Saya dan suami sama-sama bekerja dan memperoleh penghasilan. Kami masing-masing punya NPWP dan lapor SPT sendiri-sendiri. Mana yang lebih baik, apakah NPWP terpisah atau digabung? Apa konsekuensi dari keduanya? Perlukah saya mencabut NPWP? Terima kasih
(Dian K, Tangerang)
Jawaban:
Salam Ibu Dian.
Terima kasih atas pertanyaan Anda. Perlu Anda pahami bahwa dalam sistem perpajakan Indonesia suami-istri dianggap sebagai satu kesatuan ekonomi. Dengan demikian, pemenuhan kewajiban perpajakannya—termasuk kepemilikan NPWP—idealnya menjadi satu.
Namun, dalam kondisi tertentu dimungkinkan pasangan suami-istri menjalankan hak dan kewajiban perpajakan terpisah dengan menggunakan NPWP masing-masing.
Biasanya dalam formulir SPT ada beberapa pilihan kondisi berikut yang bisa dipilih pembayar pajak:
- Hidup Berpisah (HB) berdasarkan keputusan hakim;
- Pisah Harta (PH) berdasarkan perjanjian pisah harta secara tertulis;
- Memilih Terpisah (MT) dimana istri berpenghasilan tidak memiliki status HB dan PH ingin memenuhi kewajiban perpajakannya sendiri.
Istri yang berstatus HB atau PH harus memiliki NPWP terpisah dengan suami. Sedangkan istri yang berstatus MT, bisa menggunakan NPWP sendiri atau dapat juga menggunakan NPWP suami dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Status MT dapat muncul karena adanya pernikahan antara dua orang yang sebelumnya memiliki NPWP masing-masing sebagai orang pribadi. Apabila istri memilih terpisah (MT) maka sepanjang NPWP miliknya aktif, istri harus memenuhi kewajiban perpajakannya sendiri, termasuk melaporkan SPT terpisah dari suami.
Untuk itu, suami dan istri wajib membuat dan melampirkan penghitungan PPh berdasarkan penggabungan penghasilan neto keduanya dalam SPT masing-masing.
Konsekuensi lainnya adalah, beban pajak dari suami-istri yang memilih terpisah akan lebih besar ketimbang pasangan suami-istri yang menggunakan NPWP tunggal.
Dalam kasus Anda, jika Anda hanya bekerja di satu perusahaan dan telah dipotong PPh Pasal 21, mencabut NPWP akan lebih memudahkan urusan administrasi perpajakan sebagai suami dan istri.
Selain tidak perlu menghitung PPh berdasarkan penghasilan gabungan, Anda tidak perlu lagi melaporkan SPT secara terpisah. Anda cukup memasukkan informasi penghasilan Anda di kolom penghasilan yang dikenakan PPh Final dalam SPT suami.
Untuk mencabut NPWP, Anda tinggal datang ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Anda terdaftar dengan membawa buku nikah, NPWP, dan fotokopi NPWP suami.
Walaupun dianggap sebagai satu kesatuan ekonomi, namun kewajiban perpajakan suami dan istri yang berbeda NPWP masih dianggap terpisah, sehingga yang harus datang ke KPP untuk mencabut NPWP adalah Anda sendiri.
Namun jika sistemnya sudah memungkinkan, prosedur pencabutan NPWP bisa dilakukan secara online melalui situs registrasi online Direktorat Jenderal Pajak, tanpa harus Wajib Pajak datang ke KPP.
Setelah NPWP dicabut, Anda harus segera menginformasikannya ke perusahaan tempat Anda bekerja sekaligus mengajukan NPWP suami untuk kepentingan pemotongan PPh Pasal 21.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Salam.
Catatan:
Tanya-tanya Pajak merupakan kolaborasi Kompas.com dan MUC Consulting seputar kebijakan dan praktik perpajakan. Sobat Pajak dapat mengajukan pertanyaan melalui link ini. Artikel ini telah terbit di Kompas.com, Jumat (30/07/2021).