JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui rapat paripurna yang digelar Kamis (7/9) menyetujui pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan menjadi Undang-undang.
Dengan adanya beleid ini, maka sejumlah ketentuan yang diatur di UU Perpajakan lainnya mengalami perubahan. Salah satunya adalah UU tentang Pajak Penghasilan (PPh).
Berdasarkan draft RUU HPP hasil pembahasan pemerintah dan Komisi XI, setidaknya ada sembilan pasal di dalam UU PPh yang akan mengalami perubahan. Seperti Pasal 4, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 9, Pasal 11, Pasal 11A, Pasal 17, Pasal 18 dan Pasal 32A. Serta ada tambahan satu pasal, yaitu Pasal 32C.
Pemberian Natura Dapat Dibiayakan
Dengan berubahnya Pasal 4, pasal 6 dan Pasal 9, maka pemberian natura oleh perusahaan kepada karyawannya dapat diakui sebagai biaya. Sehingga dapat mengurangi penghasilan bruto perusahaan.
Di sisi lain, pemberian natura itu juga dapat diakui sebagai penghasilan bagi karyawan yang menerima.
Namun, hanya natura yang memenuhi kriteria saja yang dapat dibiayakan dan dapat diakui penghasilan karyawan, seperti:
- penyediaan makanan/minum bagi seluruh pegawai
- natura yang disediakan di daerah tertentu
- natura yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam pelaksanaan pekerjaan
- natura dibiayai APBN atau APBD
- natura dengan jenis dan batasan tertentu
Penghitungan PPh Final 0,5% orang pribadi Diubah
Wajib pajak orang pribadi baru berkewajiban membayar PPh final sebesar 0,5% apabila peredaran usahanya dalam satu tahun sudah mencapai Rp 500 juta.
Dengan demikian, pembayaran PPh final 0,5% tidak perlu dilakukan dari awal tahun apabila peredaran usaha kumulatifnya belum mencapai Rp 500 juta. Hal ini diatur di dalam Pasal 7 ayat (2a) UU HPP.
Sementara dalam ketentuan sebelumnya, mereka harus membayar PPh final 0,5% dari awal tahun, tidak perlu menunggu hingga omzet yang diterimanya mencapai Rp 500 juta. Selama Ia sudah terdaftar sebagai wajib pajak tertentu, yang dikenai tarif PPh final.
Lapisan PPh Orang Pribadi Bertambah
Skema penetapan lapisan tarif pajak penghasilan orang pribadi yang diatur di dalam Pasal 17 turut mengalami perubahan. Perubahan itu meliputi penambahan satu lapisan khusus untuk penghasilan di atas Rp 5 miliar yang dikenai tarif PPh 35%.
Selain itu, perubahan juga terjadi pada besaran penghasilan di lapisan paling bawah. Tadinya, lapisan dengan tarif PPh 5% itu hanya untuk penghasilan maksimal Rp 50 juta. Namun kini berubah menjadi untuk penghasilan maksimal Rp 60 juta.
Tarif PPh Badan Batal Turun jadi 20%
Untuk mengoptimalkan penerimaan pajak, pemerintah urung menurunkan tarif PPh untuk wajib pajak badan pada tahun 2022 menjadi 20%.
Sebab, di dalam UU HPP tarif PPh badan yang akan berlaku pada tahun 2022 adalah sebesar 22%, seperti yang berlaku tahun ini. Adapun, rencana penurunan tarif PPh badan menjadi 20% sebelumnya diatur di dalam UU Nomor 2 tahun 2020.
Kerja sama Penagihan Pajak dengan Negara Mitra
UU HPP juga menegaskan bahwa pemerintah bisa menjalin kerja sama dengan negara mitra dalam rangka penagihan pajak. Hal tersebut diatur di dalam perubahan Pasal 32C UU PPh.
Beberapa perjanjian kerja sama lain yang bisa dilakukan adalah terkait penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak, mencegah penggerusan basis pajak dan pergeseran laba, serta pertukaran informasi perpajakan.
Hal ini berbeda dengan ketentuan yang diatur sebelumnya, karena hanya mengatur kewenangan pemerintah dalam membuat kerja sama dengan yurisdiksi mitra, secara umum.
Ketentuan Amortisasi dan Penyusutan Dipertegas
Keberadaan UU HPP akan mempertegas ketentuan terkait penyusutan harta berwujud dan amortisasi harta tak berwujud dengan nilai manfaat di atas 20 tahun.
Penegasan dilakukan karena selama ini, mekanisme penyusutan dan amortisasi yang tertuang di dalam Pasal 11 dan pasal 11A UU PPh, hanya mengatur kelompok harta dengan masa manfaat 4 tahun, 8 tahun, 16 tahun dan 20 tahun. Sementara untuk harta dengan nilai manfaat di atas 20 tahun tidak diatur secara tegas.
Oleh karenanya di dalam Pasal 11 dan pasal 11A UU HPP, ditegaskan mekanisme penyusutan dan amortisasi harta di atas 20 tahun, sama dengan harta dengan nilai manfaat 20 tahun atau berdasarkan masa manfaat yang sebenarnya di dalam pembukuan.
Dalam pertimbangannya, penyusunan UU HPP dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mempercepat pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19.
Untuk bisa mewujudkan itu, maka pemerintah merasa perlu melakukan konsolidasi fiskal yang berfokus pada perbaikan defisit anggaran.
Sementara, defisit anggaran bisa dikelola dengan lebih baik asalkan penerimaan pajak bisa meningkat. (asp)