Hingga Agustus, Penerimaan Pajak Terkontraksi 15,6%
Wednesday, 23 September 2020
JAKARTA. Realisasi penerimaan pajak hingga akhir Agustus 2020 kembali mengalami kontraksi. Berdasarkan data yang dirilis Kementerian Keuangan, penerimaan pajak per 31 Agustus 2020 tercatat sebesar Rp 679,9 triliun, atau mengalami kontraksi sebesar 15,6% dibandingkan periode yang sama tahun 2019.
Kontraksi yang terjadi pada bulan Agustus ini merupakan yang terdalam selama rentang Januari-Agustus 2020. Hal ini dipicu oleh kinerja penerimaan berbagai jenis pajak yang tumbuh negatif, terutama yang memberi kontribusi terbesar seperti Pajak Penghasilan (PPh) Nonmigas dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang masing-masing tumbuh -15,2% dan -11,6%.
Begitupun PPh migas yang pada tahun lalu mampu mencatatkan pertumbuhan positif kali ini terkoreksi sebesar 45,2% atau hanya terkumpul sebesar Rp 67,8 triliun. Sementara realisasi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Pajak lainnya masing-masing tercatat Rp 9,7 triliun dan 4,0 triliun.
Tak Sesuai Ekspektasi
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pencapaian ini tidak sesuai ekspektasi pemerintah. Terutama kinerja PPh Nonmigas yang diperkirakan akan terdepresiasi tidak lebih dari 10%, realisasinya terkontraksi hingga 15,2%.
Menurutnya, merosotnya kinerja penerimaan pajak tidak lepas dari pelambatan ekonomi yang terjadi pada kuartal III ini. Selain itu, berbagai insentif pajak yang diberikan pemerintah kepada wajib pajak terdampak Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), turut menekan penerimaan.
Hal itu terlihat dari realisasi penerimaan PPh Badan yang tumbuh -27,52% dibandingkan periode yang sama tahun 2019. Sedangkan penerimaan PPh Orang Pribadi tercatat masih menunjukan pertumbuhan positif, meskipun lebih rendah dari pertumbuhan Agustus 2019.
Lemahnya kegiatan ekonomi terlihat dari realisasi penerimaan pajak dari berbagai sektor ekonomi yang juga terkoreksi. Koreksi paling tinggi terjadi pada penerimaan dari sektor pertambangan sebesar 35,7%, kemudian perdagangan -16,3%, manufaktur 16%, konstruksi dan real estate -15,1% dan transportasi pergudangan -10,4%.
Defisit Tembus 3% Terhadap PDB
Tekanan yang terjadi pada sisi penerimaan, telah berdampak terhadap postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) secara keseluruhan. Hal itu terlihat dari defisit APBN yang terjadi pada Agustus 2020, yang sudah menyentuh level 3,05%.
Jika dalam kondisi normal maka defisit diatas 3% menunjukan kondisi APBN yang berbahaya karena melebihi batas toleransi defisit yang diperbolehkan secara aturan. Namun, sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2020, yang juga menjadi dasar perubahan postur APBN 2020, pemerintah meningkatkan batas toleransi defisit menjadi 6,34%.
Adapun defisit yang terjadi pada Agustus ini terjadi karena di sisi penerimaan negara hanya mampu terkumpul sebesar Rp 1.034,1 triliun, atau 60,8% dari target penerimaan pada APBN 2020 Perubahan. Sementara itu di sisi belanja negara yang sudah terealisasi sebesar Rp 1.534,7 triliun. (asp)