Regulation Update
Cegah Penghindaran Pajak, PP 55/2022 Adopsi Ketentuan Biaya Pinjaman Baru 

Rama Ames Remonda, Wednesday, 01 February 2023

Cegah Penghindaran Pajak, PP 55/2022 Adopsi Ketentuan Biaya Pinjaman Baru 
Ilustrasi: Indonesia mengadopsi metode baru dalam membatasi pembebanan biaya bunga pinjaman terkait penghitungan pajak.  

Untuk mencegah praktik penghindaran pajak, Indonesia melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022, mengadopsi metode baru dalam membatasi pembebanan biaya bunga pinjaman terkait penghitungan pajak.  

Metode tersebut akan membandingkan antara pendapatan usaha sebelum dikurangi pinjaman, pajak, penyusutan dan amortisasi (EBITDA) atau Earning Stripping Rules (ESR). Metode ini juga dikenal dengan istilah lain, seperti Fixed Ratio, Interest-to-Profits Ratio

Namun demikian, pemerintah belum secara spesifik menetapkan batasan rasio menggunakan metode tersebut. Pasalnya, pengaturan yang lebih rinci mengenai penggunaan metode ESR akan ditetapkan di dalam Peraturan Menteri Keuangan. 

Keberadaan metode ESR ini akan melengkapi metode yang selama ini diterapkan, yaitu perbandingan antara besaran utang terhadap modal atau Debt to Equity Ratio (DER) yang diatur di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 169/PMK.010/2015. 

Baca Juga: Memahami Tiga Metode Harga Transfer Baru Dalam PP 55 Tahun 2022

Dalam beleid tersebut, pemerintah membatasi nilai DER setiap perusahaan tidak boleh lebih dari perbandingan 4:1. Jika di atas nilai perbandingan yang ditetapkan, maka biaya bunga atas utang atau pinjaman tersebut tidak bisa dicatat sebagai beban yang merupakan pengurang penghasilan. 

Pemerintah beralasan, umumnya perusahaan yang memiliki utang di atas kewajaran melakukan praktik pengecilan modal atau thin capitalization dan perusahaan kemungkinan dalam keadaan tidak sehat.  

Praktik Penghindaran Pajak 

Skema thin capitalization oleh perusahaan memang jamak dilakukan salah satunya melalui skema pendanaan perusahaan atau company funding.  

Secara umum, terdapat dua sumber pendanaan yang sering digunakan oleh perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya. Pertama, menggunakan dari ekuitas atau dan kedua, dari utang atau pinjaman.  

Dampak yang ditimbulkan dari penggunaan kedua skema itu sangat berbeda. Termasuk implikasinya terhadap kewajiban pajak perusahaan.  

Jika pendanaannya berasal dari ekuitas, perusahaan berkewajiban memberikan imbalan berupa dividen. Sedangkan jika berasal dari utang, imbalan yang harus dibayarkan perusahaan berupa bunga.  

Baca Juga: Pahami Prinsip Kewajaran Usaha dan Konsekuensinya Dalam Transfer Pricing

Dalam konteks pajak, pembayaran bunga dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan, sedangkan untuk dividen tidak dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan. Dengan demikian, terutama perusahaan multinasional, punya kecenderungan untuk lebih memilih menggunakan skema pendanaan utang. 

Otoritas pajak menduga skema pemberian pinjaman ini banyak dimanfaatkan oleh perusahaan multinasional sebagai penyertaan modal terselubung untuk mengurangi beban pajak perusahaan. Terutama, peminjaman yang dilakukan antara perusahaan terafiliasi yang berada di negara dengan tarif pajak tinggi oleh perusahaan yang berada di negara dengan tarif pajak rendah.  

Situasi ini akan merugikan negara tempat perusahaan penerima pinjaman (debitur), karena basis pajaknya tergerus akibat pembebanan biaya bunga berlebih.  

Hanya saja, penggunaan DER untuk membatasi biaya bunga yang dapat dibebankan dalam penghitungan pajak sebetulnya tidak direkomendasikan OECD Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Karena dianggap masih belum cukup kuat dalam menangkal penggerusan basis pajak. 

Rekomendasi OECD 

Sebagai informasi, penggunaan metode ESR sebelumnya memang telah direkomendasikan oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dan G20 di dalam Based Erosion and Profit Shipting (BEPS) Action Plan 4.  

Menurut OECD, Batasan nilai ESR yang bisa diterapkan oleh negara-negara, berada di rentang antara 10%-30%.  

Dalam praktiknya, ada beberapa negara yang sudah menggunakan metode ESR seperti Belanda dan Jepang dengan nilai rasio yang ditetapkan beragam. Di Jepang nilai ESR yang berlaku adalah 20% turun dari sebelumnya yang sebesar 50%. Sementara di Belanda nilai ESR yang berlaku adalah 30%. 

ESR pada Level Grup Usaha 

Penggunaan metode ESR ini juga dapat dikombinasikan dengan pendekatan Group Ratio Rule, yaitu ambang batas rasio biaya pinjaman terhadap EBITDA di level grup usaha. 

Dengan kombinasi ini, ketika sebuah perusahaan memiliki beban bunga melebihi batas ESR yang sudah ditetapkan, dapat membebankan ‘kelebihan’ biaya bunga tersebut sampai dengan ambang batas Group Ratio Rule dari grup usahanya. 

Selain itu, OECD juga merekomendasikan, setiap kelebihan beban bunga utang yang tidak masuk sebagai pengurang penghasilan dapat dibawa atau diperhitungkan di tahun pajak berikutnya atau carry forward

Rekomendasi OECD lainnya adalah perusahaan yang memiliki risiko rendah terkait praktik penggerusan basis pajak dapat diberikan perlakuan khusus. Seperti, mengecualikan beban bunga utang yang dipakai membiayai kegiatan untuk kepentingan publik, dari penghitungan ESR.  

Tentu kita berharap, penggunaan metode baru ini bisa mendorong kepatuhan wajib pajak sekaligus memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak terkait pembebanan biaya bunga utang. Untuk itu, semoga dalam menetapkan ketentuan teknisnya, pemerintah bisa mempertimbangkan semua faktor serta kondisi bisnis di Indonesia. (ASP) 



Related


Global Recognition
Global Recognition | Word Tax     Global Recognition | Word TP
Contact Us

Jakarta
MUC Building
Jl. TB Simatupang 15
Jakarta Selatan 12530

+6221-788-37-111 (Hunting)

+6221-788-37-666 (Fax)

Surabaya
Graha Pena 15th floor
Jl. Ahmad Yani 88
Surabaya 60231

+6231-828-42-56 (Hunting)

+6231-828-38-84 (Fax)

Subscribe

For more updates and information, drop us an email or phone number.



© 2020. PT Multi Utama Consultindo. All Rights Reserved.