Berlaku 1 Juli 2023, Ketentuan Pajak Natura Akhirnya Dirilis
Wednesday, 12 July 2023
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akhirnya merilis ketentuan teknis mengenai pemajakan atas natura dan/atau kenikmatan, lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 66 Tahun 2023.
Aturan ini memang telah ditunggu wajib pajak, mengingat belum lengkapnya aturan mengenai natura atau kenikmatan yang diatur di dalam Undang-undang (UU) tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022.
Pada prinsipnya, aturan yang baru dirilis dan mulai berlaku 1 Juli 2023 ini menetapkan bahwa setiap pemberian natura dan/atau kenikmatan merupakan objek pajak penghasilan (PPh) selain natura/atau kenikmatan yang memang dikecualikan dari objek PPh.
Definisi Dipertajam
Dari sisi definisi, pemerintah melakukan penajaman. Misalnya, terkait natura di dalam PMK 66 Nomor 2023 diartikan sebagai imbalan dalam bentuk barang selain uang yang kepemilikannya dialihkan dari pemberi (perusahaan) kepada penerima (karyawan).
Sementara definisi kenikmatan di dalam beleid ini tetap sama dengan ketentuan sebelumnya yang ada di dalam PP 55/2022 yaitu, sebagai imbalan dalam bentuk hak atas pemanfaatan suatu fasilitas/pelayanan yang bersumber dari aktiva pemberi atau pihak ketiga.
Perbedaan Masa Berlaku
Secara umum ketentuan natura yang tertuang di dalam PMK Nomor 66 Tahun 2023 bersifat penegasan dan pengaturan yang lebih rinci. Meski demikian, ada beberapa hal teknis yang ternyata berbeda dengan aturan sebelumnya.
Salah satu perbedaan yang perlu diperhatikan oleh wajib pajak adalah mengenai masa berlaku aturan, kapan perusahaan wajib melakukan pemotongan PPh atas natura/kenikmatan.
Di dalam aturan sebelumnya, yaitu PP 55/2022, perusahaan wajib melakukan pemotongan PPh atas natura sejak 1 Januari 2023. Sedangkan di dalam PMK 66/2023 kewajiban memotong PPh atas natura berlaku mulai 1 Juli 2023. Sementara selama 1 Januari - 30 Juni 2023 pemberian natura/kenikmatan tidak wajib dipotong PPh.
Perbedaan masa berlaku ini akan berimplikasi pada perusahaan yang sudah terlanjur memotong PPh atas natura/kenikmatan sepanjang periode 1 Januari-30 Juni 2023.
Perbedaan lainnya, pada PP 55/2022 perusahaan tidak wajib memotong PPh atas natura yang diberikan pada tahun 2022, namun karyawan yang menerimanya tetap wajib membayar PPh atas natura. Namun, di PMK 66/2023 pemberian natura pada tahun 2022 dikecualikan dari objek pajak, artinya karyawan juga tidak wajib membayar PPh.
Implikasi dari perbedaan ini adalah bagi karyawan yang secara self-assesment sudah menghitung, membayar dan melaporkannya di SPT Tahunan PPh tahun 2022 harus melakukan pembetulan SPT.
Periode Pemberian Natura/Kenikmatan |
Pemberi Kerja |
Pegawai |
|
Pembebanan |
With Holding Tax |
||
2022 |
Deductible Expense mulai tahun buku 2022 |
Tidak melakukan Pemotongan |
Bukan Objek PPh |
1 Januari 2023 |
Deductible Expense |
Tidak melakukan Pemotongan |
Objek PPh, penghitungan dan pembayaran PPh terutang dilakukan sendiri oleh pegawai saat pelaporan dalam dalam SPT OP |
1 Juli 2023 |
Deductible Expense |
Wajib melakukan Pemotongan PPh |
Objek PPh dan dilaporkan dalam SPT OP |
Natura/Kenikmatan yang Bukan Objek PPh
Di dalam PMK 66/2023 pemerintah mengatur lebih rinci mengenai jenis natura atau kenikmatan yang dikecualikan dari Objek PPh. Adapun terdapat lima kriteria natura/kenikmatan yang dikecualikan tersebut.
1. Makanan, bahan makanan, bahan minuman dan/atau minuman bagi seluruh pegawai, meliputi:
- Makanan dan/atau minuman yang disediakan perusahaan di tempat kerja
- Kupon makan dan/atau minum bagi pegawai yang berdinas di luar kantor maksimal senilai Rp 2 juta per bulan untuk setiap pegawai. Nilai kupon dapat lebih dari Rp 2 juta, jika nilai biaya makan/minum yang disediakan di tempat kerja di atas Rp 2 juta per pegawai/bulan.
- Bahan makanan dan/atau minuman untuk semua pegawai maksimal Rp 3 juta per tahun untuk setiap pegawai.
2. Natura / Kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu, meliputi; sarana, prasarana, atau fasilitas di lokasi kerja untuk Pegawai dan keluarganya berupa:
- Tempat tinggal, termasuk perumahan;
- Pelayanan kesehatan;
- Pendidikan;
- Peribadatan;
- Pengangkutan termasuk dalam melaksanakan penugasan; dan/atau
- Olahraga kecuali golf, balap perahu bermotor, pacuan kuda, terbang layang, atau olahraga otomotif.
Penetapan sebagai daerah tertentu dilakukan oleh DJP dan penyelenggaraan fasilitas itu dapat dilakukan secara mandiri oleh perusahaan atau bekerjasama dengan pihak lain.
Baca Juga: Simak, Kriteria Daerah Tertentu Terkait Natura Bebas Pajak
3. Natura / Kenikmatan yang wajib disediakan perusahaan untuk menunjang pekerjaan, meliputi: pakaian seragam, peralatan untuk keselamatan kerja, sarana antar jemput Pegawai, penginapan untuk awak kapal dan sejenisnya, dan/atau fasilitas dalam rangka penanganan endemi, pandemi, atau bencana nasional.
Pemberian natura/kenikmatan ini harus sesuai dengan syarat yang diwajibkan oleh kementerian atau lembaga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Natura / Kenikmatan yang dibiayai APBN, APBD, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
5. Natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu.
Natura dengan Jenis dan Batasan Tertentu
Berikut ini rincian dari natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan batasan tertentu yang dikecualikan dari objek PPh:
No | Jenis Natura/Kenikmatan | Batasan |
1 | Bingkisan berupa bahan makanan, bahan minuman, makanan dan/atau minuman terkait hari besar keagamaan (Hari Raya Idul Fitri, Natal, Nyepi, Waisak, dan Tahun Baru Imlek) | Diterima atau diperoleh seluruh pegawai |
2 | Bingkisan dari pemberi kerja yang diberikan selain dalam rangka hari raya keagamaan | Diterima pegawai dengan maksimal senilai dari Rp 3 juta per tahun pajak/pegawai |
3 | Peralatan dan fasilitas kerja seperti laptop, komputer, telepon seluler beserta sarana penunjangnya seperti pulsa dan internet. | Diterima dan digunakan untuk menunjang pekerjaan oleh pegawai. |
4 | Fasilitas pelayanan kesehatan dan pengobatan dari pemberi kerja | Diberikan kepada pegawai terkait penanganan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, kedaruratan penyelamatan jiwa atau perawatan, pengobatan lanjutan akibat kecelakaan kerja atau sakit akibat kerja. |
5 | Fasilitas olah raga (kecuali golf, pacuan kuda, balap perahu motor, terbang layang atau otomotif) | Diterima pegawai maksimal senilai Rp 1,5 juta/pegawai/satu tahun pajak. |
6 | Fasilitas tempat tinggal yang bersifat komunal seperti mes, asrama, pondokan atau barak | Untuk pegawai |
7 | Fasilitas tempat tinggal yang hak pemanfaatannya dipegang oleh perseorangan seperti apartemen atau rumah tapak | Untuk pegawai maksimal senilai Rp 2 juta/pegawai/bulan |
8 | Fasilitas kendaraan | Untuk pegawai yang tidak memiliki penyertaan modal dengan penghasilan bruto rata-rata Rp 100 juta/ bulan dalam 12 bulan terakhir. |
9 | Fasilitas iuran dana pensiun (disahkan oleh OJK) yang ditanggung pemberi kerja bagi pegawai. | Untuk Pegawai |
10 | Fasilitas peribadatan seperti musala, masjid, kapel atau pura. | Untuk kegiatan peribadatan |
11 | Seluruh natura atau kenikmatan yang diterima atau diperoleh selama tahun 2022 | Diterima oleh pegawai atau pemberi jasa |
Baca Juga: 11 Natura dengan Jenis dan Batasan Natura Tertentu Bebas Pajak, Ini Rinciannya!
Menilai dan Memotong Natura/Kenikmatan
Untuk dapat menghitung besaran PPh terutang atas natura atau kenikmatan, wajib pajak sebelumnya harus bisa menentukan nilai natura atau kenikmatan tersebut.
Di dalam PMK 66/2023 disebutkan bahwa natura dapat dinilai berdasarkan nilai pasar (termasuk untuk tanah dan bangunan yang menjadi inventory) atau berdasarkan nilai Harga Pokok Penjualan (HPP) atas barang dagangan pemberi natura.
Sementara dalam menilai besaran kenikmatan harus berdasarkan pada
jumlah biaya yang dikeluarkan atau yang seharusnya dikeluarkan dengan memperhatikan masa manfaatnya dan jumlah penerimanya.
Jika masa manfaatnya di atas 1 bulan, penilaian kenikmatan dilakukan setiap bulan selama masa pemanfaatan.
Sementara jika kenikmatan tersebut diterima oleh lebih dari satu orang, penilaian dilakukan berdasarkan jumlah biaya yang dikeluarkan atau seharusnya dikeluarkan secara proporsional kepada masing-masing penerima imbalan.
Selanjutnya, PPh terutang atas pemberian natura tersebut dipotong oleh pemberi kerja pada akhir bulan terjadinya pengalihan atau terutangnya penghasilan, tergantung mana yang lebih dahulu terjadi.
Sementara pemotongan PPh atas kenikmatan dilakukan pada akhir bulan terjadinya penyerahan hak atau bagian atas pemanfaatan suatu fasilitas. (ASP)