Pemerintah Ancam Cabut Tax Holiday
Tuesday, 27 April 2021
JAKARTA. Pemerintah mengancam akan mencabut persetujuan fasilitas penghapusan pajak penghasilan (PPh) atau tax holiday kepada komitmen investasi senilai Rp 1.000 triliun, lantaran tidak kunjung terealisasi.
Mengutip bisnis.com, pemerintah menduga banyak pelaku usaha yang memanfaatkan fasilitas tax holiday tetapi enggan merealisasikan investasinya. Padahal, aliran dana dalam bentuk investasi langsung bisa memberikan dampak besar terhadap perekonomian Indonesia.
Saat ini, kewenangan untuk menyetujui dan membatalkan tax holiday berada di bawah kendali Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 130/PMK.010/2020.
Dalam beleid tersebut ditegaskan, bahwa pelaku usaha yang mendapatkan fasilitas tax holiday wajib merealisasikan komitmen investasinya paling lambat satu tahun sejak komitmen diterima.
Baca Juga: Menkeu Pasrahkan Otoritas Pemberian Tax Holiday ke BKPM
Sementara itu, di luar komitmen investasi yang mendapatkan fasilitas tax holiday yang belum teralisasi, pemerintah mencatat jumlah investasi yang tidak teralisasi mencapai Rp 708 triliun dan yang sudah terealisasi secara bertahap sebesar Rp 517,6 triliun.
Kepala BKPM Bahlil Lahadi berjanji akan menyelesikan semua komitmen investasi yang belum teralisasi tersebut.
Tumbuh 4,3% di Kuartal Pertama
Sepanjang kuartal pertama 2021, BKPM mencatat nilai investasi yang teralisasi senilai Rp 219,7 juta triliun, atau tumbuh 4,3% jika secara year on year (yoy).
Investasi itu terdiri dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) senilai 108 triliun, atau tumbuh negatif 4,2% yoy dan Penanaman Modal Asing (PMA) senilai Rp 111,7 triliun atau tumbuh positif 14% yoy.
Baca Juga: Gempuran Barang Impor Merugikan, Industri Nasional Jangan Diam!
Berdasarkan data tersebut dapat dilihat, bahwa realisasi investasi dari luar negeri lebih tinggi dibandingkan yang berasal dari dalam negeri. Bahkan BKPM mengklaim, hal tersebut dapat diartikan kepercayaan dunia pada Indonesia sudah mulai normal.
Sementara jika dilihat berdasarkan jenis industri, sektor perumahan, kawasan industri dan perkantoran menyerap investasi sebesar 13,4% dari total investasi. Sektor lainnya seperti industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya menyerap 12,7%.
Sektor transportasi, gudang dan telekomunikasi menyerap 11,6% dan industri lain seperti makanan, listrik gas dan air serta sektor lainnya masing-masing memberikan menyerap investasi sebesar 8,9%, 9,2%, dan 43,2% dari total nilai investasi. (ASP)