengikat meskipun Coldplay hanya berada di Indonesia selama 1 hari.
Ruang Lingkup Tax Treaty
Sebagai informasi, dengan memanfaatkan tax treaty, wajib pajak yang bukan subjek pajak Indonesia berkesempatan menikmati tarif pajak yang ditentukan dalam perjanjian. Jadi, bukan berdasarkan ketentuan pajak yang berlaku secara umum di Indonesia atau negara domisili mereka.
Untuk memastikan seseorang atau suatu korporasi berhak menikmati fasilitas P3B, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan melakukan memeriksa dan meneliti surat keterangan domisili yang dilampirkan.
Terdapat dua jenis penelitian yang akan dilakukan DJP, yaitu penelitian formal dan penelitian material. Merujuk Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-35/PJ/2021 penelitian formal dilakukan terhadap aspek formal dan material surat keterangan domisili.
Sementara penelitian material dilakukan setelah penelitian formal dilakukan. Dalam penelitian material, petugas pajak akan meneliti aspek material surat keterangan domisili, untuk memastikan bahwa tidak terjadi penyalahgunaan P3B dan memenuhi ketentuan sebagai beneficial owner. (ASP)