UU Bea Meterai Baru Dirilis, Ini Rinciannya
Wednesday, 04 November 2020
Pemerintah resmi mengesahkan Undang-Undang (UU) Bea Meterai nomor 10 tahun 2020, pada tanggal 26 Oktober 2020. Dengan pengesahan tersebut, maka ketentuan lama yang mengatur mengenai bea meterai, yaitu UU nomor 13 tahun 1985, yang dianggap sudah tidak relevan dengan kebutuhan saat ini, resmi dicabut.
Pengesahan ini dilakukan setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui pengesahan Rancangan UU bea meterai menjadi UU pada tanggal 29 September. Meski sudah disahkan UU ini baru berlaku efektif mulai 1 Januari 2021.
Secara umum ada beberapa penyesuaian yang dilakukan melalui beleid baru ini. Pertama, besaran nominal bea meterai atau juga yang disebut sebagai pajak atas dokumen kini menggunakan tarif tunggal sebesar Rp 10.000, berbeda dari tarif yang sebelumnya berlaku yaitu Rp 3.000 dan Rp 6.000.
Baca Juga: Pink Tax, Diskriminasi Harga Berbasis Gender
Selain itu, aturan baru juga hanya mewajibkan penggunaan bea meterai untuk dokumen yang memiliki nilai nominal Rp 5 juta ke atas. Padahal, sebelumnya batasan dokumen yang wajib memakai bea meterai minimal bernilai Rp 1 juta.
Besaran tarif dan batasan minimal nilai dokumen tersebut dapat diubah menyesuaikan kondisi ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat. Indikator yang akan digunakan untuk menyusun formula perubahan itu meliputi tingkat pertumbuhan ekonomi, inflasi, perkembangan investasi, penerimaan negara, dan daya beli masyarakat.
Perubahan dapat dilakukan dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah setealah melakukan konsultasi dengan DPR.
Meterai Elektronik
Untuk menunjang kebutuhan bisnis digital, UU terbaru juga mengatur tentang keberadaan meterai elektronik dan meterai bentuk lain, diluar jenis meterai tempel yang selama ini lazim digunakan.
Berbeda dengan meterai tempel, meterai elektronik akan berisi kode unik disertai keterangan tertentu. Namun demikian, penjelasan detil mengenai kode unik dan keterangan tertentu akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Dengan adanya ketentuan ini, pemerintah berharap penerimaan negara dari transaksi digital melalui bea meterai elektronik akan optimal. Penggunaan dokumen elektronik ini akan mendorong penerapan kebiasaan paperless yang dapat menjadi opsi bagi dunia usaha agar lebih efisien.
Baca Juga: Menkeu Pasrahkan Otoritas Pemberian Tax Holiday ke BKPM
Secara spesifik ada beberapa ketentuan lain yang penting untuk diketahui dalam UU tentang pajak atas dokumen anyar ini. Diantaranya seperti jenis dokumen lain yang dikenai bea meterai, selain yang bernilai Rp 5 juta ke atas,seperti:
- Surat Perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis beserta rangkapannya
- Akta notaris beserta grosse, salinan dan kutipannya
- Akta pejabat pembuat akta tanah beserta salinan dan kutipannya
- Surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apapun
- Dokumen transaksi surat berharga, termasuk dokumen kontrak berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apapun
- Dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang, salinan risalah lelang dan grosse risalah lelang
- Dokumen lainnya yang ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah
Sementara itu, aturan ini juga menegaskan sejumlah dokumen yang tidak wajib dikenai Bea Meterai, seperti:
- Dokumen terkait dengan lalu lintas orang dan barang
- Ijazah
- Tanda terima pembayaran gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan dan pembayaran lain yang terkait dengan hubungan kerja
- Tanda terima uang negara, baik melalui kas negara, kas pemerintah daerah, bank dan lembaga lain yang ditunjuk negara
- Kuitansi untuk semua jenis pajak dan penerimaan lainnya
- Tanda terima uang untuk keperluan internal organisasi
- Dokumen terkait simpanan uang atau surat berharga di bank, koperasi dan badan lainnya
- Surat gadai
- Tanda pembagian keuntungan, bunga atau imbal hasil dari surat berharga
- Dokumen yang diterbitkan Bank terkait pelaksanaan kebijakan moneter