Fleksibilitas Aturan Depresiasi dan Amortisasi Harta Dalam Beleid PPh Terbaru
Saturday, 31 December 2022
Pemerintah berikan fleksibilitas kepada wajib pajak dalam menentukan masa manfaat harta, saat menghitung nilai penyusutan untuk harta berwujud (depresiasi) atau penyusutan harta tidak berwujud (amortisasi).
Ketentuan mengenai penyusutan ini penting untuk diketahui wajib pajak. Sebab, penyusutan harta perlu dilakukan agar nilai aset yang dilaporkan oleh wajib pajak di dalam laporan keuangannya, sesuai dengan nilai terkini. Untuk menghitung nilai penyusutan dari aset yang dimiliki, ada dua hal yang wajib diketahui yaitu nilai aset dan masa manfaat.
Adapun fleksibilitas yang diberikan yaitu untuk harta berwujud berupa bangunan permanen atau harta tidak berwujud yang memiliki masa manfaat di atas 20 tahun.
Berdasarkan beleid tentang Pajak Penghasilan (PPh) teranyar, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022, wajib pajak mendapatkan fleksibilitas dalam memilih masa manfaat yang dipakai dalam menghitung nilai depresiasi atau amortisasi, untuk harta dengan masa manfaat 20 tahun.
Fleksibilitas itu berupa, kebebasan untuk memilih masa manfaat penyusutan apakah menggunakan masa manfaat 20 tahun atau sesuai dengan masa manfaat yang sebenarnya berdasarkan pembukuan Wajib Pajak, sepanjang dilakukan secara taat asas.
Ketentuan itu penegasan dari Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang menjadi induk PP No. 55 Tahun 2022.
Fleksibilitas Harta Perolehan Sebelum 2022
Hanya saja, selain menegaskan fleksibilitas yang ada di UU HPP, PP Nomor 55 juga memperluas fleksibilitasnya. Yaitu, atas harta dengan masa manfaat di atas 20 tahun yang dimiliki wajib pajak sebelum tahun pajak 2022 dan telah disusutkan untuk masa manfaat 20 tahun, wajib pajak dapat memilih tetap menggunakan masa manfaat 20 tahun atau sesuai dengan masa manfaat sebenarnya berdasarkan pembukuan Wajib Pajak.
Sebagai catatan, khusus untuk penyusutan harta yang menggunakan masa manfaat sebenarnya, fleksibilitas berlaku jika wajib pajak menyampaikan pemberitahuan kepada Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak paling lambat akhir tahun pajak 2022.
Sedangkan bagi wajib pajak yang memilih masa manfaat penyusutan lebih dari 20 tahun tidak wajib memberitahukan kepada Dirjen Pajak.
Metode Penyusutan Beserta Tarif
Sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 11 UU PPh sebagaimana yang diubah terakhir dengan UU HPP dan Pasal 21 PP Nomor 55 Tahun 2022 ada dua cara menghitung penyusutan.
Pertama, metode penyusutan garis lurus, yaitu penyusutan yang membebankan biaya penyusutan sama besar selama masa manfaat harta berwujud. Metode penyusutan ini dapat digunakan untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan atau perubahan harta berwujud dengan masa manfaat di atas satu tahun dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
Kedua, metode penyusutan saldo menurun, yaitu penyusutan yang dihitung dengan mengalikan tarif penyusutan terhadap sisa nilai buku. Metode penyusutan ini dapat digunakan untuk harta dan bangunan dengan masa manfaat lebih dari 1 tahun
Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh tanah hak milik, termasuk tanah berstatus hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai yang pertama kali tidak boleh disusutkan.
Penggunaan metode penyusutan atas harta harus dilakukan secara taat asas.
Khusus untuk harta berwujud, dalam menetapkan masa manfaat dan tarif depresiasi, pemerintah mengelompokkan harta berwujud ke dalam dua bagian. Pertama, harta bukan bangunan dan bangunan.
Selanjutnya, untuk harta bukan bangunan dibagi ke dalam empat kelompok sesuai masa manfaatnya. (lihat Tabel)
Kelompok Harta | Masa Manfaat | Tarif Garis Lurus | Tarif Saldo Menurun |
Kelompok Bangunan: | |||
|
4 tahun | 25% | 50% |
|
8 tahun | 12,5% | 25% |
|
16 tahun | 6,25% | 12,5% |
|
20 tahun | 5% | 10% |
Bangunan: | |||
|
20 tahun | 5% | |
|
10 tahun | 10% |
Kemudian untuk harta tidak berwujud, sebagaimana yang tertuang di dalam Pasal 11A UU HPP ayat (2) penetapan masa manfaat dan tarif dilakukan dengan mengelompokkan harta tak berwujud ke dalam empat kelompok. (Lihat tabel).
Kelompok Harta Tak Berwujud | Masa Manfaat | Tarif Garis Lurus | Tarif Saldo Menurun |
Kelompok 1 | 4 tahun | 25% | 50% |
Kelompok 2 | 8 tahun | 12,5% | 25% |
Kelompok 3 | 16 tahun | 6,25% | 12,5% |
Kelompok 4 | 20 tahun | 5% | 10% |
Waktu Penghitungan
Baik penghitungan depresiasi maupun amortisasi dilakukan sejak bulan saat wajib pajak mengeluarkan biaya untuk memperoleh harta. Kecuali, untuk harta berwujud yang masih dalam proses pengerjaan, belum pernah digunakan atau menghasilkan, atau harta berwujud yang dimiliki dan digunakan dalam bidang usaha tertentu.
Untuk harta berwujud yang masih dalam proses pengerjaan, penghitungan depresiasi dilakukan saat selesai dikerjakan. Kemudian untuk harta berwujud yang belum digunakan atau menghasilkan, depresiasi dihitung saat harta mulai menghasilkan dengan persetujuan Dirjen Pajak.
Ketentuan lebih detil mengenai waktu penghitungan hingga tata cara menyampaikan pemberitahuan kepada Dirjen Pajak akan diatur lebih detil dalam Peraturan Menteri Keuangan. (ASP/CHY)