Pandemi, Stimulus dan Kontraksi Penerimaan
Monday, 11 January 2021
Realisasi penerimaan pajak sementara tahun 2020 tercatat sebesar Rp 1.070 triliun, atau hanya 89,3% dari target yang dipatok pemerintah dalam APBN P 2020 kedua (Perpres Nomor 72 tahun 2020).
Bukan hanya gagal mencapai target, penerimaan pajak 2020 juga mengalami kontraksi sebesar 19,7% yang merupakan kontraksi terbesar sepanjang tahun 2020.
Secara umum ada beberapa hal yang mempengaruhi kinerja penerimaan pajak tahun 2020:
- Pertumbuhan ekonomi melambat akibat pendemi yang memukul berbagai sektor industri sehingga menekan penerimaan pajak dari korporasi.
- Menurunnya aktivitas perdagangan internasional sehingga mempengaruhi penerimaan pajak internasional.
- Pembatasan sosial membatasi upaya otoritas pajak dalam melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi.
- Pemberian insentif perpajakan memperberat beban otoritas dalam mengumpulkan penerimaan.
Pelambatan ekonomi
Pada tahun 2020 Indonesia mengalami resesi ekonomi, yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi negatif selama dua kuartal secara berturut-turut. Pertumbuhan ekonomi triwulan II negatif 5,3% dan kuartal III minus 3,5%. Bahkan, pertumbuhan ekonomi triwulan IV juga diperkirakan masih berada di zona negatif antara -2,9% hingga -0,9%.
Pemerintah optimis ekonomi akan membaik pada triwulan IV berdasarkan tren pembalikan arah yang terlihat dari kinerja ekonomi pada triwulan III di bandingkan triwulan II.
Penerimaan Terus Merosot
Konstraksi ekonomi sepanjang 2020 sangat berpengaruh terhadap pencapaian penerimaan pajak yang semakin jauh dari target. Hal itu terlihat dari data historis pertumbuhan penerimaan pajak bulanan sepanjang 2020.
Anomali Tren Pertumbuhan
Apabila dilihat dari tren pertumbuhan dari masing-masing jenis pajak, ada pergerakan anomali yang terjadi untuk beberapa jenis pajak, yaitu PPh Non Migas dan PPN dan PPnBM. Kedua jenis pajak ini justru melandai menjelang akhir tahun. Tidak seperti biasanya yang kecenderungannya meningkat di akhir tahun.
Kinerja terparah adalah PPh badan dan PPh pasal 22 Impor yang minus masing-masing 37,8% dan 49,51%. Bahkan pada empat bulan terakhir pertumbuhan kedua jenis pajak ini juga terkontraksi lebih dalam dari periode sebelumnya.
Semua Sektor Tertekan
Berdasarkan sektor industri, penerimaan pajak yang mengalami kontraksi paling dalam adalah sektor pertambangan –yang negatif 43,72%%. Disusul industri konstruksi dan real estat yang minus 22,56%, industri pengolahan sebesar -20,21%, perdagangan -18,94%, transportasi dan pergudangan minus 15,41% dan industri jasa keuangan dan asuransi tumbuh -14,31%.
Penerimaan pajak dari berbagai sektor ini juga mengalami perlambatan dalam tiga bulan terakhir, dibanding kuartal-kuartal sebelumnya, kecuali pertambangan yang sedikit membaik pada triwulan IV dibanding triwulan III.
Porsi Penerimaan Tak Berubah
Apabila dilihat berdasarkan jenis pajak, kinerja penerimaan pada tahun 2020 sangat terdampak oleh rendahnya penerimaan PPh Non Migas dan PPN yang memiliki porsi masing-masing 52,4% dan 41,9%. Adapun kedua jenis pajak ini mengalami kontraksi yang sangat besar yaitu 21,4% dan 15,6%.
Meski demikian, secara umum tidak ada perubahan struktur porsi dari setiap jenis pajak terhadap total penerimaan pajak
Dua Kali Revisi Target
Pandemi Covid-19 yang masif dengan pertumbuhan kasus yang pesat membuat pemerintah harus beradaptasi dengan cepat. Hal itu berdampak pada keputusan pemerintah untuk merevisi target penerimaan dan postur APBN secara keseluruhan sebanyak dua kali.
Postur APBN 2020 yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2019 dan menjadi pegangan awal pemerintah, harus direvisi dengan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 tahun 2020 dan Perpres Nomor 72 tahun 2020.
Target penerimaan pajak di APBN 2020 sebesar Rp 1.642,57 triliun diturunkan dua kali menjadi Rp1.254,11 triliun dan terakhir menjadi Rp1.198,81 triliun.
Pajak Untuk Stimulus
Perubahan postur APBN ini terjadi lantaran pemerintah harus mengubah fokus belanja negara pada upaya mitigasi dampak pendemi terhadap ekonomi serta mendukung upaya perlindungan kesehatan.
Dengan perubahan orientasi ini maka fungsi pajak dialihkan tidak hanya untuk mendukung pembangunan dari sisi penerimaan, tetapi sebagai alat stimulus melalui berbagai paket insentif yang diberikan.
Sejumlah insentif pajak yang diberikan pemerintah di antaranya PPh dan PPh final ditanggung pemerintah, pembebasan PPh Pasal 22 Impor, pengurangan angsuran PPh Pasal 25 dan percepatan restitusi PPN. (asp)