Pemerintah memberikan insentif pajak kepada perusahaan dan individu yang memberikan beasiswa pendidikan baik formal maupun nonformal, dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 68/PMK.03/2020. Aturan ini menyebutkan, biaya-biaya yang dikeluarkan terkait pemberian beasiswa merupakan komponen pengurang penghasilan bruto, dalam menghitung penghasilan kena pajak (PKP).
Berikut adalah biaya-biaya yang boleh menjadi pengurang penghasilan bruto:
- Biaya pendidikan yang dibayarkan ke sekolah, lembaga pendidikan atau pelatihan
- Biaya ujian
- Biaya penelitian yang terkait dengan bidang studi
- Biaya buku
- Biaya transportasi
- Biaya hidup wajar
Bukan Objek PPh
Biaya yang dibayarkan ke sekolah, lembaga pendidikan atau pelatihan, selain bisa menjadi pengurang penghasilan bruto, juga bukan merupakan objek PPh bagi penerimanya. Begitupula apabila ada sisa lebih antara dana beasiswa yang diterima dengan biaya yang dikeluarkan lembaga pendidikan, kelebihannya bukan objek PPh.
Baca Juga: Aturan Pembuatan Bukti Potong PPh Pasal 23 atau 26 Diperluas
Biaya yang dimaksud adalah biaya yang dikeluarkan oleh instansi atau lembaga pendidikan untuk mendapatkan, menagih dan memeliharan dana beasiswa. Contohnya adalah bantuan, sumbangan atau harta hibahan, biaya operasional kegiatan pendidikan, biaya pengadaan barang untuk mendukung kegiatan operasional serta biaya untuk meningkatkan mutu dan layanan pendidikan.
Namun demikian, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar dana sisa lebih tersebut bisa dikategorikan sebagai bukan objek pajak. Syarat tersebut diantaranya, pertama digunakan untuk hal-hal tertentu seperti pembangunan atau pengadaan sarana dalam menunjang kegiatan pendidikan, serta kegiatan penelitian dan pengembangan.
Kedua, dialokasikan ke dalam bentuk dana abadi dengan catatan badan atau lembaga penerima telah mendapatkan akreditasi dari instansi yang berwenang dan disetujui oleh pimpinan perguruan tinggi baik negeri maupun swasta, majelis wali amanat dan pejabat instansi pemerintah terkait.
Dana sisa lebih tersebut harus direalisasikan dalam waktu maksimal empat tahun setelah kelebihan diterima dan wajib dilaporkan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) setiap tahun pajak. Apabila setelah jangka waktu tersebut sisa lebih tidak digunakan sebagaimana mestinya, maka harus diakui sebagai tambahan penghasilan yang menjadi objek PPh dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh sebagai koreksi fiskal. (ASP)