Opinion

Membangun Chemistry Gen Z dan Pajak

Rizkia Mutiara Ainy | Wednesday, 17 January 2024

Membangun Chemistry Gen Z dan Pajak

Generasi Z alias Gen Z diidentikkan dengan generasi yang biasa menghabiskan waktunya dengan media social, senang dengan cara instan dan dianggap malas-malasan. Tetapi dibalik semua stereotip buruk itu, Gen Z ternyata memiliki potensi yang sangat besar, salah satunya bagi penerimaan negara. 

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2020, demografi Indonesia mengalami perubahan dimana komposisi penduduk Indonesia didominasi Generasi Z (Gen Z). Jumlah generasi yang lahir antara tahun 1997 sampai 2012 ini mencapai 27,8% dari total populasi.  

Jumlah mereka sedikit lebih banyak dibanding jumlah penduduk generasi Millenial yang lahir antara tahun 1991-1996 dengan jumlah 25,87% dari total populasi. Artinya, sebagai bonus demografi, Gen Z memiliki pengaruh dan peranan penting dalam perkembangan Indonesia saat ini dan nanti.  

Gen Z seringkali disebut sebagai iGeneration, Generasi Internet atau Generasi net, sebab mereka hidup di masa digital, ketika teknologi informasi berkembang dengan pesat. Karenanya, Gen Z memiliki kemampuan menonjol dalam menggunakan teknologi. Bisa dikatakan, teknologi informasi dan Gen Z tidak bisa dipisahkan, sebab hampir semua kegiatan yang dilakukan menggunakan teknologi. 

Tidak hanya teknologi, tetapi banyak hal yang dapat dikaitkan dengan Gen Z, diantaranya generasi ini dikenal sebagai generasi termuda angkatan kerja. Sebagai fresh graduate, tentunya mereka membutuhkan waktu untuk beradaptasi di tempat kerja.  

Sayangnya, proses adaptasi generasi ini kerap dipandang miring dan kerap dianggap sebagai generasi instan yang lekat dengan banyak kemudahan dan fasilitas, mereka dinilai kurang tangguh serta rentan terkena masalah kesehatan mental.  

Menurut American Psychological Association (APA), dalam surveynya menyebut 75% dari 300 gen Z kerap mengalami cemas berlebih. Sementara, data GWI, sebuah perusahaan market research di Amerika Serikat, menunjukkan, sebanyak 72% Gen Z gemar menganut gaya hidup yang santai dan nyaman, atau disebut soft life. 

Potensi Perluasan Basis Pemajakan  

Survei-survei terkait sisi negatif Gen Z tersebut akhirnya membentuk persepsi di masyarakat sebagai generasi yang malas, tidak dapat diandalkan dan kurang mampu bekerja sama dengan tim dalam dunia kerja.  

Padahal, ada banyak sisi positif yang dimiliki Gen Z. Tidak hanya dikenal memiliki karakteristik dominan dalam hal teknologi, komunikasi, dan ambisius, namun mereka juga kreatif. Sebagai generasi yang aktif bersosial media, Gen Z mampu memanfaatkan sosial media untuk menambah wawasan sekaligus meraup cuan.  

Bahkan, tidak sedikit Gen Z yang sudah sukses dan dapat membuka lapangan pekerjaan melalui kemampuan dan keahliannya dalam memanfaatkan kemajuan teknologi. Hal ini sejalan dengan berbagai hasil survei yang mengungkapkan, Gen Z sangat berminat menjadi pengusaha ketimbang menjadi karyawan.  

Alasannya, mereka sangat mengutamakan keseimbangan antara kehidupan pribadi dengan pekerjaan (work life balance). Minat entrepreneurship di kalangan Gen Z ini harus dimanfaatkan dengan baik karena bisa menjadi potensi penerimaan pajak.  

Apalagi sudah banyak anak-anak Gen Z yang berhasil meraih sukses di usia muda. Hal ini bisa menjadi basis bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memperluas basis pemajakannya. Mengingat, generasi banyak dari ini sudah memiliki karir dan penghasilan, seharusnya sudah mengetahui tentang kewajiban perpajakan yang harus mereka penuhi. Misalnya kewajiban atas Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21.  

Jika mengacu pada regulasi, idealnya Gen Z sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Sebagaimana yang diatur di dalam Peraturan Dirjen Pajak PER-04/PJ/2020, batas usia seseorang memiliki NPWP adalah minimal 18 tahun.  

Memang, usia bukan ukuran Tunggal seseorang memiliki NPWP dan membayar pajak. Namun, meski tidak memiliki NPWP karena batasan usia tadi, seseorang tetap bisa menjalankan kewajiban perpajakannya. Kewajiban pembayaran pajak seseorang yang berusia di bawah 18 tahun bisa dilakukan menggunakan NPWP orang tuanya. 

Selain itu, gaya hidup Gen Z yang dinilai konsumtif penting bagi perputaran kegiatan ekonomi dan penerimaan pajak. Dengan tingkat konsumsi masyarakat yang besar, akan berbanding lurus dengan penerimaan dari sisi Pajak Pertamban Nilai (PPN).  

Relasi Gen Z dan Medsos 

Sayangnya, pemerintah tidak bisa menjamin bahwa Gen Z akan melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan patuh. Untuk itu, pemerintah tetap harus melakukan pendekatan dan sosialisasi pada Gen Z melalui upaya-upaya yang sesuai dengan karakter generasi tersebut, yaitu melalui internet dan teknologi.  

Misalnya, dengan membuat konten publikasi yang menarik di media social (Medsos), terkait dengan kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi, manfaat membayar pajak, dan konsekuensi jika tidak melaksanakan kewajiban perpajakan. Strategi tersebut dapat dilakukan untuk mengenalkan pajak kepada Gen Z yang masih awam dengan pajak.  

Hal lain yang dapat dilakukan pemerintah untuk memberikan edukasi pajak kepada generasi yang saat ini juga menjadi generasi mayoritas dalam pemilu 2024 ini adalah dengan mengadakan penyuluhan pajak melalui para influencer-influencer yang dinilai mampu memberikan pemahaman yang baik mengenai pajak.  

Jika para anak muda ini sudah memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang pentingnya pajak bagi pembangunan serta tidak menganggap bahwa pajak adalah sesuatu yang rumit dan merugikan, mereka pun akan melaksanakan kewajiban perpajakannya.  

Sesuai karakteristik Gen Z yang gemar berbagi di sosial media, maka mereka juga tidak segan membagikan pengalamannya atau pengetahuannya terkait pajak di sosial media miliknya, seperti instagram atau tiktok. Di sinilah letak kekuatan Gen Z, dimana mereka bisa meng-influence generasinya sendiri atau bahkan lintas generasi. 

Intinya, pemerintah tidak bisa berdiam diri dan berharap bahwa semua orang yang masuk dalam kategori wajib pajak akan sadar mengenai kewajiban perpajakannya. Pemerintah justru dituntut untuk mampu berinovasi khususnya terkait upaya-upaya sosialisasi, agar dapat mengikuti perkembangan zaman. 

Karena itu, keberadaan Gen Z yang menjadi bagian bonus demografi harusnya bukan menjadi ancaman melainkan anugrah bagi penerimaan pajak baik sekarang maupun nanti. (KEN) 



Disclaimer! Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.


Global Recognition
Global Recognition | Word Tax     Global Recognition | Word TP
Contact Us

Jakarta
MUC Building
Jl. TB Simatupang 15
Jakarta Selatan 12530

+6221-788-37-111 (Hunting)

+6221-788-37-666 (Fax)

Surabaya
Graha Pena 15th floor
Jl. Ahmad Yani 88
Surabaya 60231

 

Subscribe

For more updates and information, drop us an email or phone number.



© 2020. PT Multi Utama Consultindo. All Rights Reserved.