Lewat PMK 79/2023, DJP Bisa Menilai NJOP PBB, Harta dan Bisnis Wajib Pajak
Monday, 18 September 2023
Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 79 tahun 2023, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berwenang melakukan penilaian atau appraisal untuk kepentingan perpajakan, atas harta wajib pajak, nilai bisnis dan penetapan nilai jual objek pajak (NJOP) untuk pajak bumi dan bangunan (PBB).
Dalam pertimbangannya, aturan ini terbit untuk memberikan keadilan dan kepastian hukum. Terutama, dalam konteks penilaian di bidang pajak penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan PBB. Termasuk, untuk kepentingan penagihan dengan surat paksa.
Penilaian Objek PBB
DJP dapat menilai objek PBB pada tahun berjalan atau beberapa tahun sebelumnya yang dilakukan melalui dua mekanisme, yaitu penilaian kantor dan penilaian lapangan.
Penilaian kantor dilakukan melalui kegiatan menganalisis data objek PBB, untuk menerbitkan surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT), berdasarkan data atau informasi dalam surat pemberitahuan objek pajak (SPOP) yang disampaikan wajib pajak.
Kemudian, penilaian lapangan dilakukan melalui serangkaian kegiatan seperti mengidentifikasi, mengumpulkan dan menganalisis data terkait objek PBB.
Adapun penilaian lapangan ini dapat dilakukan dalam rangka pelaksanaan pengawasan, pemeriksaan, penyelesaian keberatan, pengurangan ketetapan PBB yang tidak benar, pemeriksaan bukti permulaan hingga penyidikan.
Hasil penelitian tersebut kemudian menjadi dasar penghitungan PBB terutang yang dituangkan di dalam:
a. SPPT PBB berdasarkan SPOP yang disampaikan Wajib Pajak saat dilakukan pengawasan;
b. Surat ketetapan PBB pada saat dilakukan pemeriksaan;
c. Surat keputusan keberatan pada penyelesaian keberatan PBB;
d. Surat keputusan pengurangan ketetapan PBB yang tidak benar pada penyelesaian permohonan pengurangan ketetapan PBB yang tidak benar;
e. Penghitungan kerugian pada pendapatan negara pada saat dilakukan pemeriksaan bukti permulaan; dan
f. Penghitungan dan pemulihan kerugian pada pendapatan negara pada saat dilakukan penyidikan.
Penilaian Harta dan Bisnis Wajib Pajak
DJP dapat melakukan penilaian atas harta berwujud, harta tidak berwujud maupun bisnis wajib pajak setiap satu atau beberapa masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak. Mekanisme penilaian dapat dilakukan dengan cara penilaian kantor atau penilaian lapangan.
Adapun objek penilaian atas harta berwujud, tidak berwujud dan bisnis wajib pajak dilakukan atas:
Harta Berwujud |
Harta Tidak Berwujud |
Nilai Bisnis |
|
|
|
Kemudian, penilaian atas harta berwujud, harta tidak berwujud dan bisnis wajib pajak meliputi:
- Nilai imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan (Pasal 4 (1) huruf a UU PPh).
- Penghasilan dari transaksi pengalihan harta atas tanah atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate dan persewaan tanah atau bangunan yang dikenakan PPh final (Pasal 4 (2) huruf d UU PPh).
- Harga perolehan atau harga penjualan harta yang dipengaruhi hubungan istimewa. yaitu jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar (Pasal 10 (1) UU PPh).
- Nilai perolehan atau nilai penjualan dalam hal terjadi tukar-menukar harta. Yaitu jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar (Pasal 10 (2) UU PPh).
- Nilai perolehan atau pengalihan harta dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha. Yaitu jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar (Pasal 10 (3) UU PPh).
- Dasar pengalihan harta. Yaitu nilai sisa buku atau nilai yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak atau nilai pasar dari harta (Pasal 10 (4) & (5) UU PPh).
- Harga perolehan atau nilai sisa buku harta berwujud yang memengaruhi besarnya biaya penyusutan (Pasal 11 UU PPh).
- Harga perolehan atau nilai sisa buku harta tak berwujud yang memengaruhi besarnya biaya amortisasi (Pasal 11A UU PPh).
- Nilai untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan, serta utang sebagai modal (Pasal 18 (3) UU PPh).
- Harga transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dalam melakukan perjanjian dengan Wajib Pajak dan bekerja sama dengan pihak otoritas pajak negara lain (Pasal 18 (3a) UU PPh).
- Nilai wajar aktiva apabila terjadi ketidaksesuaian unsur biaya dengan penghasilan (Pasal 19 UU PPh).
- Harga pasar wajar untuk barang kena pajak berupa persediaan atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran Perusahaan (Pasal 1A (1) huruf e UU PPN).
- Harga jual atau penggantian yang dihitung berdasarkan harga pasar wajar dalam hal dipengaruhi oleh hubungan istimewa (Pasal 2 (1) UU PPN).
- Nilai kegiatan membangun sendiri sebesar jumlah biaya yang dikeluarkan atau yang dibayarkan untuk membangun sendiri, sebagai dasar pengenaan pajak (Pasal 16C UU PPN).
- Harga pasar atas penyerahan barang kena pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh pengusaha kena pajak (Pasal 16D UU PPN).
- Harga limit untuk penjualan barang sitaan secara lelang (Pasal 2 (3) UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP)).
- Nilai barang yang disita (Pasal 14 (2) UU PPSP).
- Harga jual untuk barang sitaan yang penjualannya dikecualikan dari penjualan secara lelang (Pasal 25 (2) UU PPSP).
Kegunaan Penilaian Harta dan Bisnis Wajib Pajak
Selanjutnya, hasil penilaian yang dilakukan DJP tersebut akan digunakan sebagai dasar:
- Penghitungan pajak terutang dalam analisis atau penelitian dalam rangka pengawasan;
- Penghitungan pajak terutang dalam pengujian dalam rangka pemeriksaan;
- Penentuan harga transfer yang wajar saat dilakukan prosedur persetujuan bersama;
- Penentuan harga transfer yang wajar saat dilakukan kesepakatan harga transfer;
- Penghitungan pajak terutang dalam rangka penyelesaian keberatan;
- Penghitungan pajak terutang dalam rangka penyelesaian permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak;
- Penentuan nilai jaminan aset berwujud, nilai barang yang disita, harga limit, dan harga jual untuk barang sitaan yang penjualannya dikecualikan dari penjualan secara lelang saat dilakukan penagihan;
- Penghitungan kerugian pada pendapatan negara pada saat dilakukan pemeriksaan bukti permulaan; dan
- Penghitungan dan pemulihan kerugian pada pendapatan negara pada saat dilakukan penyidikan.
Tata Cara Penilaian
Secara umum, penilaian dilakukan oleh tim penilai dan hanya dilaksanakan berdasarkan surat perintah penilaian yang ditetapkan oleh DJP. Adapun kegiatan penilaian terdiri dari lima rangkaian dimulai dengan menyiapkan bahan penilaian, pengumpulan data, melakukan analisis data, penerapan pendekatan penilaian yang sesuai dengan objek yang dinilai serta menyusun laporan penilaian.
No |
Tahap |
Uraian |
1 |
Menyiapkan bahan penilaian |
Meliputi:
|
2 |
Pengumpulan data objek dan pendukung penilaian |
Data terkait penetapan NJOP PBB, meliputi:
|
Data terkait Penilaian harta berwujud meliputi:
|
||
Data terkait harta tidak terwujud, meliputi:
|
||
3 |
Analisis data objek dan pendukung penilaian |
Analisis data terkait Penilaian NJOP PBB Meliputi:
|
Analisis data terkait harta berwujud, tidak berwujud, dan bisnis meliputi:
|
||
4 |
Penerapan pendekatan penilaian yang tepat |
|
5 |
Menyusun laporan penilaian |
Tim penilai wajib Menyusun laporan penilaian berdasarkan kertas kerja penilaian yang dibuat atas dasar pelaksanaan kegiatan penilaian. Apabila tidak diperoleh simpulan nilai, tim Penilai membuat Laporan Penilaian yang menghentikan Penilaian tanpa adanya simpulan nilai atas objek Penilaian. |
Secara rinci, pendekatan penilaian yang dipakai menentukan nilai harta berwujud, harta tidak berwujud dan nilai bisnis tertuang di dalam lampiran beleid yang diundangkan tanggal 24 Agustus 2023 dan berlaku 30 hari setelahnya. (ASP)