Simak, Detil Ketentuan Penyusutan Fiskal Pada PMK 72/2023
Tuesday, 08 August 2023
Ketentuan teknis terkait penyusutan harta berwujud (depresiasi) dan amortisasi harta tidak berwujud, atas perolehan suatu aktiva tetap untuk kepentingan fiskal, telah dirilis lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 72 Tahun 2023.
Aturan tersebut merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 dan Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Ada beberapa ketentuan yang diatur lebih rinci pada PMK 72 Tahun 2023 ini, dibandingkan kedua regulasi di atasnya. Beberapa hal teknis yang diatur tersebut antara lain, mengenai:
- Daftar kelompok harta, masa manfaat dan penghitungan penyusutan/amortisasinya
- Penetapan saat dimulainya penyusutan/amortisasi
- Ketentuan mengenai penyusutan atas bangunan permanen
- Tata cara penyampaian pemberitahuan
- Ketentuan penyusutan atas pengeluaran untuk perbaikan harta berwujud
- Ketentuan mengenai pembebanan kerugian dan pembukuan penghasilan karena penggantian asuransi
- Ketentuan atas pengeluaran untuk memperoleh perangkat lunak, dan
- Penyusutan/Amortisasi atas harta yang dimiliki dan digunakan dalam bidang usaha tertentu
Metode dan Masa Manfaat
Penyusutan merupakan proses pengalokasian biaya atas perolehan harta berwujud atau aktiva dalam yang digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan atau yang sering disebut sebagai 3M.
Seperti pada ketentuan sebelumnya, yaitu PP Nomor 55 Tahun 2022, dalam menghitung penyusutan aktiva harus dapat menggunakan dua metode. Yaitu metode garis lurus atau saldo menurun. Sedangkan untuk masa manfaatnya disesuaikan dengan jenis aktiva.
Terdapat empat kelompok untuk aktiva berwujud bukan bangunan dan dua kelompok aktiva bangunan, dengan masa manfaat yang berbeda-beda.
Kelompok Harta Berwujud |
Masa Manfaat |
Tarif Penyusutan |
||
Garis Lurus |
Saldo Menurun |
|||
I |
Bukan Bangunan |
|||
Kelompok 1 |
4 tahun |
25% |
50% |
|
Kelompok 2 |
8 tahun |
12,5% |
25% |
|
Kelompok 3 |
16 tahun |
6,25% |
12,5% |
|
Kelompok 4 |
20 tahun |
5% |
10% |
|
II |
Bangunan |
|||
|
Permanen |
20 tahun |
5% |
|
|
Tidak Permanen |
10 tahun |
10% |
|
Sementara penetapan masa manfaat dan tarif amortisasi untuk harta tidak berwujud ditetapkan sebagai berikut:
Kelompok Harta Tidak Berwujud |
Masa Manfaat |
Tarif Amortisasi Berdasarkan Metode |
|
Garis Lurus |
Saldo Menurun |
||
Kelompok 1 |
4 tahun |
25% |
50% |
Kelompok 2 |
8 tahun |
12,5% |
25% |
Kelompok 3 |
16 tahun |
6,25% |
12,5% |
Kelompok 4 |
20 tahun |
5% |
10% |
Adapun uraian lebih lengkap mengenai jenis harta yang termasuk di dalam masing-masing kelompok aktiva dapat disimak pada lampiran PMK Nomor 72 Tahun 2023.
Fleksibiltas Masa Manfaat Bangunan
Untuk aktiva tetap berupa bangunan permanen dan harta tidak berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 20 tahun, masa manfaat yang menjadi dasar perhitungan depresiasi/amortisasi dapat ditetapkan fleksibel. Maksudnya, boleh memiliki masa manfaat 20 tahun atau sesuai masa manfaat yang tercantum di dalam pembukuan wajib pajak.
Untuk dapat melakukan depresiasi dan amortisasi sesuai dengan masa manfaat sebenarnya, wajib pajak cukup dengan menyampaikan pemberitahuan kepada Direktur Jenderal Pajak.
Sebelumnya, fleksibilitas penghitungan depresiasi aktiva bangunan permanen ini telah disebutkan pada PP 55 Tahun 2022 dan kini dipertegas kembali di PMK 72 Tahun 2023.
Perlu dicatat, selain mempertegas, beleid baru ini juga ternyata memberikan relaksasi bagi wajib pajak yang belum menyampaikan pemberitahuan mengenai penggunaan masa manfaat sebenarnya hingga akhir tahun pajak 2022.
Dengan relaksasi ini, wajib pajak bisa menyampaikan pemberitahuan pemakaian masa manfaat sebenarnya hingga 30 April 2024.
Penetapan Saat Mulai Penyusutan
Pada umumnya, penyusutan dimulai saat wajib pajak melakukan pengeluaran untuk memperoleh suatu aktiva berwujud, kecuali untuk aktiva berwujud yang masih proses pengerjaan, belum pernah digunakan atau menghasilkan, dan yang dimiliki dan digunakan dalam bidang usaha tertentu.
Untuk aktiva berwujud yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan setelah pengerjaan harta.
Kemudian untuk aktiva yang belum digunakan atau menghasilkan, penyusutan dapat dimulai saat berproduksi. Namun, wajib pajak sebelumnya harus menyampaikan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak. Selanjutnya, Dirjen Pajak akan menetapkan saat mulainya penyusutan.
Penyusutan Aktiva yang Diperbaiki
Selain terhadap harta yang diperoleh, penyusutan juga harus diperhitungkan kembali atas aktiva yang dilakukan perbaikan. Caranya dengan menambahkan biaya perbaikan yang dikeluarkan terhadap nilai sisa buku fiskal aktiva berwujud.
Atas perbaikan tersebut, jika menambah masa manfaat maka dihitung sesuai sisa masa manfaat fiskalnya. Sementara jika menjadi lebih lama maka tambahan masa manfaatnya harus diakumulasikan dengan sisa masa manfaat sebelumnya, maksimal sesuai dengan masa manfaat aktiva tersebut. Kecuali untuk bangunan permanen dapat menggunakan masa manfaat sebenarnya.
Penyusutan Terkait Klaim Asuransi
Sementara itu, jika terjadi pengalihan harta terkait klaim asuransi, penyusutannya harus memperhatikan pembebanan kerugian atas jumlah nilai sisa buku fiskal harta yang dialihkan atau ditarik dan pengakuan penghasilan atas jumlah harga jual atau nilai penggantian yang diterima dari Perusahaan asuransi.
Nilai sisa buku fiskal tersebut merupakan nilai sisa buku harta berwujud pada akhir bulan saat terjadinya peristiwa yang menjadi dasar klaim asuransi.
Dalam hal nilai penggantian asuransi yang diterima baru diketahui secara pasti dikemudian hari, wajib pajak harus mengajukan permohonan kepada Dirjen Pajak terkait nilai buku sisa fiskal yang dibebankan.
Namun, bila wajib pajak sudah mengalihkan atau menjual aktiva yang asuransikan sebelum klaim penggantian diterima, jumlah nilai sisa buku fiskal atas aktiva tersebut harus diperhitungkan lebih dulu dengan harga jual untuk memperhitungkan beban kerugian dan pengakuan penghasilan.
Amortisasi Pembelian Software
Wajib pajak yang membeli harta tidak berwujud berupa perangkat lunak atau software untuk kegiatan operasional perusahaan dengan nilai manfaat di atas satu tahun, penghitungan amortisasinya memakai nilai manfaat empat tahun.
Namun, ketentuan ini hanya berlaku untuk pembelian software di bidang perbankan, pasar modal, perhotelan, rumah sakit atau penerbangan.
Begitu juga ketika wajib pajak meningkatkan kapasitas atau meng-upgrade software yang dimiliki. Atas biaya yang dikeluarkan dapat ditambahkan pada nilai buku sisa fiskal software tersebut.
Kemudian, hasil penjumlahannya diamortisasi menggunakan penghitungan kelompok satu, yaitu menggunakan masa manfaat empat tahun dan tarif amortisasi 25% (garis lurus) atau 50% (saldo menurun).
Namun demikian, jika software yang dibeli termasuk di dalam harga pembelian perangkat keras atau hardware, pembebanan atas pengeluaran terkait perolehan software dilakukan sekaligus pada tahun bersangkutan dengan cara diperhitungkan dalam penyusutan hardware yang tergolong dalam aktiva tetap bukan bangunan.
Depresiasi dan Amortisasi Bidang Usaha Tertentu
Dalam beleid ini pemerintah juga mengatur terkait depresiasi dan amortisasi di bidang usaha tertentu yang meliputi; bidang usaha kehutanan, perkebunan tanaman keras dan peternakan.
Adapun bidang usaha kehutanan meliputi usaha hutan, kawasan hutan dan hasil hutan yang tanamannya dapat diproduksi berkali-kali dan baru menghasilkan setelah ditanam lebih dari satu tahun.
Kemudian, bidang usaha perkebunan tanaman keras meliputi bidang usaha perkebunan yang tanamannya dapat diproduksi berkali-kali dan baru menghasilkan setelah ditanam lebih dari satu tahun.
Sementara bidang usaha peternakan, meliputi usaha yang ternaknya dapat berproduksi berkali-kali dan baru menghasilkan setelah dipelihara lebih dari satu tahun maupun dalam rentang waktu satu tahun.
Penyusutan harta berwujud atas tanaman atau hewan yang baru menghasilkan setelah ditanam atau dipelihara lebih dari satu tahun, penyusutan dilakukan dalam bagian yang sama besar (metode garis lurus) selama masa manfaatnya.
Uraian |
Kehutanan |
Perkebunan |
Peternakan |
Jenis Aktiva Berwujud |
Tanaman Kehutanan |
Tanaman Keras termasuk Rempah dan Penyegar |
Ternak termasuk ternak pejantan |
Kelompok Aktiva |
4 Kelompok |
2 Kelompok |
|
Masa Manfaat |
4 Tahun, 8 Tahun, 16 Tahun dan 20 Tahun |
4 Tahun dan 8 Tahun |
|
Waktu Depresiasi |
Dimulai pada bulan produksi komersial atau dilakukan penjualan |
Untuk aktiva berwujud yang masa manfaat sebenarnya selain yang tercantum di dalam tabel, dapat menggunakan masa manfaat yang sebenarnya, setelah mendapat persetujuan dari Dirjen Pajak.
Kemudian, untuk bidang usaha kehutanan, perkebunan dan peternakan yang produksinya terjadi dalam rentang waktu hingga satu tahun, seperti ayam atau bebek petelur, pembebanan biaya perolehannya dapat menggunakan masa manfaat satu hingga empat tahun, dengan bagian yang sama besar atau metode garis lurus.
Sebagai informasi, dengan terbitnya PMK Nomor 72 Tahun 2023 ini, maka ketentuan sebelumnya terkait dengan depresiasi dan amortisasi dicabut, seperti PMK Nomor 248/PMK.03/2008 tentang Amortisasi atas Pengeluaran untuk Memperoleh Harta Tak Berwujud dan Pengeluaran Lainnya untuk Bidang Usaha Tertentu.
Selain itu, juga mencabut PMK Nomor 249/PMK.03/2008 tentang Penyusutan atas Pengeluaran untuk Memperoleh Harta Berwujud yang Dimiliki dan Digunakan dalam Bidang Usaha Tertentu, PMK Nomor 126/PMK.011/2012 tentang Perubahan PMK Nomor 249/PMK.03/2008 dan PMK Nomor 96/PMK.03/2009 tentang Jenis-jenis Harta yang Termasuk dalam Kelompok Harta Berwujud Bukan Bangunan untuk Keperluan Penyusutan. (ASP)