Pensiun Dini Dikontrak Kerja Lagi, Bagaimana Hitung Pajak dan Lapor SPT-nya?
Winni Hidayanti,
Thursday, 24 June 2021
Dear, Tanya-tanya Pajak...
Tahun lalu, saya diminta untuk pensiun dini dari perusahaan karena kondisi perusahaan yang kurang bagus akibat pandemi Covid-19. Namun, kemudian perusahaan kembali mempekerjakan saya sebagai karyawan kontrak.
Pada pelaporan SPT tahun ini, saya jadi memiliki dua bukti potong. Ketika saya mencoba melapor SPT dengan kedua bukti potong tersebut, saya jadi kurang bayar.
Terkait kondisi ini, apakah saya harus membayar pajak kurang bayar tersebut, sementara nilai kurang bayarnya cukup besar? Karena saya merasa perusahaan telah membayar pajak saya, sehingga seharusnya saya sudah tidak memiliki kewajiban untuk membayar pajak lagi. Terima kasih
~Arya P, Tangerang~
Jawaban:
Salam, Pak Arya.
Terima kasih atas pertanyaan Anda. Umumnya, ketika karyawan pensiun, perusahaan akan mengeluarkan dua bukti potong PPh 21 sebagai bukti pelaksanaan kewajiban perusahaan, yang harus dilaporkan dalam SPT tahunan Orang Pribadi 1770 S.
Pertama, bukti potong PPh atas penghasilan pegawai tetap (formulir 1721 A1) yang wajib dilaporkan pada kolom ”Daftar pemotongan/pemungutan oleh pihak lain” dalam SPT (Lampiran I bagian C).
Kedua, bukti potong PPh atas pesangon yang bersifat final (Formulir 1721-VII). Pesangon dipisahkan dengan penghasilan lain untuk dikenakan tarif PPh umum dan wajib dilaporkan pada kolom ”Penghasilan yang dikenakan PPh final” dalam SPT (lampiran II bagian A).
Apabila karyawan yang bersangkutan dipekerjakan kembali maka perusahaan akan mengeluarkan kembali bukti potong PPh 21 atas periode kerja kontrak pada tahun tersebut, berupa formulir 1721 A1.
Dengan demikian, Anda memiliki dua bukti potong PPh 1721 A1, yang menjelaskan jumlah penghasilan yang diterima saat pensiun dan kontrak kerja tahun berjalan, serta masing-masing potongan pajak yang disetorkan perusahaan.
Umumnya, jumlah penghasilan selama setahun adalah 12 bulan. Sedangkan dalam kasus Anda, terjadi pemotongan PPh 21 untuk dua periode kerja yang masing-masing mungkin tidak genap setahun. Namun, di masing-masing bukti potong PPh 1721 A1 yang diterbitkan perusahaan, Anda mendapatkan pengurangan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) selama setahun penuh (12 bulan).
Alhasil, terjadi risiko kurang bayar pajak ketika Anda mengakui dan menggabungkan kedua penghasilan tersebut dalam SPT. Sebab, PTKP hanya diakui sekali dalam SPT tahunan dan penerapan tarif pajaknya harus disesuaikan dengan tarif progresif (Pasal 17 UU PPh).
Penghasilan Kena Pajak | Tarif |
Sampai dengan Rp50 juta | 5% |
Rp50 juta - Rp250 juta | 15% |
Rp250 juta - Rp500 juta | 25% |
Lebih dari Rp500 juta | 30% |
Baca juga: Mangkir Lapor SPT dan Dapat Surat Panggilan Pemeriksaan Pajak, Harus Bagaimana?
Ilustrasi
Karyawan A dinyatakan pensiun pada bulan Maret. Meskipun total penerimaan A tidak genap setahun atau hanya tiga bulan (Januari-Maret), namun karyawan A mendapatkan pengurangan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) setahun penuh (12 bulan) dalam bukti potong PPh 1721 A1.
Karena kebutuhan, perusahaan mempekerjakan kembali A dengan status karyawan kontrak terhitung sejak Oktober tahun berjalan. Perusahaan kembali menerbitkan bukti potong PPh 21 (1721 A1) di akhir tahun, yang hanya melingkupi penghasilan karyawan A selama Oktober-Desember. Atas penghasilan selama tiga bulan tersebut, karyawan kontrak A kembali mendapatkan pengurang PTKP setahun penuh.
Rincian Bukti Potong PPh 21 |
(1) Saat Pensiun (Januari-Maret) |
(2) Kontrak Kerja Baru (Oktober-Desember) |
Total Penghasilan | 60.000.000 | 70.000.000 |
Biaya Jabatan | (1.500.000) | (1.500.000) |
Penghasilan Neto | 58.500.000 | 68.500.000 |
PTKP (TK/0) | (54.000.000) | (54.000.000) |
Penghasilan Kena Pajak | 4.500.000 | 14.500.000 |
PPh 21 (tarif 5%) | 225.000 | 725.000 |
Pelaporan SPT Tahunan Orang Pribadi
Jumlah Penghasilan (1 & 2) | 130.000.000 |
Biaya Jabatan (6 Bulan) | (3.000.000) |
Penghasilan Netto | 127.000.000 |
PTKP (TK/0) | (54.000.000) |
Penghasilan Kena Pajak | 73.000.000 |
PPh Terutang (5%-15%) | 5.950.000 |
PPh 21 Yang Sudah Dipotong (1 Dan 2) | 950.000 |
Pajak Kurang Bayar | 5.000.000 |
Atas pajak kurang bayar sebesar Rp5.000.000 tersebut dikenakan PPh Pasal 29. Dalam hal ini, karyawan A wajib menyetorkan kekurangan ini paling lambat akhir Maret tahun berikutnya atau sebelum batas akhir pelaporan SPT tahun berjalan.
Solusi
Untuk menghindari permasalahan di atas, Anda bisa meminta perusahaan selaku pemberi kerja untuk menggabungkan kedua penghasilan tersebut (sebelum pensiun dan kontrak baru) pada perhitungan PPh 21 di bulan Desember, sebagaimana pola perhitungan pindah cabang. Meskipun konsekuensinya PPh 21 terutang atau yang dipotong perusahaan akan lebih tinggi.
Dengan demikian, Anda bisa terhindar dari risiko kurang bayar pajak atau tidak perlu menyetorkan sendiri pajak terutang karena sudah dibantu perhitungan dan pembayarannya oleh perusahaan. Dengan asumsi tidak ada penghasilan dari pemberi kerja lain atau usaha lain.
Sebenarnya bagi Wajib Pajak, membayarkan sendiri kurang bayar pajak atau pemotongan PPh 21 oleh perusahaan, sama saja pengaruh atau beban pajaknya. Namun, kondisinya menjadi berbeda jika perusahaan menanggung pajak atau memberikan tunjangan pajak. Beban pajak perusahaan otomatis akan menjadi lebih besar jika kedua penghasilan di atas digabungkan dalam perhitungan pajak di formulir 1721 A1.
Demikian penjelasan dari saya, dan terima kasih.
Salam
Catatan:
Tanya-tanya Pajak merupakan kolaborasi Kompas.com dan MUC Consulting seputar kebijakan dan praktik perpajakan. Sobat Pajak dapat mengajukan pertanyaan melalui link ini. Artikel ini telah terbit di Kompas.com, Jumat (18/06/2021).
Kompas.com