IMF: Proporsi Hak Pemajakan Digital Rugikan Indonesia
Tuesday, 21 September 2021
JAKARTA. International Monetary Fund (IMF) menilai implementasi pilar 1 dari kebijakan pajak digital global akan menggerus penerimaan pajak negara berkembang seperti Indonesia, sebesar 0,1% dari nilai produk domestik bruto (PDB).
Seperti diketahui, pada akhir Juni 2021 lalu, 130 negara anggota inclusive framework yang terdiri dari anggota OECD dan G20, telah menyepakati rencana pemajakan atas transaksi digital yang terdiri dari pilar 1 dan pilar 2.
Pilar 1 disusun terkait pembagian porsi hak pemajakan untuk setiap negara yang menjadi sumber pendapatan atau pasar perusahaan multinasional. Sementara pilar 2 mengatur tentang penerapan tarif pajak minimum untuk menangkal based erosion and profit shifting (BEPS).
Untungkan Negara Maju
Mengutip Bisnis Indonesia edisi Selasa (21/9), menurut IMF, penerapan pilar 1 justru hanya akan menguntungkan negara maju.
Pendapat lembaga moneter internasional itu disampaikan dalam laporan berjudul Digitalization and Taxation in Asia yang dirilis pada 14 September 2021.
Dalam laporan setebal 75 halaman itu, IMF mengkritik penetapan kriteria perusahaan multinasional yang menjadi objek pemajakan digital.
Kriteria yang harus dipenuhi yaitu perusahaan multinasional dengan nilai pendapatan global di atas 20 miliar euro, memiliki tingkat keuntungan di atas 10% dan 20% dari keuntungan tersebut harus direalokasikan kepada negara sumber atau negara pasar.
Baca Juga: Akhirnya, Konsensus Pajak Digital Disepakati
Menurut IMF tidak banyak perusahaan multinasional di Indonesia yang memenuhi treshold yang ditetapkan. Oleh karenannya, penetapan treshold dinilai tidak proporsional untuk negara-negara berkembang.
Antisipasi Pemerintah
Sejalan dengan pendapat IMF, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan juga mencatat hanya sedikit perusahaan multinasional yang memiliki pendapatan besar dari Indonesia namun tidak memenuhi treshold.
Secara umum, menurut BKF ada lebih dari 100 perusahaan multinasional yang memenuhi kriteria dalam Pilar 1.
Untuk mengantisipasi minimnya penerimaan dari implementasi pilar 1, pemerintah akan mengoptimalkan penerpan pajak atas transaksi elektronik (PTE).
Salah satunya melalui pemungutan PPN atas penyerahan barang atau jasa dalam perdagangan yang dilakukan melalui sistem elektronik (PMSE). Potensi penerimaan pajak dari penerapan PPN PMSE mencapai Rp 63 triliun, jika menggunakan asumsi tarif PPN 10%.
Namun jika tarif PPN dinaikan menjadi 12% maka penerimaan pajak yang bisa dipungut mencapai Rp 75,6 triliun. (asp)