Memahami Proses Pemeriksaan Pajak
Amalia Imana,
Tuesday, 11 April 2023
Untuk menguji kepatuhan wajib pajak dalam menjalankan kewajibannya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat melakukan pemeriksaan. Meski pun, sebetulnya pemeriksaan pajak bisa juga dilakukan untuk tujuan lain, dalam konteks melaksanakan ketentuan di bidang perpajakan.
Secara umum, pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan dan/atau bukti. Kegiatan tersebut harus dilaksanakan secara objektif dan profesional yang mengacu pada standar pemeriksaan.
Pemeriksaan juga merupakan bagian dari mekanisme sistem pajak yang dianut Indonesia, yaitu self-assessment. Dalam sistem tersebut, Wajib Pajak (WP) memiliki hak penuh dalam melakukan penghitungan, pembayaran hingga pelaporan pajak.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Kredit Pajak, Agar Hitungan Pajak Akurat
Sehingga, untuk memastikan proses itu dilaksanakan dengan benar, DJP berwenang untuk mengujinya lewat pemeriksaan.
Secara umum, ada dua jenis pemeriksaan yang dilakukan DJP. Pertama, pemeriksaan lapangan yang dilakukan di tempat tinggal atau tempat kedudukan WP, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas WP, dan/atau tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak. Kedua, pemeriksaan kantor yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak.
Uji Kepatuhan
Setidaknya ada sembilan aktivitas perpajakan yang dapat diuji melalui pemeriksaan, di antaranya:
- Pemeriksaan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi)
- Pemeriksaan karena terdapat keterangan lain berupa data konkret terkait pajak yang tidak atau kurang dibayar sebagaimana yang diatur di dalam UU KUP Pasal 13 ayat (1) huruf a.
- Pemeriksaan atas permohonan lebih bayar pajak (selain poin 1)
- Pemeriksaan terhadap wajib pajak yang telah menerima restitusi pendahuluan
- Pemeriksaan atas wajib pajak yang mencatatkan rugi Fiskal di dalam Surat Pemberitahuan (SPT)
- Pemeriksaan terhadap WP yang melakukan aksi korporasi seperti penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
- Pemeriksaan terhadap WP yang mengubah tahun buku, mengubah metode pembukuan atau melakukan penilaian kembali aktiva tetap (revaluasi asset).
- Pemeriksaan terhadap WP berdasarkan analisis risiko, karena tidak menyampaikan SPT atau penyampaian SPT melampaui jangka waktu, sebagaimana ditetapkan dalam surat teguran.
- Pemeriksaan atas SPT yang disampaikan WP yang terpilih berdasarkan analisis Risiko
Sementara pemeriksaan yang dilakukan untuk tujuan lain, di luar konteks kepatuhan, dapat dilakukan pada saat:
- Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara jabatan
- Penghapusan NPWP
- Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP)
- Pengajuan keberatan oleh WP
- Pengumpulan bahan Penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN)
- Pencocokan data dan/atau alat keterangan
- Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil;
- Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
- Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak
- Penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan; dan/atau
- Memenuhi permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B)
Baca Juga: Jenis, Manfaat, dan Sifat Pajak
Proses Pemeriksaan dalam rangka restitusi
Proses pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh DJP dimulai Ketika WP menyampaikan SPT PPh Badan dengan posisi lebih bayar dan mengajukan pengembalian kelebihan pajak atau restitusi.
Kemudian, atas SPT Tahunan PPh Badan tersebut, DJP menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dengan waktu yang diperlukan adalah selama 12 bulan sejak tanggal penyampaian SPT PPh Badan.
Secara detil, berikut adalah tahapan pemeriksaan pajak;
1. Penyampaian SPT PPh Badan
SPT PPh Badan merupakan dokumen yang menunjukkan bukti pembayaran pajak tahunan yang disetorkan oleh WP Badan. Jadi, setiap WP Badan wajib menyampaikan SPT PPh, paling lambat 4 bulan setelah akhir tahun pajak.
2. Penerbitan SP2 dan Pemberitahuan ke WP
SP2 merupakan surat perintah untuk melakukan pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
3. Permintaan Peminjaman Dokumen
Mekanisme peminjaman dokumen merupakan prosedur yang dilakukan saat pemeriksaan lapangan atau pemeriksaan kantor.
Dalam pemeriksaan lapangan, petugas pajak berhak melihat dan/atau meminjam buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan serta dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh WP beserta biaya-biaya yang dilaporkan WP.
Sementara, jika pemeriksaan dilakukan di kantor, petugas pajak selain berhak melihat atau meminjam dokumen-dokumen di atas juga boleh meminjam dokumen lain, termasuk data elektronik terkait penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak.
4. Pelaksanaan Pengujian
Pemeriksaan dilaksanakan dengan melakukan pengujian berdasarkan metode dan teknik Pemeriksaan sesuai dengan program Pemeriksaan (audit program) yang telah disusun.
5. Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) dan pemberian tanggapan dari WP
Setelah dilakukan pengujian dan terdapat sejumlah temuan, DJP akan menyampaikan SPHP beserta daftar temuan tersebut kepada WP baik secara langsung atau melalui faksimili.
Sebagaimana diatur di dalam PMK Nomor 18/PMK.03/2021 yang merupakan perubahan atas PMK No. 17/PMK.03/2013, atas SPHP tersebut WP berhak untuk menolak untuk menerima SPHP.
Adapun caranya dengan membuat surat pernyataan penolakan untuk kemudian dibuatkan Berita Acara (BA) pernyataan penolakan.
Jika WP menerima dokumen SPHP, wajib menyampaikan tanggapan tertulis maksimal 7 hari kerja sejak SPHP diterima.
Namun, WP dapat mengajukan permohonan perpanjangan penyampaian tanggapan SPHP, dengan tambahan waktu 3 hari kerja sejak jangka waktu penyampaian tanggapan berakhir.
Kemudian, jika menerima hasil pemeriksaan yang tertuang di dalam SPHP, WP bisa menyatakan setuju pada lembar pernyataan persetujuan hasil pemeriksaan. Namun bila tidak setuju WP dapat membuat surat sanggahan.
Baca Juga: Mengenal Jenis-Jenis Sistem Pemungutan Pajak di Indonesia
6. Pembahasan Akhir (Closing Conference) dan Pembahasan Akhir dengan Tim Quality Assurance
Maksimal tiga hari kerja setelah tanggapan SPHP disampaikan oleh WP, kantor pajak kemudian mulai memproses pembahasan akhir Bersama WP.
Proses pembahasan akhir dimulai dengan mengirimkan undangan pembahasan akhir kepada WP, terlepas apa pun respons WP atas SPHP yang diterbitkan, baik setuju, tidak setuju Sebagian atau seluruhnya atau tidak menyampaikan tanggapan.
Apabila dalam proses pembahasan akhir terjadi beda pendapat, maka WP berhak meminta pembahasan dilanjutkan Bersama dengan tim Quality Assurance DJP.
Permohonan ini bisa diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil), maksimal 3 hari setelah risalah pembahasan akhir telah ditandatangani WP dan pemeriksa, tetapi berita acara pembahasan akhir hasil pemeriksaan belum ditandatangani WP maupun pemeriksa.
7. Berita acara hasil pembahasan akhir
Berita Acara Hasil Pembahasan Akhir Pemeriksaan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak dan berisi koreksi baik yang disetujui maupun yang tidak disetujui.
8. Laporan hasil pemeriksaan
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) merupakan laporan yang berisi tentang pelaksanaan dan hasil Pemeriksaan yang disusun oleh Pemeriksa Pajak. Laporan harus disusun secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan Pemeriksaan.
9. Penerbitan SKP
Bila hasil pemeriksaan menyimpulkan terdapat tidak, kurang, lebih bayar pajak ataupun nihil pemeriksa akan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP).
Selanjutnya, Wajib Pajak berhak untuk setuju atau tidak dengan materi yang disampaikan di dalam SKP. Jika tidak setuju, maka WP bisa menyampaikan permohonan keberatan. (ASP)