JAKARTA. Salah satu rutinitas tahunan yang tidak boleh dilewatkan oleh setiap orang yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh).
SPT Tahunan merupakan dokumen yang digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang sudah dilakukan, penghasilan yang diterima baik yang menjadi objek pajak dan/atau bukan objek pajak, termasuk melaporkan kepemilikan harta dan utang yang dimiliki wajib pajak.
Mengacu pada Pasal 3 Undang-undang (UU) tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan (KUP), jangka waktu penyampaian SPT Tahunan berbeda antara wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan.
Untuk wajib pajak orang pribadi penyampaian SPT Tahunan tidak boleh melewati jatuh tempo yang diettapkan yaitu pada 1 Januari - 31 Maret. Sedangkan bagi wajib pajak badan SPT Tahunan disampaikan antara tanggal 1 Januari-30 April.
Untuk wajib pajak yang baru pertama kali mengisi SPT Tahunan, sebaiknya kenali dulu beberapa istilah pajak yang akan muncul saat pengisian. Berikut lima istilah diantaranya.
1.Bukti Potong
Bukti potong atau tax witholding slip merupakan dokumen yang dapat dijadikan bukti bahwa pajak atas penghasilan yang diperoleh wajib pajak telah dipotong. Ada beberapa jenis bukti potong Pajak Penghasilan (PPh) yang biasanya diperlukan saat mengisi SPT Tahunan:
- Bukti Potong PPh Pasal 21
Bukti potong PPh pasal 21 diterbitkan oleh pemberi kerja, bendahara pemerintah, dana pensiun badan yang membayarkan honorarium dan penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran terkait suatu kegiatan.
Terdapat tiga jenis formulir bukti potong PPh pasal 21 yang saat ini bisa digunakan. Pertama formulir 1721-A1, yang diperuntukkan bagi wajib pajak pegawai tetap, penerima pensiun atau tunjangan hari tua. Kedua, formulir 1721-A2 bagi wajib pajak pegawai negeri sipil (PNS) anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan anggoata Tentara nasional Indonesia (TNI). Ketiga, formulir 1721-B1 untuk wajib pajak yang penghasilannya dipotong PPh Pasal 21 Final.
- Bukti Potong PPh Pasal 22
Bukti potong PPh Pasal 22 dikeluarkan oleh bendahara dan institusi lain yang ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22, karena telah melakukan pembayaran atas penyerahan barang.
- Bukti Potong PPh Pasal 23/26
Bukti potong PPh pasal 23 dan bukti potong PPh pasal 26 merupakan dokumen yang menunjukan bahwa pajak atas penghasilan berupa dividen, bunga, royalti dan imbalan jasa telah dipotong.
Bedanya, jika bukti potong PPh Pasal 23 dikenakan kepada wajib pajak dalam negeri, maka bukti potong PPh pasal 26 dikenakan terhadap wajib pajak luar negeri. Jenis formulir yang digunakan sebagai bukti potong PPh pasal 26 yaitu 1721-VI.
- Bukti Potong PPh Pasal 15
Bukti potong PPh pasal 15 merupakan dokumen yang menunjukan bahwa pajak atas penghasilan terkait kegiatan pelayaran dalam negeri, pelayaran/penerbangan luar negeri dan penerbangan dalam negeri telah dipotong.
2.Harta dan Kewajiban
Harta atau Asset merupakan seluruh kekayaan wajib pajak baik berwujud atau tidak berwujud serta baik harta bergerak atau tidak bergerak di manapun berada yang berasal dari akumulasi tambahan kemampuan ekonomis. Sementara kewajiban atau liability merupakan jumlah pokok utang yang dimiliki wajib pajak.
Semua harta dan kewajiban yang dimiliki wajib pajak harus dilaporkan di dalam SPT Tahunan PPh.
3.Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) atau Non-taxable Income merupakan batasan pendapatan wajib pajak orang pribadi yang tidak diperhitungkan dalam penghitungan PPh pasal 21.
Besaran PTKP yang berlaku saat ini sebesar Rp 54 juta setahun untuk wajib pajak yang belum menikah dan tidak memiliki tanggungan. Sementara wajib pajak yang menikah dan memiliki tanggungan nilai PTKP tersebut ditambahkan sebesar:
- Rp 4,5 juta untuk wajib pajak kawin
- Rp 54 juta untuk isteri yang penghasilanya digabung dengan suami
- Rp 4,5 juta untuk wajib pajak yang memiliki tanggungan anggota keluarga semenda dalam garis keturunan (maksimal tiga orang)
4.Penghasilan Netto dan Penghasilan Kena Pajak
Penghasilan netto merupakan penghasilan bruto dikurangi dengan biaya-biaya. Sedangkan Penghasilan Kena Pajak (PKP) hasil pengurangan dari penghasilan netto terhadap PTKP dan menjadi dasar dari penghitungan PPh terutang.
Bagi wajib pajak orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas dan tidak mencatat biaya-biaya yang dikeluarkan, penghitungan penghasilan netto dapat menggunakan norma sepanjang telah mendapatkan persetujuan dari Dirjen Pajak.
5.Penghasilan yang Dikenakan PPh Final
Penghasilan yang dikenai tarif PPh final atau income subject to final income tax merupakan penghasilan tertentu yang mekanisme penghitungannya pajaknya dilakukan secara final atau dipotong oleh pemberi penghasilan.
Selanjutnya, wajib pajak yang menerima penghasilan tidak perlu memasukannya kedalam komponen penghitungan PKP dalam SPT tahunan. Jadi, wajib pajak cukup melaporkan PPh final yang telah dipotong didalam SPT tahunan PPh.
Beberapa jenis penghasilan yang dikenai PPh final diantaranya:
- bunga deposito, tabungan, obligasi dan surat utang negara dan simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya
- penghasilan berupa hadiah undian
- penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura
- penghasilan dari transaksi pengalihan harta
- usaha jasa konstruksi, real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan
- Penghasilan wajib pajak dengan nilai peredaran usaha di bawah Rp 4,8 miliar setahun.
Dengan memahami istilah-istilah tersebut wajib pajak bisa meminimalisir kesalahan saat mengisi SPT tahunan PPh.