Tax Clinic
Perbedaan Perlakuan Pajak Atas Pendapatan Sewa dan Jasa Pengelolaan Gedung 

Muhammad Rizki Pratama, Tax Compliance Consultant | Thursday, 30 July 2020

Perbedaan Perlakuan Pajak Atas Pendapatan Sewa dan Jasa Pengelolaan Gedung 

Akibat pandemi Covid-19, banyak gedung perkantoran di kota-kota besar yang mendadak sepi dan beralih fungsi. Bahkan, sejumlah hotel terpaksa mengubah konsep, dari hunian mewah menjadi instalasi rawat inap pasien Covid-19. Ini terjadi pula di Indonesia, seiring dengan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang kerap berganti istilah dan terakhir menjadi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Fenomena ini tidak hanya berdampak terhadap pendapatan usaha terkait jasa pengelolaan gedung, tetapi juga berpengaruh terhadap beban pajak pengusaha terkait. 

Penulis tidak akan mengulas soal pandemi Covid-19, tetapi lebih mengingatkan kembali aspek perpajakan yang melekat pada bisnis jasa pengelolaan gedung. Terutama terkait perbedaan pengenaan pajak atas penghasilan yang diterima oleh perusahaan yang bergerak pada jasa pengelolaan gedung (building management). Basis legal yang dijadikan rujukan adalah UU No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh) dan peraturan pelaksananya (Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2017 dan SE -35/PJ/2010). 

Umumnya, perhitungan penghasilan yang dikenakan pajak didasarkan pada penghasilan bruto orang pribadi atau badan usaha, dikurangi biaya mendapatkan, menagih, atau memelihara. Biaya tersebut meliputi biaya untuk kegiatan usaha—baik secara langsung maupun tidak langsung—, iuran dana pensiun, penyusutan atau pengeluaran, dan kerugian akibat penjualan atau pengalihan harta. Dalam konteks jasa pengelolaan gedung, selama ini penghasilan yang diterima oleh perusahaan terkait adalah penghasilan atas sewa yang umumnya dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) oleh penerima jasa. 

Sebagi ilustrasi, PT ABC memberikan jasa building management kepada PT XYZ, yang merupakan pemilik Gedung 111 dan Gedung 222. Sebagai catatan, PT XYZ merupakan perusahaan real estate yang berfokus pada penjualan dan penyewaan tanah, apartemen, perkantoran, dan mall, yang tidak memiliki hubungan kepemilikan saham dengan PT ABC. 

Dalam perjanjian pemanfaatan jasa building management, PT ABC tidak mendapatkan fee atas jasa pengelolaan Gedung 111 dan Gedung 222. Justru PT ABC harus menanggung semua tagihan service charge, utilitas (listrik, air dan gas), serta jasa lainnya sehubungan dengan pengelolaan gedung, termasuk semua biaya yang timbul atas pengelolaan aset-aset properti PT XYZ. 

Sementara itu, untuk tagihan sewa gedung 111 dan 222 merupakan hak dari PT XYZ selaku pemilik aset, yang ditagihkan langsung oleh perusahaan pemilik aset kepada penyewa atau tenant. Adapun pembayaran tagihan sewa dibayarkan langsung oleh penyewa ke rekening bank atas nama PT XYZ. 

Khusus untuk Gedung 222, tidak seluruh penghuninya menyewa ke PT XYZ karena sebagian status unitnya merupakan hak milik atau strata title. Dalam kasus ini, tagihan sewa merupakan hak PT XYZ selaku pemilik gedung. Sedangkan untuk unit berstatus strata title tidak ada tagihan sewa, yang ada tagihan service charge dan utilitas (listrik, air dan gas), atau jasa lainnya menjadi hak PT ABC karena sehubungan dengan pengelolaan gedung. Dengan kata lain, pendapatan usaha PT ABC berasal dari tagihan service charge, utilitas, serta jasa pengelolaan gedung lain yang dibayarkan tenant.

Aspek perpajakan atas pengelolaan gedung muncul ketika PT ABC menerima pembayaran dari tenant atas tagihan service charge, utilitas dan jasa lainnya. Dalam hal ini, tenant akan memotong PPh Pasal 23 sebesar 2% dan bukti potong dibuatkan untuk dan atas nama PT ABC. Selanjutnya, pada akhir tahun buku PT ABC wajib melaporkan pajak tahunan atas laba/rugi yang diperoleh dari pendapatan usaha setelah diperhitungkan dengan biayanya dalam SPT Tahunan Badan. Apabila PT ABC membukukan laba maka yang bersangkutan wajib membayar PPh Pasal 29 setelah dikurangi kredit pajak PPh Pasal 23. 

Kesimpulannya, terdapat perbedaan perlakuan perpajakan atas penghasilan terkait bisnis pengelolaan dan penyewaan gedung. Untuk itu, pengguna gedung harus melakukan konfirmasi siapa pemilik dan pengelola gedung (bisa berbeda) guna menentukan perbedaan antara pembayaran tagihan yang dipotong PPh Pasal 4 ayat 2 atas sewa dengan PPh Pasal 23 yang dipotong atas jasa manajemen.

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi MUC Consulting melalui saluran telepon +6221-788-37-111 (hunting) atau email ke ask_muc@mucglobal.com.

UU No 36 Tahun 2008, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2017, dan SE -35/PJ/2010). 

Related


Global Recognition
Global Recognition | Word Tax     Global Recognition | Word TP
Contact Us

Jakarta
MUC Building
Jl. TB Simatupang 15
Jakarta Selatan 12530

+6221-788-37-111 (Hunting)

+6221-788-37-666 (Fax)

Surabaya
Graha Pena 15th floor
Jl. Ahmad Yani 88
Surabaya 60231

+6231-828-42-56 (Hunting)

+6231-828-38-84 (Fax)

Subscribe

For more updates and information, drop us an email or phone number.



© 2020. PT Multi Utama Consultindo. All Rights Reserved.