Tax Clinic
Pentingnya Memahami Kredit Pajak, Agar Hitungan Pajak Akurat

Friday, 28 October 2022

Pentingnya Memahami Kredit Pajak, Agar Hitungan Pajak Akurat

Setiap orang atau institusi yang mendapatkan penghasilan di Indonesia tidak boleh lupa akan kewajibannya membayar Pajak Penghasilan (PPh). 

Secara umum, besaran pajak yang harus dibayar harus memperhitungkan nilai penghasilan yang diterima dikurangi penghasilan tidak kena pajak (PTKP), sehingga diperoleh nilai penghasilan kena pajak (PKP).

Nilai penghasilan kena pajak itulah yang kemudian dikalikan dengan tarif PPh yang berlaku. Terkecuali, untuk penghasilan yang dikenai tarif PPh final, penghitungannya langsung dengan cara mengalikan tarif PPh final dengan besaran penghasilan bruto. 

Namun, untuk menentukan besaran PPh yang harus dibayarkan, tidak cukup dengan menghitung besaran PPh terutang saja. Karena ada satu komponen lagi yang harus dikalkulasi, yaitu kredit pajak.

Intinya, kredit pajak merupakan jumlah pajak yang sudah dibayarkan oleh wajib pajak di awal periode pajak. Jumlah pajak yang sudah dibayar ini merupakan akumulasi dari pajak yang telah dipungut atau dipotong oleh pihak lain termasuk pajak penghasilan yang terutang di luar negeri. Sehingga keberadaannya bisa mengurangi jumlah PPh yang harus dibayarkan wajib pajak di akhir tahun.  

Baca Juga: Secondary Adjustment, Ketidakpastian Baru, dan Potensi Pajak Ganda

Jenis Pajak yang Dikreditkan

Merujuk Pasal 28 Undang-undang (UU) Nomor 28 Tahun 1983 tentang PPh yang telah diubah dengan UU No. 36 Tahun 2008 dan UU Nomor 7 Tahun 2021, ada beberapa jenis PPh yang bisa dijadikan sebagai kredit pajak, antara lain seperti pemotongan dan/atau pemungutan PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 24, PPh Pasal 26 ayat (5), dan angsuran PPh Pasal 25.

  • Pemotongan PPh Pasal 21 

PPh Pasal 21 merupakan jenis pajak yang dipotong atas penghasilan dari pekerjaan, jasa atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima oleh wajib pajak. 
Adapun, pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan oleh pemberi kerja, bendahara pemerintah, dana pensiun atau badan lainnya yang membayarkan gaji, honorarium, upah, tunjangan atau pembayaran lain terkait pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai. 

Jadi, karena sudah dipotong oleh pemberi kerja, maka wajib pajak yang menerima penghasilan tidak perlu melunasi pajak terutang atas penghasilan-penghasilan tersebut.
 

  • Pemungutan PPh Pasal 22 

PPh Pasal 22 merupakan jenis pajak yang dipungut oleh badan tertentu atas kegiatan impor barang, pembelian barang dan penjualan barang hasil produksi dalam negeri. 

Beberapa badan yang ditetapkan pemerintah untuk memungut PPh Pasal 22 di antaranya Bank devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) atas impor barang, Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah di tingkat Pusat dan Daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atas pembelian barang yang menggunakan APBN atau APBD.

Selain itu, PPh Pasal 22 juga dapat dipungut oleh oleh badan usaha tertentu atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya. Badan usaha yang dimaksud adalah: 


Lembaga lainnya yaitu badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang menjual hasil produksinya di dalam negeri.  

Lalu bisa juga dilakukan oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas. Serta industri dan eksportir di sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang membeli bahan-bahan keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul.

  • Pemotongan PPh Pasal 23

 
PPh Pasal 23 merupakan jenis pajak yang dipungut secara final atau berdasarkan jumlah penghasilan bruto yang diperoleh dari dividen, bunga, royalti, hadiah, penghargaan bonus dan sejenisnya, sewa serta imbalan terkait dengan pemberian jasa teknis, manajemen, konstruksi, konsultan dan jasa lainnya yang lebih lanjut diatur dalam PMK 141/PMK.03/2015. 

  • PPh Pasal 24 yang dibayar atau terutang

 
PPh Pasal 24 merupakan pajak yang telah dipotong/dibayar di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima wajib pajak di Indonesia yang dapat dikreditkan sebesar PPh yang dibayar atau terutang, maksimal sebesar nilai PPh terutang di Indonesia.

Beberapa penghasilan dari luar negeri yang boleh dikreditkan di antaranya, pertama penghasilan yang berasal dari saham atau keuntungan dari pengalihan saham dan sekuritas lainnya.

Kedua, penghasilan berupa bunga, royalti dan sewa atas penggunaan harta bergerak dan harta tak bergerak. Ketiga, penghasilan berupa imbalan jasa, pekerjaan dan kegiatan di negara lain.

Keempat, penghasilan dari bentuk usaha tetap (BUT) di negara lain. Kelima, penghasilan dari pengalihan Sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan.

Keenam, keuntungan atas pengalihan harta tetap di luar negeri. Ketujuh, pengalihan harta tetap yang menjadi bagian dari BUT di luar negeri.

  • Pembayaran PPh Pasal 25

 
PPh Pasal 25 merupakan angsuran pajak tahun berjalan yang dibayar oleh wajib pajak setiap bulan sebesar PPh terutang menurut Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh tahun pajak yang lalu dikurangi dengan PPh Pasal 21 dan Pasal 23 serta PPh Pasal 22 yang telah dipungut, serta PPh Pasal 24, kemudian dibagi 12 bulan atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.

  • Pemotongan PPh  Pasal 26 ayat (5)

Pemotongan PPh Pasal 26 atas penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak Luar Negeri adalah bersifat final. Namun atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dan huruf c Undang-Undang PPh dan atas penghasilan Wajib Pajak orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau Bentuk Usaha Tetap (BUT), pemotongan PPh Pasal 26 nya tidak bersifat final, sehingga potongan pajak tersebut dapat dikreditkan dalam SPT Tahunan PPh. 

Selisih Lebih dan Kurang Bayar

Jika hasil kalkulasi antara nilai pajak terutang dengan kredit pajak lebih besar jumlah pajak terutang, maka selisihnya itu merupakan jumlah pajak yang masih harus dibayar oleh wajib pajak. 

Kekurangan itu harus dibayarkan paling lambat sebelum jatuh tempo penyampaian SPT tahunan PPh. Untuk wajib pajak orang pribadi pada 30 Maret pada tahun pajak berikutnya, sedangkan untuk wajib pajak badan pada 31 April tahun pajak berikutnya untuk yang tahun bukunya sama dengan tahun kalendar.

Sebaliknya, jika nilai pajak terutang lebih kecil dari nilai kredit pajak, maka atas selisihnya wajib dikembalikan DJP kepada wajib pajak. Namun, pengembalian baru dilakukan setelah melalui tahap pemeriksaan dan memperhitungkan seluruh utang pajak dan sanksi-sanksinya. (ASP)



Related


Global Recognition
Global Recognition | Word Tax     Global Recognition | Word TP
Contact Us

Jakarta
MUC Building
Jl. TB Simatupang 15
Jakarta Selatan 12530

+6221-788-37-111 (Hunting)

+6221-788-37-666 (Fax)

Surabaya
Graha Pena 15th floor
Jl. Ahmad Yani 88
Surabaya 60231

+6231-828-42-56 (Hunting)

+6231-828-38-84 (Fax)

Subscribe

For more updates and information, drop us an email or phone number.



© 2020. PT Multi Utama Consultindo. All Rights Reserved.