Aturan Penggunaan e-Bupot Diperluas
Thursday, 13 August 2020
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memperluas ketentuan tentang kewajiban penggunaan bukti potong elektronik melalui aplikasi e-Bupot dengan menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP-368/PJ/2020.
Dalam ketentuan yang berlaku mulai tanggal 10 Agustus ini, DJP menetapkan seluruh Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan, harus menggunakan e-Bupot dalam membuat bukti potong atas Pajak Penghasilan (PPh) pasal 23 atau PPh pasal 26 mulai masa pajak September 2020. Hal ini berbeda dari mekanisme penetapan yang selama ini dilakukan.
Selama ini, DJP akan mengeluarkan daftar nama wajib pajak yang wajib menggunakan e-Bupot, seperti yang tertuang dalam Keputusan Dirjen Pajak nomor KEP-178/PJ/2017, KEP-178/PJ/2018, KEP-452/PJ/2018, KEP-599/PJ/2019, KEP-652/PJ/2019 dan KEP-269/PJ/2020. Jadi, tidak secara otomatis wajib pajak yang memenuhi persyaratan harus menggunakan e-Bupot.
e-Bupot merupakan aplikasi khusus yang disediakan DJP untuk membuat bukti potong elektronik. Agar bisa membuat e-Bupot wajib pajak yang memenuhi kriteria harus memiliki sertifikat elektronik.
Merujuk Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-04/PJ/2007, kriteria wajib pajak yang harus membuat e-Bupot yaitu, pertama telah menerbitkan lebih dari 20 bukti pemotongan PPh Pasal 23 atau PPh Pasal 26 dalam satu masa pajak. Kedua, jumlah penghasilan bruto yang menjadi dasar pengenaan pajak lebih dari Rp 100 juta dalam satu bukti potong.
Baca Juga: Tanda Tangan Elektronik Sah Dipakai Dalam Surat Keberatan Melalui e-Filing
Ketiga, sudah pernah menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa elektronik. Keempat, terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya, KPP di lingkungan Kanwil Jakarta Khusus atau Kanwil DJP Wajib Pajak Besar.
Sebagai bukti pemotongan PPh pasal 23 dan PPh pasal 26 diperlukan wajib pajak agar bisa menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26.
Bagi wajib pajak yang tidak diharuskan membuat e-Bupot, maka dalam menyampaikan SPT masa PPh Pasal 23 dan pasal 26-nya bisa menggunakan bukti potong berbentuk fisik.
SPT Masa PPh Pasal 23 dan 26 merupakan surat yang dipakai wajib pajak dalam melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak penghasilan. Ada dua jenis SPT masa, pertama yang disampaikan secara elektronik dan yang disampaikan secara manual, dengan menggunakan dokumen fisik.
Selain harus berisi daftar bukti potong, SPT Masa juga berisi dokumen induk SPT Masa PPh, surat setoran pajak serta bukti penerimaan negara atau bukti pemindahbukuan. (asp)