Nikmati Penurunan Tarif PPh, Emiten Wajib Laporkan Kepemilikan Saham
Friday, 11 September 2020
Wajib Pajak (WP) Badan go public, harus menyampaikan laporan bulanan kepemilikan saham dan laporan kepemilikan yang memiliki hubungan istimewa kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Ketentuan ini berlaku bagi korporasi go publik atau emiten yang memanfaatkan penurunan tarif Pajak Penghasilan ( PPh).
Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 123/PMK.03/2020, yang terbit dan efektif mulai tanggal 2 September 2020. Beleid ini merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2020, tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang nomor 1 Tahun 2020.
Dalam dua beleid yang keluar sebelumnya, pemerintah telah menurunkan tarif PPh badan menjadi 20% secara bertahap dalam tiga tahun. Untuk tahun 2020 dan 2021 besaran tarif PPh sebesar 22% dan pada tahun 2022 20%. Adapun untuk perusahaan go public, yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek, tarif yang berlaku lebih rendah lagi 3% dari yang ditetapkan pemerintah.
Laporan bulanan yang wajib disampaikan korporasi yang melantai di bursa efek meliputi kepemilikan saham yang dicatat sendiri oleh emiten maupun rekapitulasi kepemilikan saham yang telah dilaporkan oleh otoritas bursa, dalam hal ini Biro Administrasi Efek.
Laporan bulanan tersebut dibuat setiap tahun pajak dengan mencantumkan identitas seperti nama dan nomor pokok wajib pajak dan menyebutkan tahun pajak. Selain itu, laporan juga harus menyertakan dokumen yang membuktikan perusahaan memang berhak menggunakan fasilitas pajak tersebut.
Selanjutnya, laporan tersebut juga harus dilampirkan bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh.
Tentang Hubungan Istimewa
Pemilik saham yang memiliki hubungan istimewa menurut aturan ini yaitu pemegang saham pengendali baik secara langsung maupun tidak terhadap emiten. Pengertian lainnya dari hubungan istimewa adalah serta pemegang saham utama, yang memiliki 20% hak suara baik secara langsung atau tidak.
Ketentuan lebih rinci mengenai hubungan istimewa sebetulnya telah diatur dalam Undang-Undang Pasar Modal dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Indikator Kelayakan
Kewajiban menyampaikan laporan ini menjadi salah satu instrumen bagi otoritas dalam menilai apakah sebuah emiten berhak menggunakan fasilitas pengurangan tarif PPh atau tidak. Sebab, sebagaimana yang dijelaskan dalam dalam kedua aturan sebelumnya, tidak semua emiten berhak mendapat pengurangan tarif.
Sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 30 Tahun 2020kriteria yang harus dipenuhi itu meliputi, perusahaan harus berbentuk Perseroan Terbatas (PT) dengan minimal jumlah saham yang diperdagangkan di bursa efek sebanyak 40% dan dimiliki oleh minimal 300 pihak. Masing-masing pihak tersebut mengusai saham maksimal sejumlah 5% dalam kurun waktu minimal selama 183 hari kalender.
Sementara itu emiten yang melakukan pembelian kembali (buyback) sahamnya tidak berhak mendapatkan fasilitas. Meskipun, kemudian ketentuan mengenai buyback ini mendapatkan pengecualian, bagi perusahaan yang membeli saham kembali dalam rangka penanggulangan dampak pandemi Corona Virus Disease (Covid-19) di bidang ekonomi.
Misalnya, ketika harga saham mengalami fluktuasi dan perusahaan terpaksa harus melakukan buyback agar harga saham stabil, sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 29 Tahun 2020.
Pihak lain, yang tidak berhak mendapatkan pengurangan PPh adalah perusahaan go public yang ternyata sahamnya dimiliki oleh pihak terafiliasi atau memiliki hubungan istimewa, seperti pihak pengendali. (asp)