News
Apakah Boleh Emiten Ubah Peruntukan Dana IPO di Tengah Jalan? 

MUC Attorney at Law | Saturday, 05 February 2022

Apakah Boleh Emiten Ubah Peruntukan Dana IPO di Tengah Jalan? 
Ilustrasi perubahan alokasi penggunaan dana hasil penawaran umum saham perdana (IPO) (Photo/Pexels)

Belum lama ini, salah satu Unicorn Indonesia melakukan penawaran umum saham perdana ke publik atau Initial Public Offering (IPO). Aksi korporasi tersebut sempat ramai diperbincangkan publik. Isunya mulai dari harga penawaran sahamnya yang dianggap kemahalan—karena tidak mencerminkan kondisi riil perusahaan—hingga yang terakhir soal perubahan penggunaan dana hasil IPO yang tidak sesuai dengan janji awal.  

Ketika menghelat paparan publik (public expose), perusahaan penyedia layanan jual-beli barang secara daring (marketplace) itu menjabarkan rencana penggunaan dana hasil IPO dalam prospektusnya. Proporsi alokasi dana IPO startup itu secara garis besar adalah sebagai berikut:  

  • Sebanyak 66% akan digunakan untuk modal kerja perusahaan; 
  • Sebanyak 15% akan digunakan untuk anak usaha PT A; 
  • Sebanyak 15% akan digunakan untuk anak usaha PT B; 
  • dan sisanya akan digunakan untuk anak usaha perseroan lainnya. 

Namun, berselang empat bulan setelah IPO, emiten baru tersebut mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) guna mengubah rencana penggunaan dana hasil penawaran umum. Singkat cerita, RUPS menyetujui perubahan rencana penggunaan dana hasil IPO menjadi sebagai berikut: 

  • Sekitar 33% akan digunakan Perseroan untuk modal kerja; 
  • Sekitar 34% akan digunakan untuk modal kerja entitas anak; 
  • Sisanya 33% akan digunakan untuk pengembangan usaha perseroan dan/atau entitas anak, baik sekarang maupun di masa mendatang. Rencana pengembangan usaha tersebut tidak terbatas pada pembelian saham, penyertaan saham dalam rangka joint venture, metode transaksi lain yang sesuai, serta pelunasan fasilitas pinjaman. 

Pertanyaannya kemudian, apakah wajar emiten mengubah peruntukan dana IPO di tengah jalan? Bagaimana ketentuan hukum dari aksi korporasi semacam ini?  

Basis Hukum 

Dalam praktik bisnis, perubahan rencana aksi korporasi di tengah jalan merupakan hal wajar. Termasuk dalam hal ini perubahan alokasi penggunaan dana hasil penawaran umum saham perdana (IPO). Dengan catatan, perusahaan harus mengikuti ketentuan dan prosedur yang dipersyaratkan otoritas.  

Namun yang harus diperhatikan, setiap emiten yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia wajib mematuhi ketentuan hukum yang berlaku di bidang pasar modal. Salah satunya adalah Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 30 Tahun 2015, yang mensyaratkan emiten mendapat persetujuan pendahuluan dari pemegang saham—melalui RUPS—sebelum melakukan aksi korporasi. Dalam hal ini, selama bukan transaksi afiliasi dan tidak ada konflik kepentingan, OJK tidak mensyaratkan perbedaan perlakuan antar-pemegang saham dalam pengambilan keputusan aksi korporasi.  

OJK juga telah mengklasifikasikan secara jelas status pemegang saham dalam POJK Nomor 15 Tahun 2020. Dalam hal ini, pemegang saham terbagi atas beberapa kriteria, yakni: pemegang saham pengendali, pemegang saham independen, pemegang saham utama, dan pemegang saham dengan hak khusus. Masing-masing pemegang saham tersebut memiliki hak dan fungsi yang berbeda.  

Sebelum pelaksanaan RUPS, emiten harus mengumumkan dan memanggil para pemegang saham melalui Sistem Penawaran Umum Elektronik dan surat kabar harian berbahasa Indonesia paling lambat dua hari setelah mendapatkan persetujuan OJK.  

Dalam situasi pandemi, OJK juga menerbitkan POJK No. 16/2020 yang mengatur pelaksanaan RUPS secara daring menggunakan fasilitas Electronic General Meeting System KSEI (eASY.KSEI) yang disediakan oleh Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). 

Selanjutnya, emiten wajib mengumumkan risalah RUPS melalui keterbukaan informasi website BEI dan website perusahaan paling lambat dua hari kerja setelah RUPS dilaksanakan. 

Kaitannya dengan kasus yang dipertanyakan, perusahaan marketplace tersebut sejatinya telah menjalankan prosedur dan memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan otoritas pasar modal (OJK). Yakni dengan menggelar RUPS dalam rangka meminta persetujuan perubahan rencana penggunaan dana IPO dari para pemegang saham.  

Peruntukan Dana IPO 

Pada tahap implementasi hasil RUPS, yang dalam kasus ini penggunaan dana hasil IPO, ketentuan POJK No. 17/2020 juga harus diperhatikan. Dalam hal ini, jika aksi korporasi tergolong sebagai transaksi afiliasi atau ada potensi benturan kepentingan maka emiten sebelumnya harus mendapatkan persetujuan dari pemegang saham independent dengan pemenyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Independen. Dengan catatan, nilai transaksi mencapai ambang batas transaksi material sebesar 20% atau lebih dari nilai ekuitas perusahaan. Apabila nilai transaksi kurang dari threshold 20% maka emiten tidak perlu melaksanakan RUPS Independen.  

Selain itu, POJK No. 17/2020 juga menegaskan lembaga jasa keuangan dalam kondisi tertentu yang melakukan transaksi material dikecualikan dari kewajiban melakukan keterbukaan informasi kepada publik, namun tetap wajib lapor ke OJK. (AGS)

 

Mawla Robbi | MUC Attorney at Law



Related


Global Recognition
Global Recognition | Word Tax     Global Recognition | Word TP
Contact Us

Jakarta
MUC Building
Jl. TB Simatupang 15
Jakarta Selatan 12530

+6221-788-37-111 (Hunting)

+6221-788-37-666 (Fax)

Surabaya
Graha Pena 15th floor
Jl. Ahmad Yani 88
Surabaya 60231

 

Subscribe

For more updates and information, drop us an email or phone number.



© 2020. PT Multi Utama Consultindo. All Rights Reserved.