Insentif Pajak Tambahan Untuk Wajib Pajak Penerima Fasilitas KITE Dicabut
Tuesday, 16 August 2022
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) mencabut pemberian insentif tambahan untuk perusahaan penerima fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE).
Fasilitas tambahan tersebut sebelumnya diberikan dalam rangka penanggulangan dampak pandemi Covid-19, melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/BC/2020.
Adapun pencabutan dilakukan dengan menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal bea dan Cukai Nomor PER-06/BC/2022, yang dirilis pada 13 Juli 2022. Dengan pencabutan ini, maka semua ketentuan yang diatur di dalam beleid PER-04/BC/2020 menjadi tidak berlaku.
Secara umum ada beberapa tambahan fasilitas yang diberikan melalui beleid tersebut merupakan kombinasi antara insentif fiskal dan penyederhanaan prosedur. Pemberian fasilitas terdiri dari fasilitas di Kawasan Berikat dan penerima KITE.
Baca Juga: Pengusaha Kawasan Berikat dan KITE Dapat Tambahan Insentif
Kawasan Berikat
Apabila sebelumnya pemerintah membatasi kuota penjualan hasil produksi perusahaan di KB maksimal perusahaan KB ke pasar lokal maksimal 50% dari nilai ekspor, dengan terbitnya PMK Nomor 31/PMK.04/2020 batasan tersebut dikecualikan selama tidak mengurangi kuota penjualan tahun berjalan.
Berkaitan dengan pemeriksaan fisik oleh otoritas kepabeanan, sebelumnya pemeriksaan dilakukan acak oleh petugas berdasarkan manajemen risiko dan pelayanan mandiri hanya diperbolehkan bagi perusahaan yang menerima fasilitas KB Mandiri.
Dengan adanya insentif tambahan, pemeriksaan fisik dilakukan secara selektif menggunakan teknologi informasi dan jika KB masuk dalam daerah yang terkena kebijakan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) maka Tempat Penimbunan Berikat (TPB) dapat diberikan persetujuan pelayanan mandiri.
Fasilitas berikutnya dikhususkan atas importasi barang-barang medis untuk keperluan penanganan Covid-19, seperti disinfektan; masker; alat pelindung diri (APD); alat pengukur suhu tubuh; dan barang lain untuk penanganan Covid-19.
Sebelumnya impor barang-barang medis tersebut tidak dikecualikan dari pengenaan bea masuk, pajak impor, dan ketentuan impor secara umum.
Dalam kondisi bencana nasional saat ini, importasi barang-barang medis tersebut ditangguhkan dari pengenaan bea masuk dan pajak impor, sepanjang barang-barang tersebut digunakan di dalam KB.
Kemudian, pemasukan barang dari dalam negeri ke KB—untuk diolah lalu diekspor—tidak dipungut PPN atau pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). Sebelumnya, pemasukan barang lokal tersebut merupakan objek PPN atau PPnBM.
Kebijakan terakhir terkait KB, pemerintah membolehkan penyerahan hasil produksi untuk diolah atau digabungkan dengan hasil produksi KB atau KITE. Sebelumnya, praktik tersebut diharamkan bagi perusahaan KB dan KITE.
KITE
Fasilitas berikutnya diperuntukkan bagi perusahaan KITE Pembebasan maupun KITE Industri Kecil Menengah (IKM). Sebelumnya, penjualan hasil produksi ke pasar lokal diharamkan bagi perusahaan KITE Pembebasan dan bagi KITE IKM diperbolehkan maksimal 25% dari total produksi.
Dalam kondisi genting saat ini, pembatasan diperlonggar sehingga pengusaha KITE Pembebasan dan KITE IKM diperbolehkan menjual hasil produksinya ke pasar lokal maksimal 50% dari total produksi.
Satu lagi yang menarik adalah terkait dengan penyerahan hasil produksi untuk penanganan Covid-19 kepada pemerintah atau orang yang memperoleh pembebasan bea masuk dan pajak impor di dalam negeri. Apabila sebelumnya hal ini tidak diatur, melalui PMK Nomor 31/PMK.04/2020 penyerahan hasil produksi tersebut diperbolehkan tanpa mengurangi penjualan kuota lokal.
Kemudian, pemasukan barang lokal atau dari dalam daerah pabean oleh perusahaan KITE pembebasan atau KITE IKM—untuk diolah atau digabungkan dengan hasil produksi—tidak dipungut PPN atau PPnBM. Fasilitas ini hanya diberikan terhadap perusahaan KITE pembebasan atau KITE IKM yang hasil produksinya 100% diekspor.
Sejak pemasukan barang, perusahaan KB diberikan waktu paling lama 12 bulan untuk mengolah, merakit, dan/atau melakukan pemasangan sampai dengan mengekspor.
Batas waktu tersebut dapat diperpanjang selama 12 bulan dalam hal: (a) terjadi penundaan ekspor dari pembeli, (b) pembatalan ekspor atau penggantian pembeli; dan/atau (c) terdapat kondisi kahar (force majeure) seperti peperangan, bencana alam, atau kebakaran.
Selanjutnya, perusahaan KITE Pembebasan atau KITE IKM wajib menyampaikan laporan realisasi ekspor paling lambat 30 hari sejak berakhirnya batas waktu ekspor atau batas waktu perpanjangan ekspor.
Apabila melampaui batas waktu tersebut maka perusahaan KITE Pembebasan dan KITE IKM wajib melunasi PPN atau PPnBM yang semula tidak dipungut pada saat pemasukan barang. (ASP)