Opinion

Menilik Rencana Penerapan “Pajak” Turis di Pulau Dewata

Amarta Devanda Rahendra* | Friday, 01 March 2024

Menilik Rencana Penerapan “Pajak” Turis di Pulau Dewata

Sudah jadi rahasia umum, bahwa Bali merupakan salah satu destinasi wisata favorit tidak hanya bagi pelancong dalam, tetapi juga mancanegara. Popularitasnya juga menempatkan pulau Data menjadi daerah yang menyumbang devisa terbanyak di sektor pariwisata.

Data Badan Pusat Statistik menyebut, sepanjang periode Januari-Oktober 2023, sebanyak 6,5 juta orang telah menginjakkan kakinya di pulau yang tersohor dengan wisata alam dan budayanya itu. 

Dari jumlah itu, 65% lebih di antaranya atau sekitar 4,3 juta pengunjung, berasal dari mancanegara alias wisatawan asing. Karena itulah, Bali kemudian menjelma menjadi kawasan yang menyumbangkan devisa negara paling besar dari sektor pariwisata. 

Tingginya potensi wisata di pulau Bali, membuat pemerintah memberikan hak eksklusif berupa kewenangan untuk melakukan pungutan khusus bagi wisatawan asing (PWA). Hak tersebut diberikan berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2023 tentang Provinsi Bali.

Bukan Pajak Daerah

Dengan adanya hak Istimewa ini, maka sumber pendapatan daerah yang akan dipungut pemerintah provinsi Bali akan bertambah.

Meski berupa pungutan, PWA tidak dikategorikan sebagai pajak ataupun retribusi daerah. Sehingga dalam postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Bali, PWA dikelompokkan sebagai penerimaan lain-lain.

Namun atas dasar kemiripan karakteristik keduanya, penulis berpendapat bahwa pada suatu waktu di masa depan perlu dilakukan pendefinisian ulang dari PWA sebagai pungutan yang bersifat wajib dan apakah perlu dilakukan reklasifikasi dari pungutan tersebut sebagai kelompok Pajak Daerah.

Rencananya, besaran PWA yang akan dipungut sebesar Rp 150.000 atau sekitar US$ 10 per wisman, dengan asumsi kurs yang berlaku adalah Rp 15.000 per US$. Pungutan tersebut bersifat final, artinya pengunjung hanya membayar satu kali di muka.

Adapun pembayarannya didesain secara non tunai atau cashless, menggunakan sistem digital berbasis website yang telah disediakan oleh Pemprov Bali dengan nama Love Bali.  Dengan sistem cashless maka media pembayaran akan variatif. Karena bisa melalui transfer bank, virtual account, sampai dengan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard). 

Dengan rata-rata pengunjung sebesar 437 ribu per bulan selama periode Januari - Oktober 2023, penerapan PWA ini dapat menyumbang devisa negara sampai dengan  787 miliar rupiah setiap tahunnya. Jumlah yang tentunya cukup signifikan. 

Konservasi Alam dan Budaya

Di samping untuk menambah sumber pendapatan daerah baru, pengenaan PWA ini bertujuan untuk konservasi dan melindungi baik kekayaan alam maupun budaya di pulau Dewata.

Hal itu sebagaimana diuraikan di dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pungutan Bagi Wisatawan Asing Untuk Perlindungan Kebudayaan dan Lingkungan Alam Bali. 

Karena, seperti diuraikan di awal, Bali merupakan daerah yang menjadi destinasi andalan di Indonesia. Kehadiran turis mancanegara yang masif setiap tahunnya, harus menjadi perhatian pemerintah karena di samping mendatangkan devisa, hal itu juga membuat Bali lebih rentan terhadap masuknya hal-hal yang tidak diinginkan. 

Dengan adanya PWA diharapkan pemerintah Provinsi Bali memiliki sumber pembiayaan yang cukup untuk menjalankan program konservasi dan pelestarian budaya. Hal tersebut sebagaimana yang tertuang di dalam Pasal 3 Perda No. 6 Tahun 2023.

Di samping itu, pungutan juga dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan dari aktivitas wisata di Bali.  Misalnya, melalui penyelenggaraan tata kelola wisata yang lebih baik dengan memperhatikan aspek-aspek seperti, kebersihan, ketertiban, keamanan, dan kenyamanan. 

Maka dapat disimpulkan, pengenaan PWA ini bukan hanya untuk meraup keuntungan semata. Karena para wisman yang membayarkan sejumlah uang tersebut mendapatkan feedback yang dapat meningkatkan pengalaman berlibur mereka. 

Mengingat hal tersebut, secara konsep dan tujuan, penulis berpendapat kebijakan ini layak untuk diimplementasikan. Karena bukan hanya untuk menguntungkan pemerintah daerah, tetapi juga baik untuk wisatawan. 

Apalagi, apalah artinya US$ 10 bagi wisatawan asing yang hanya setara dua potong hamburger Big Mac dari McDonald’s di Amerika Serikat, tetapi dampaknya bisa sangat besar. Karenanya, penulis berandai. Jika implementasi pungutan wisatawan ini efektif di Bali, mengapa tidak jika diterapkan juga di daerah lain.

*Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia



Disclaimer! Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.


Global Recognition
Global Recognition | Word Tax     Global Recognition | Word TP
Contact Us

Jakarta
MUC Building
Jl. TB Simatupang 15
Jakarta Selatan 12530

+6221-788-37-111 (Hunting)

+6221-788-37-666 (Fax)

Surabaya
Graha Pena 15th floor
Jl. Ahmad Yani 88
Surabaya 60231

 

Subscribe

For more updates and information, drop us an email or phone number.



© 2020. PT Multi Utama Consultindo. All Rights Reserved.