Pemerintah Pertegas Penentuan Nilai Pabean Barang Impor
Andrean Mailangkay,
Bambang Sabur,
Monday, 16 January 2023
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, mulai 1 Januari 2023, penentuan nilai pabean dalam kegiatan impor menjadi tanggung jawab pemilik barang atau importir. Sehingga, dengan ini dipertegas bahwa konsep self ssessment dalam penentuan nilai pabean benar-benar diterapkan dalam proses impor barang..
Hal ini tertuang di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 144/PMK.04/2022 yang mengubah ketentuan sebelumnya terkait penentuan nilai pabean melalui PMK Nomor 160/PMK.04/2010.
Dalam beleid ini pemerintah juga mendefinisikan ulang importir dan pemilik barang. Adapun yang dimaksud dengan importir meliputi perseorangan, lembaga atau badan usaha dalam bentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang memasukkan barang ke dalam daerah pabean.
Sementara pemilik barang adalah importir atau orang yang meminta importir untuk memasukkan barang dan disampaikan di dalam pemberitahuan pabean impor.
Metode Penentuan Dasar Nilai Pabean
Dalam menentukan nilai pabeannya, importir atau pemilik barang harus mengacu pada nilai transaksi barang impor, yaitu harga yang sebenarnya dibayar atau seharusnya dibayar oleh pembeli kepada penjual, ditambah dengan biaya atau nilai lain yang harus ditambahkan, sepanjang biaya atau nilai lain tersebut belum termasuk di dalam harga yang sebenarnya di bayar atau seharusnya dibayar.
Adapun biaya-biaya atau nilai lain yang seharusnya ditambahkan pada nilai transaksi di antaranya:
Pertama, biaya yang dibayar pembeli dalam proses transaksi impor, seperti komisi dan jasa perantara (kecuali komisi pembelian), biaya pengemas untuk kepentingan pabean dan biaya pengepakan meliputi biaya material dan upah tenaga kerja pengepak.
Kedua, nilai dari barang dan jasa (assist) yang dipasok secara langsung ataupun tidak langsung oleh pembeli, meliputi:
- barang-barang yang terkandung dalam barang impor seperti material, komponen, bagian dan barang-barang sejenis.
- barang untuk keperluan produksi seperti peralatan, cetakan dan barang-barang sejenis.
- material yang digunakan dalam pembuatan barang
- teknik, pengembangan, karya seni, desain, perencanaan dan sketsa yang dilakukan di mana saja di luar daerah pabean.
Ketiga, royalti dan biaya lisensi. Royalti dan biaya lisensi yang ditambahkan ke dalam nilai pabean harus memenuhi tiga persyaratan, yaitu royalti dan biaya lisensi yang menjadi syarat penjualan barang impor.
Selain itu, nilai royalti dan biaya lisensi tersebut dapat dikaitkan dengan barang impor atau pada barang yang terdapat hak kekayaan intelektual seperti paten, merek dan hak cipta.
Perlu dicatat, dengan adanya aturan baru mekanisme penghitungan royalti dan biaya lisensi dalam penetapan nilai pabean mengalami perubahan. Sebelumnya, royalti dan biaya lisensi menjadi bagian nilai pabean apabila telah dibayarkan oleh Importer atau pemilik barang.
Sementara dalam beleid anyar bisa telah dibayarkan atau belum dilakukan pembayaran (terhutang) oleh importir atau pemilik barang.
Keempat, nilai proceeds, yaitu nilai setiap bagian dari hasil atau pendapatan yang diperoleh pembeli, untuk disampaikan secara langsung atau tidak langsung kepada penjual. Penghasilan tersebut terkait dengan penjualan, pemanfaatan atau pemakaian barang impor.
Dalam beleid ini, ditambahkan indikator yang dapat digunakan untuk melihat keberadaan proceeds, yaitu:
- dilakukan atas pekerjaan yang tidak dilakukan di dalam negeri;
- relatif tidak wajar dibandingkan dengan nilai jasa yang diberikan;
- tidak memberikan manfaat atau keuntungan bagi Pembeli secara langsung; dan/atau
- didasarkan pada pemanfaatan dan/atau hasil penjualan barang impor yang bersangkutan.
Kelima, biaya transportasi ke pelabuhan tujuan impor. Dalam beleid ini, apabila tidak terdapat bukti nyata atau data objektif terukur terkait biaya transportasi maka digunakan norma sesuai dengan negara asal pengiriman.
Norma yang berlaku didasarkan dari nilai Freight on Board (FOB), yaitu untuk barang yang diimpor dari negara ASEAN dikenakan tarif sebesar 5%; untuk negara Asia non-ASEAN dan Australia dikenakan tarif sebesar 10%; dan tarif sebesar 15% untuk negara lainnya.
Biaya lainnya yang seharusnya ditambahkan ke dalam nilai transaksi adalah biaya pemuatan, pembongkaran dan penanganan terkait pengangkutan barang ke pelabuhan tujuan, dan biaya asuransi.
Adapun beberapa biaya yang bukan termasuk ke dalam nilai transaksi, seperti:
- Biaya dari kegiatan yang dilakukan oleh pembeli untuk kepentingan sendiri
- Biaya yang dibayar atau seharusnya dibayar setelah pengimporan barang
- Biaya internal di negara pengekspor
- Bunga
- Dividen
Sementara itu, importir atau pemilik barang dapat menggunakan acuan lain untuk menentukan nilai pabeannya, seperti dengan menggunakan metode nilai barang identik, nilai transaksi barang serupa, menggunakan metode deduksi, metode komputasi atau metode pengulangan (fallback method) secara bertingkat.
Pengaturan mengenai metode-metode tersebut merupakan penyempurnaan dari ketentuan sebelumnya, jadi bukan ketentuan baru. Adapun penyempurnaan dilakukan, agar praktik penentuan nilai pabean sesuai dengan Article VII of the General Agreement on Tariffs and Trade.
Importir perlu memperhatikan penentuan nilai pabean di atas untuk dapat menghindari potensi sanksi berupa denda akibat adanya kekurangan pembayaran bea masuk
Penyempurnaan lain
Selain itu ada beberapa penyempurnaan lain yang dilakukan oleh PMK 144/2022 ini.
Pertama, terkait Deklarasi Nilai Pabean (DNP). Jadi, setelah mengetahui nilai pabeannya, importir atau pemilik barang diminta untuk menyampaikan Deklarasi Nilai Pabean di dalam Pemberitahuan Impor Barang (PIB), untuk mempercepat proses. Sebab, dengan mekanisme seperti itu, proses DNP akan menyatu dengan proses PIB.
Berbeda dengan sebelumnya, di mana penyampaian DNP baru bisa dilakukan jika sudah ada permintaan dari pejabat bea dan cukai dalam bentuk formulir di dalam Informasi Nilai Pabean (INP) dan DNP.
Kedua, terkait mekanisme pengujian kewajaran dalam proses penelitian nilai pabean kini menggunakan skema otomasi melalui risk assessment nilai pabean. Sistem otomasi ini didesain untuk melakukan assessment terhadap nilai pabean yang diberitahukan importir di dalam PIB. Hasilnya, berupa informasi kepada pejabat terkait mengenai risiko yang muncul, apakah high risk atau low risk.
Namun, kalaupun hasilnya menyatakan high risk, pejabat bea dan cukai tidak akan serta merta menolak nilai transaksi atau mengoreksi. Penetapan risiko ini hanya tools tambahan, sebagai pertimbangan untuk diteliti, apakah nanti diperlukan penelitian lebih lanjut terkait kelengkapan data dokumen, konfirmasi kepada importir, itu tindak lanjutnya.
Setelah diketahui tingkat risiko, pejabat akan mempertimbangkan apakah perlu tambahan dokumen atau tidak pada saat melakukan penelitian di PIB. Apabila diperlukan tambahan dokumen maka diterbitkan Nota Permintaan Data dan atau Dokumen (NPD) yang juga dilakukan melalui sistem. (ASP/WWT)