Pajak Karbon Kembali Ditunda, Krisis Energi Jadi Alasan
Tuesday, 28 June 2022
JAKARTA. Pemerintah kembali menunda implementasi pajak karbon atau carbon tax yang sedianya akan berlaku mulai 1 Juli 2022. Belum jelas, kapan pajak karbon akan diterapkan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut alasan penundaan ini karena sejumlah negara tengah menghadapi krisis energi menyusul meroketnya harga minyak mentah dunia.
Pasalnya, untuk tahap pertama pemerintah berencana akan menerapkan pajak karbon terhadap perusahaan-perusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batu Bara.
Sementara, Batu Bara merupakan komoditas energi yang sangat penting bagi negara-negara Eropa. Penyebabnya, karena negara-negara barat menjatuhkan sanksi ekonomi kepada Rusia, sehingga tidak ada suplai minyak dan gas ke negara Eropa.
Karena itu, Indonesia belum bisa menerapkan pajak karbon karena akan memberikan dampak pada kondisi ekonomi secara global.
Tidak ada Kepastian
Sebelumnya, pemerintah juga sempat menunda pelaksanaan aturan pajak karbon, yang menurut Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) berlaku 1 April 2022.
Baca Juga: Poin Penting Harmonisasi Peraturan Perpajakan
Mengutip Kompas.com, pemerintah hanya menyebut penerapan aturan yang erat kaitannya dengan perdagangan karbon ini akan dilaksanakan pada tahun 2022.
Sebab, penerapan pajak karbon di negara berkembang seperti Indonesia akan dibahas dalam pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 pada November 2022. Namun demikian setelah penundaan yang kedua, pemerintah belum bisa memastikan kapan pajak karbon akan diterapkan.
Meski ditunda, pemerintah memastikan proses penyusunan aturan turunan mengenai pajak karbon akan segera dituntaskan karena hal itu penting untuk mengatasi masalah perubahan iklim yang tidak hanya menjadi masalah Indonesia tetapi dunia.
Baca Juga: Bappenas Dorong Penerapan Pajak Karbon
Pengenaan pajak karbon merupakan salah satu paket kebijakan yang lebih komprehensif dalam rangka mitigasi perubahan iklim. Paket kebijakan tersebut terdiri dari dua hal. Pertama instrumen perdagangan dan kedua instrumen non perdagangan.
Instrumen perdagangan terdiri dari perdagangan ijin emisi atau emission trading system (ETS), yaitu skema perdagangan yang memungkinkan perusahaan yang mengemisi lebih sedikit karbon membeli ijin emisi dari yang emisi karbonnya lebih kecil.
Kedua, offset emisi atau crediting mechanism, yaitu skema yang memungkinkan perusahaan yang menurunkan emisi dapat menjual kredit karbonnya kepada perusahaan yang memerlukan kredit karbon.
Sementara instrumen non perdagangan di dalamnya termasuk pajak karbon dan resul based payment, yaitu mekanisme pembayaran atas penurunan emisi. (asp)