JAKARTA. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebut Tindak pidana korupsi dan perpajakan mendominasi jumlah Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM).
Sepanjang Januari-September 2022, jumlah transaksi mencurigakan yang terindikasi tindak pidana pajak mencapai 5.547. Jumlah itu naik 19,52% dibanding realisasi pada tahun 2021 yang tercatat sebanyak 4.641 laporan.
Dalam empat tahun terakhir, pidana pajak memang selalu mendominasi LKTM bersama dugaan tindak pidana korupsi.
Mengutip Bisnis Indonesia, edisi Jumat (4/11), kontribusi laporan pidana pajak terhadap total LTKM mencapai 23% di bawah tindak pidana korupsi yang mencapai 24%.
Baca Juga: Binary Option, Modus Anyar Pengikut Ponzi Akali Celah Hukum
Jumlah LKTM terkait pidana pajak mengungguli tindak pidana lainnya seperti narkotika dan pendanaan terorisme yang juga sama-sama termasuk kejahatan luar biasa.
Setidaknya ada empat indikator yang dipakai PPATK dalam menetapkan suatu transaksi disebut mencurigakan. Pertama, transaksi tidak sesuai dengan profil, karakteristik atau pola transaksi pemilik rekening.
Kedua, pemilik rekening cenderung menghindari kewajiban melaporkan transaksi. Ketiga, transaksi diduga menggunakan harta hasil tindak pidana. Keempat, transaksi keuangan diminta PPATK untuk dilaporkan karena melibatkan harta hasil tindak pidana.
Baca Juga: Astronot Saja Tak Bisa Lari dari Pajak, Apalagi Crazy Rich
Terkait laporan ini, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor mengatakan pihaknya berkomitmen untuk menegakkan hukum pidana pajak secara konsisten.
Dengan penegakan hukum, diharapkan timbul efek jera dari pelaku dan membuat masyarakat lain tidak melakukan hal yang sama. (ASP)