Pengusaha KITE Wajib PKP dan Pasang CCTV Untuk Dapat Pengembalian Bea Masuk
Monday, 07 November 2022
Pemerintah memperketat syarat pengajuan pengembalian bea masuk bagi badan usaha penerima fasilitas Kemudahan Impor untuk Tujuan Ekspor (KITE). Mulai 1 November 2022, hanya perusahaan berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan memasang kamera pengawas (CCTV) yang dapat mengajukan pengembalian bea masuk.
Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 145/PMK.04/2022 tentang Pengembalian Bea Masuk yang Telah Dibayar Atas Impor Barang dan Bahan Untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Diekspor. Beleid yang terbit 18 Oktober 2022 ini sekaligus mencabut ketentuan sebelumnya, yaitu PMK Nomor 161/PMK.04/2018.
KITE merupakan fasilitas pembebasan bea masuk bagi perusahaan manufaktur yang memasukkan atau mengimpor barang dan bahan untuk diolah dan kemudian diekspor.
Pengawasan Diperkuat
Kewajiban pemasangan kamera pengawas atau Closed Circuit Television (CCTV) bertujuan untuk memudahkan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dalam memantau dan mengawasi lalu lintas barang, mulai dari pemasukan, penyimpanan, serta pengeluaran barang dan bahan maupun hasil produksi. Hal ini untuk memastikan barang yang diimpor benar-benar untuk diolah dan kemudian diekspor, bukan diperdagangkan di dalam negeri.
Untuk itu, CCTV harus tersambung dan dapat diakses oleh DJBC. Selain itu, perusahaan juga wajib menyimpan rekamannya minimal selama tujuh hari terakhir. Apabila perusahaan mengabaikan ketentuan ini, fasilitas pengembalian bea masuk akan dibekukan.
Baca Juga: Insentif Pajak Tambahan Untuk Wajib Pajak Penerima Fasilitas KITE Dicabut
Bagi perusahaan yang belum memasang CCTV yang terkoneksi dengan DJBC, wajib memenuhi ketentuan ini paling lambat enam bulan sejak ketentuan berlaku.
Selain harus memasang CCTV dan berstatus PKP, ada beberapa kriteria lain yang harus dipenuhi perusahaan KITE yang mau mengajukan pengembalian bea masuk, yakni:
- Perusahaan wajib menjalankan kegiatan usaha manufaktur dan memiliki kegiatan pengolahan, perakitan atau pemasangan.
- Memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan atas lokasi produksi, penyimpanan barang bahan dan hasil produksi, minimal selama tiga tahun.
- Memiliki sistem pengendalian internal yang memadai.
- Memiliki sistem informasi persediaan berbasis komputer atau teknologi informasi
Status Pengusaha Kena Pajak
Dalam PMK terbarunya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan hanya perusahaan yang telah ditetapkan sebagai PKP yang dapat menerima fasilitas KITE pengembalian bea masuk.
Selain itu, badan usaha harus mengantongi izin usaha yang masih berlaku, baik izin kegiatan operasional maupun izin kegiatan komersial.
Sebelumnya, syarat untuk mendapat fasilitas KITE berupa pengembalian bea masuk relatif lebih mudah, yakni perusahaan hanya perlu memiliki Nomor Induk Berusaha dan izin usaha industri atau sejenisnya.
Baca Juga: Bea Cukai Klaim Fasilitas KITE Mampu Genjot Ekspor Pengusaha IKM
Prosedur Permohonan
Apabila telah memenuhi kriteria dan syarat yang ditetapkan, perusahaan dapat mengajukan permohonan penetapan sebagai perusahaan KITE yang berhak mendapatkan fasilitas pengembalian bea masuk.
Permohonan disampakan kepada Menteri Keuangan melalui Kepala Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama (KPU) DJBC yang mengawasi kegiatan usaha perusahaan melalui Online Single Submission (OSS). Jika sistem OSS mengalami gangguan, permohonan bisa disampaikan secara tertulis.
Atas permohonan tersebut, otoritas terkait akan memeriksa kelengkapan dokumen dan mengunjungi lokasi usaha untuk kemudian menerbitkan berita acara pemeriksaan.
Badan usaha juga harus memaparkan proses bisnis guna memastikan pemenuhan kriteria. Pemaparan wajib dilakukan maksimal 3 hari kerja setelah berita acara pemeriksaan diterbitkan, yang dapat perpanjangan maksimal tiga hari kerja berikutnya.
Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU akan mengeluarkan keputusan apakah permohonan di tolak atau diterima, maksimal satu jam setelah dilakukan pemaparan. Permohonan otomatis ditolak jika perusahaan tidak bisa memaparkan proses bisnis.
Baca Juga: Cara Mendapatkan Surat Keterangan Bebas PPh Impor
Kewajiban Tambahan
Ada beberapa ketentuan lain yang harus dipenuhi badan usaha setelah permohonannya dikabulkan.
- Memasang papan nama perusahaan dan status sebagai penerima fasilitas KITE pengembalian di lokasi pabrik, penyimpanan dan kegiatan usaha.
- Mencatat barang yang berasal dari fasilitas KITE pengembalian secara terpisah dengan barang yang bukan penerima fasilitas.
- Perusahaan wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan, laporan dampak ekonomi pemberian fasilitas KITE, laporan capaian dan target indikator kinerja utama kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU maksimal tanggal 30 Juni setiap tahunnya.
Ketentuan Impor-Ekspor
Fasilitas KITE pengembalian diberikan atas barang atau bahan yang diimpor untuk diolah, dirakit atau dipasang dan kemudian hasilnya diekspor. Waktu yang diberikan kepada perusahaan penerimaan fasilitas KITE pengembalian untuk melakukan ekspor maksimal 12 bulan sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean impor atau pemasukan.
Otoritas dapat memberikan perpanjangan masa ekspor maksimal 24 bulan sejak berakhirnya jangka waktu tersebut, jika terjadi kondisi berikut:
- Pembeli menunda ekspor;
- Ekspor dibatalkan atau ada pergantian pembeli;
- Terdapat sisa barang atau bahan yang belum diproduksi;
- Terjadi kondisi kahar atau force majeure; atau
- Kondisi lain yang mengharuskan realisasi ekspor diperpanjang
Namun, untuk perusahaan yang proses produksinya lebih dari 12 bulan maka jangka waktunya ekspornya bisa lebih lama.
Pengalihan Proses Produksi
PMK Nomor 145/PMK.04/2022 juga menegaskan, setiap barang yang diimpor wajib diolah, dirakit atau dipasang sehingga menghasilkan barang bernilai tambah.
Namun, perusahaan dapat mengalihkan sebagian atau seluruh proses produksinya ke perusahaan lain yang tidak mendapat fasilitas, setelah mendapat persetujuan Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU.
Pengalihan proses produksi hanya dapat diberikan kepada: (1) perusahaan terbuka atau yang seluruh sahamnya dimiliki masyarakat; (2) mendapat pengakuan sebagai operator ekonomi bersertifikat; (3) telah ditetapkan sebagai Mitra Utama (MITA) kepabeanan, atau (4) perusahaan lain yang masuk kategori berisiko rendah.
Barang impor yang telah diolah atau dirakit harus diekspor ke luar daerah pabean secara langsung atau melalui Pusat Logistik Berikat (PLB). Selanjutnya, badan usaha dapat mengajukan permohonan pengembalian bea masuk paling lambat enam bulan sejak ekspor dilakukan.
Ketika mengajukan permohonan, perusahaan harus melampirkan surat penggunaan barang impor yang dimintakan pengembalian bea masuk. Isinya meliputi informasi tentang hasil produksi, pemakaian barang dan bahan, serta sisa proses produksi.
Apabila melebihi batas waktu yang ditentukan, permohonan pengembalian bea masuk akan ditolak. (ASP/AGS)