JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengaku sulit mengidentifikasi informasi yang diterima dari program pertukaran informasi keuangan otomatis antara negara atau yurisdiksi.
Mengutip Bisnis.com, sejak program yang bernama Automatic Exchange of Information (AEoI) ini bergulir pada tahun 2018 sudah ada data keuangan senilai EUR 246 miliar yang diterima DJP dari 1,6 juta financial account.
Namun, kebanyakan data tersebut sulit diverifikasi karena tidak dilengkapi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), alamat lengkap di Indonesia maupun di luar negeri, termasuk nama pemegang rekening.
Tidak Lengkap
Adapun data yang diterima hanya terkait informasi keuangan. Sementara informasi lain seperti data properti dan investasi belum termasuk di dalamnya.
Mengutip cnbcindonesia.com, AEoI diharapkan bisa menjadi alat untuk mengungkap penghindaran pajak melalui praktik profit shifting.
Sebab keberadaan AEoI dinilai bisa menyelesaikan asimetris informasi antara otoritas pajak dengan wajib pajak.
Baca Juga: DJP Tambah Yuridiksi Anggota dan Tujuan Pelaporan Dalam AEoI
Sebagai informasi, pelaksanaan pertukaran informasi keuangan secara otomatis mulai berlaku sejak pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017, yang kemudian disahkan menjadi Undang-undang Nomor 9 Tahun 2017.
Selain itu, pemerintah juga telah menerbitkan sejumlah aturan turunannya, berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 19/PMK.03/2018 yang merupakan perubahan atas PMK Nomor 73/PMK.03/2017 dan PMK Nomor 70/PMK.03/2017. (ASP)
