JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann menggelar pertemuan di Sao Paulo, Brazil. Pertemuan dilakukan di tengah rangkaian agenda kegiatan G20, Kamis (29/2).
Salah satu isi pertemuan tersebut yaitu membahas mengenai Pilar 1 dan Pilar 2, yaitu kebijakan perpajakan internasional untuk mencegah penggerusan basis pajak dan pengalihan laba atau Base Erosion and Profit Shifting (BEPS).
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut dalam kesempatan tersebut Ia menyampaikan masukan terkait penerapan Pilar 1 dan Pilar 2 tersebut. Tujuannya, agar dapat mengakomodir terciptanya lingkungan yang lebih adil serta kerja sama yang lebih efektif.
Adapun Pilar 1 mengatur tentang hak pemajakan global atas penghasilan yang diterima perusahaan multinasional yang tercakup di dalam kriteria.
Dalam hal ini, setiap perusahaan multinasional yang memiliki peredaran usaha secara global di atas 20 miliar Euro harus mengalokasikan kembali lebih dari 25% keuntungannya untuk dibagikan kepada yurisdiksi tempat pelanggan atau pengguna jasanya berada.
Sementara Pilar 2 mengatur tentang Global Anti-Base Erosion (GloBE) yang mensyaratkan penerapan Pajak Penghasilan (PPh) korporasi dengan tarif minimum sebesar 15%. Pajak minimal tersebut menyasar semua perusahaan multinasional dengan peredaran usaha lebih dari 750 juta Euro setahun.
Di samping itu, dalam pertemuan tersebut Sri Mulyani juga menyampaikan apresiasi atas dukungan Mathias dan seluruh negara anggota OECD terhadap aksesi Indonesia. "Dukungan ini penting dalam melanjutkan proses keanggotaan penuh Indonesia, ujar Sri Mulyani.
Seperti diketahui, sebelumnya OECD memutuskan untuk membuka diskusi aksesi dengan Indonesia, sebagai tahap lanjutan dari permintaan Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut. (ASP)
