News

Waspada Utang Kian Menggunung

Friday, 25 June 2021

Waspada Utang Kian Menggunung

JAKARTA. Pandemi Covid-19 yang belum juga menunjukan tanda-tanda mereda, berdampak pada kinerja keuangan negara. Berdasarkan laporan APBN KiTa edisi Juni 2021, jumlah utang pemerintah Indonesia sudah mencapai Rp 6.418,15 triliun hingga akhir Mei 2021. Posisi utang ini setara 40,49 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Realisasi utang tersebut sebenarnya mengalami penurunan sebesar Rp 109,14 triliun, jika dibandingkan jumlah utang tersebut pada periode April 2021 yang mencapai Rp6.527,29 triliun atau 41,18 persen dari PDB. Namun bila dibandingkan  dengan bulan Mei tahun lalu, jumlah utang pemerintah mengalami kenaikan sebesar Rp 1.159,58 triliun dari Rp5.258,57 triliun atau 32,09 persen dari PDB.

Dikutip dari cnnindonesia.com, jika dirinci, utang pemerintah terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp5.580,02 triliun dan pinjaman Rp838,13 triliun. SBN terbagi lagi dalam SBN dalam negeri sebesar Rp4.353,56 triliun dan valuta asing (valas) Rp1.226,45 triliun.

Sementara pinjaman terbagi atas pinjaman dalam negeri mencapai Rp12,32 triliun dan luar negeri Rp825,81 triliun. Pinjaman luar negeri berasal dari bilateral Rp316,83 triliun, multilateral Rp465,52 triliun, dan commercial banks Rp43,46 triliun.

Menurut pemerintah, tumpukan utang tersebut ini disebabkan kondisi ekonomi Indonesia yang masih berada dalam fase pemulihan akibat perlambatan ekonomi yang terjadi di masa pandemi covid-19. Kebutuhan utang pun dipastikan akan terus meningkat dalam kondisi seperti sekarang ini. Untuk itu, pemerintah memastikan telah menyiapkan strategi untuk memitigasi volatilitas pasar keuangan serta mengelola risiko agar utang tetap terjaga dalam batas aman. Salah satunya risiko suku bunga mengambang (variable rate) dan suku bunga tetap (fixed rate) yang harus selalu dikelola dengan hati-hati.

Sementara itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai tren penambahan utang pemerintah sudah mencapai tahap yang mengkhawatirkan. "Ini memunculkan kekhawatiran terhadap penurunan kemampuan pemerintah untuk membayar utang dan bunga utang," jelas Ketua BPK Agung Firman dalam Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (22/6), seperti dikutip dari bisnis.com

Agung menuturkan, peningkatan defisit dan juga utang yang signifikan memang merupakan dampak pandemi Covid-19. Namun, pihaknya menekankan bahwa pemerintah tetap harus waspada. Dia menguraikan, indikator kerentanan utang pada 2020 telah melewati batas yang direkomendasikan IMF. Ratio debt relief Indonesia mencapai 46,77 persen, sedangkan rentang IMF sebesar 25-35 persen. Kemudian rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan yang mencapai 19,06 persen juga telah melampaui rekomendasi IDR sebesar 4,6-6,8 persen dan rekomendasi IMF sebesar 7-10 persen. 

Sementara rasio utang terhadap penerimaan sebesar 369 persen, atau telah melampaui rekomendasi IDR sebesar 92-167 persen dan rekomendasi IMF sebesar 90-150 persen. BPK juga mencatat indikator kesinambungan fiskal Tahun 2020 yang sebesar 4,27 persen juga sudah melewati batas yang direkomendasikan The International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI) 5411 - Debt Indicators yaitu di bawah 0 persen.

"Meskipun rasio defisit dan utang terhadap PDB masih di bawah rasio yang ditetapkan dalam Perpres 72 dan UU Keuangan Negara, tapi trennya menunjukkan adanya peningkatan yang perlu diwaspadai pemerintah," tegasnya. (KEN) 




Global Recognition
Global Recognition | Word Tax     Global Recognition | Word TP
Contact Us

Jakarta
MUC Building
Jl. TB Simatupang 15
Jakarta Selatan 12530

+6221-788-37-111 (Hunting)

+6221-788-37-666 (Fax)

Surabaya
Graha Pena 15th floor
Jl. Ahmad Yani 88
Surabaya 60231

 

Subscribe

For more updates and information, drop us an email or phone number.



© 2020. PT Multi Utama Consultindo. All Rights Reserved.