JAKARTA. Krisis energi dan komoditas yang melanda dunia diperkirakan, akibat invasi Rusia ke Ukraina akan berlanjut pada tahun 2023. Hal ini akan berdampak pada kondisi ekonomi dunia secara keseluruhan.
Karena itu Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) atau Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia untuk tahun 2023 dari sebelumnya 2,8% menjadi hanya 2,2%.
Mengutip Kumparan.com, nilai pendapatan global riil pada tahun 2023 diprediksi hanya55% akan sekitar US$ 2,8 triliun.
Selain itu, dalam laporan yang dirilis OECD dengan judul Praying the Price of War itu, pertumbuhan ekonomi di tahun 2023 juga akan lebih rendah dari tahun 2022, yang diperkirakan kan mencapai 3%.
Tren serupa juga diprediksi terjadi di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 diprediksi melambat menjadi 4,8%, lebih rendah dari prediksi pertumbuhan di tahun ini yang sebesar 5%.
Pertumbuhan Indonesia
Meski demikian, proyeksi pertumbuhan tersebut lebih tinggi dari perkiraan OECD semula. Dalam laporan yang dirilis pada bulan Juni 2022, OECD memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2023 maupun tahun ini hanya sebesar 4,7%.
Sementara itu untuk laju inflasi Indonesia, OECD memperkirakan kenaikan harga pada tahun 2023 tidak akan setinggi tahun ini. Dalam paparannya, OECD menyebut laju inflasi Indonesia di tahun 2023 akan ada di level turun dari proyeksi tahun ini menjadi 3,94%.
Inflasi Menurun
Sementara proyeksi inflasi Indonesia tahun 2022 menurut OECD akan berada di angka 4,14%.
Mengutip Kontan.co.id, proyeksi OECD tersebut lebih tinggi dari target laju inflasi Bank Indonesia yang berada di angka 4% sepanjang tahun 2022. Adapun pada tahun 2023, BI memperkirakan laju inflasi akan berada pada rentang antara 2%-4%. (ASP)