Selain Covid, Ini Faktor yang Memengaruhi Ekonomi 2021
Tuesday, 26 October 2021
JAKARTA. Pemerintah optimis kondisi ekonomi Indonesia akan terus membaik, seiring melandainya jumlah kasus covid-19 dalam beberapa bulan terakhir. Hingga akhir tahun 2021 pertumbuhan ekonomi diprediksi berada di level 4%, sementara untuk kuartal III sebesar 4,5%.
Hal itu ditandai oleh sejumlah indikator ekonomi yang menunjukkan pergerakan positif. Seperti indeks manufaktur Indonesia yang sudah berada di level 52,2 dan menjadi yang tertinggi dibandingkan negara-negara ASEAN.
Selain itu, harga sejumlah komoditas energi dan non energi yang menjadi unggulan Indonesia, juga mengalami kenaikan seperti batu bara, harga gas, minyak mentah, Crude Palm Oil (CPO) dan harga pangan.
Sementara aktivitas ekonomi masyarakat juga terlihat mulai tergeliat. Hal itu dapat dilihat dari Google Mobility Report hingga 18 Oktober yang memperlihatkan perubahan mobilitas secara agregat sudah berada di zona positif.
Begitu juga dengan angka perubahan mobilitas retail dan recreation dalam rentang Januari-Februari yang berada di level 3,3% serta perubahan mobilitas grocery and pharmacy kini sudah berada di level 22,7%.
Ancaman Global
Namun demikian, perkembangan positif itu menghadapi sejumlah risiko yang datangnya dari sejumlah negara.
Menurut pemerintah, beberapa kebijakan negara besar seperti Amerika Serikat, Eropa dan kondisi perekonomian di China akan berdampak pada ekonomi negara-negara berkembang seperti Indonesia.
1. Dampak Kebijakan Suku Bunga AS
Kebijakan Amerika Serikat yang akan menaikkan suku bunga Fed Fund Rate (FFR) serta mengurangi stimulus moneternya atau tapering off diperkirakan akan mempengaruhi pasar keuangan Indonesia.
Kondisi itu akan diperkuat dengan naiknya yield surat berharga negara AS, yang memicu terjadinya capital outflow dari Indonesia. Jika tidak diantisipasi kondisi itu akan berdampak pada kinerja APBN dan ekonomi secara keseluruhan.
2. Kondisi Ekonomi Eropa
Seperti halnya AS, Bank sentral eropa juga berencana akan mengurangi stimulus moneternya. Hal itu didorong oleh masalah rantai pasok global yang mendorong kenaikan semua jenis barang. Selain itu, Eropa juga masih mengahdapi ketidakpastian akibat perkembangan kasus pandemi Covid-19.
3. Gejolak Ekonomi China
Kondisi ekonomi China beberapa pekan ini tengah menghadapi masalah yang disebabkan masalah keuangan yang perusahaan properti raksasa mereka, Evergrande.
Perusahaan itu dikabarkan harus membayar bunga obligasi luar negerinya senilai US$ 47,5 juta atau sekitar Rp 673 miliar pada 29 Oktober mendatang. Nilai itu di luar tagihan yang jatuh tempo pada November dan Desember 2021 senilai US$ 337,69 juta atau sekitar Rp 4.785 triliun.
Sejumlah kondisi itu akan berdampak pada perekonomian Indonesia melalui sejumlah transmisi, seperti peningkatan volatilitas pasar keuangan, perlambatan pertumbuhan global dan mendorong terjadinya inflasi impor atau imported inflation. (asp)