JAKARTA. Implementasi kesepakatan perpajakan global yang menyangkut pembagian hak pemajakan digital dan penerapan pajak minimum 15%, kemungkinan batal berlaku mulai tahun depan.
Mengutip Reuters.com, The Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) memperkirakan pelaksanaan kedua pilar konsensus pajak global itu sepertinya baru bisa diterapkan pada tahun 2024, mundur dari tenggat yang ditetapkan sebelumnya yaitu tahun 2023.
Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann mengatakan mundurnya pelaksanaan dua pilar kesepakatan pajak global karena beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa belum bisa meratifikasinya ke dalam regulasi domestik mereka.
Pemerintah Amerika Serikat (AS) masih berupaya meloloskan Undang-undang (UU) agar implementasi kesepakatan pajak minimum global yang mendapat penolakan dari Partai Republik atau pihak oposisi di Kongres.
Baca Juga: Menguji Kesiapan Indonesia Mengadopsi 2 Pilar Arsitektur Pajak Global
Sementara Perancis yang menjadi presiden Uni Eropa belum bisa meyakinkan Polandia yang memveto atau keberatan atas usulan penerapan kedua pilar kesepakatan global tersebut.
OECD mengaku besarnya tekanan politik dalam melaksanakan Pilar 1 dan Pilar 2 tersebut sudah diprediksi sebelumnya. Bahkan Cormann mengaku, tenggat waktu yang ditetapkan selama ini yaitu tahun 2023 memang tergolong ambisius.
"Kami sengaja tenggat waktu yang ambisius di awal untuk menjaga tekanan, tetapi saya menduga akhirnya akan bisa diterapkan mulai tahun 2024 dan seterusnya," ujar Cormann.
Baca Juga: Siapa yang Paling Diuntungkan dari Konsensus Pajak Global?
OECD Jamin Kesepakatan Tetap Berlanjut
Mengutip Theguardian.com, jika AS dan Uni Eropa gagal mengadopsi konsensus global ke dalam aturan domestiknya sesuai tepat waktu, maka OECD akan tetap menjalankan kesepakatan tersebut.
Hanya saja OECD mengingatkan jika Kongres AS tidak membulatkan suara untuk menyetujuinya, hal tersebut akan merugikan ekonomi negeri paman sam tersebut. (asp)