Opinion
UMP Naik, Pengusaha Bisa Minta Penangguhan

Kiki Amaruly Utami | Monday, 18 December 2017

UMP Naik, Pengusaha Bisa Minta Penangguhan

Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) merupakan rutinitas yang selalu dinantikan pekerja/buruh dan pengusaha setiap akhir tahun. Selalu ada harapan dan kekhawatiran yang menyertainya. Pekerja tentu sangat berharap upahnya naik sesuai dengan inflasi dan Kebutuhan Hidup Layak (KHL), sedangkan pengusaha khawatir kenaikan UMP melampaui kemampuan finansial perusahaan. 

Karenanya, kebijakan pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) sangat diperlukan guna menengahi dan menjaga keharmonisan hubungan industrial kedua belah pihak. Untuk tahun depan (2018), kemenaker menetapkan kenaikan UMP sebesar 8,71%. Kebijakan itu mengacu pada asumsi inflasi nasional sebesar 3,72% dan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,99%, seperti yang tertera dalam Surat Edaran Kemenaker Nomor B.337/M.NAKER/PHIJSK-UPAH/X/2017 tentang Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tahun 2017. Kebijakan itu merupakan pelaksanaan dari Pasal 44 Ayat 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

Dengan demikian, terhitung tanggal 1 Januari 2018 pengusaha wajib menaikkan upah pekerjanya minimal sebesar persentase yang telah ditetapkan pemerintah. Kewajiban ini juga merujuk pada ketentuan Pasal 90 UU Ketenagakerjaan, di mana pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum. 

Bagaimana jika pengusaha tidak sanggup membayar upah pekerja seperti yang ditetapkan pemerintah? Solusi sementara bisa berpegang pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. KEP-231/MEN/2003 Tahun 2003 tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum. 

Prasyarat

Berdasarkan beleid tersebut, pengusaha dapat mengajukan penangguhan pelaksanaan upah minimum paling lambat 10 hari sebelum tanggal berlakunya upah minimum. Namun, ada tahapan dan serangkaian prasyarat yang harus dilakukan dan dipenuhi oleh pengusaha untuk bisa melakukan penangguhan. 

Pertama, membuat kesepakatan secara tertulis dengan pekerja atau serikat pekerja. Artinya upaya bipartit tetap harus dilakukan antara pengusaha dengan pekerja.

Kedua, mengajukan permohonan penangguhan upah minimum kepada Gubernur melalui instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan provinsi, dengan disertai dokumen-dokumen pendukung. 

Adapun bentuk penangguhan yang dapat diberikan oleh pemerintah adalah sebagai berikut: 

  • a. membayar upah minimum sesuai upah minimum yang lama; 
  • b. membayar upah minimum lebih tinggi dari upah minimum lama tetapi lebih rendah dari upah minimum baru; atau
  • c. menaikkan upah minimum secara bertahap.

Syarat dokumen pengajuan penangguhan:

  1. Naskah asli kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh atau pekerja/buruh perusahaan yang bersangkutan;
  2. Laporan keuangan perusahaan yang terdiri dari neraca, perhitungan rugi/laba beserta penjelasan-penjelasan untuk dua tahun terakhir yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik;
  3. Salinan akta pendirian perusahaan;
  4. Data upah menurut jabatan pekerja/buruh;
  5. Jumlah pekerja/buruh seluruhnya dan jumlah pekerja/buruh yang dimohonkan penangguhan pelaksanaan upah minimum; dan
  6. Perkembangan produksi dan pemasaran selama dua tahun terakhir, serta rencana produksi dan pemasaran untuk dua tahun yang akan datang.
Masa Penangguhan

Dinas ketenagakerjaan provinsi hanya dimungkinkan memberikan penangguhan kenaikan UMP bagi pengusaha paling lama 12 bulan. Perlu menjadi catatan bahwa penangguhan pembayaran upah minimum tidak serta-merta menghilangkan kewajiban pengusaha untuk membayar selisih upah minimum selama masa penangguhan kepada pekerja. Dengan kata lain, selisih upah minimum yang belum terbayar selama masa penangguhan menjadi utang pengusaha yang harus dibayarkan kepada pekerja. Mekanisme pembayaran kekurangan upah tersebut menjadi materi yang dicantumkan dalam kesepakatan antara pengusaha dan pekerjanya. 

Ada ancaman pidana yang perlu diperhatikan juga apabila pengusaha tidak melakukan kenaikan upah minimum dan tidak pula mengajukan upaya penangguhan, yaitu pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama empat tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp400 juta.  Karenanya, pengusaha harus cukup bijak menanggapi kenaikan upah dan pekerja pun dapat melakukan peningkatan produktivitasnya demi mencapai kenyamanan bersama. 

Kepentingan Bersama

Dalam konteks hubungan industrial, pekerja dan pengusaha sejatinya sama-sama punya kepentingan guna memastikan kelangsungan hidup dan kemajuan perusahaan. Bahkan, keduanya saling membutuhkan. Meskipun demikian, harus disadari pula bahwa masing-masing memiliki persepsi dan interpretasi yang kerap berbeda dan dapat memicu konflik, terutama dalam hal penetapan besaran UMP. 

Tidak ada yang salah jika pekerja menuntut upah tinggi, selama menyesuaikan dengan kontribusi terhadap pertumbuhan usaha dan memperhatikan kemampuan keuangan perusahaan. Pun demikian dengan pengusaha, dimungkinkan untuk melakukan penangguhan kenaikan upah selama memiliki alasan kuat dan mendapatkan restu dari mayoritas pekerja (serikat). 

Kuncinya adalah membuka ruang dialog yang hangat dan pemerintah harus hadir sebagai penengah yang merangkul keduanya. Intinya, jangan sampai konflik industrial menimbulkan kebangkrutan dan ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), yang ujung-ujungnya menyakitkan bagi pengusaha maupun pekerja. 




Disclaimer! Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.

Related


Global Recognition
Global Recognition | Word Tax     Global Recognition | Word TP
Contact Us

Jakarta
MUC Building
Jl. TB Simatupang 15
Jakarta Selatan 12530

+6221-788-37-111 (Hunting)

+6221-788-37-666 (Fax)

Surabaya
Graha Pena 15th floor
Jl. Ahmad Yani 88
Surabaya 60231

+6231-828-42-56 (Hunting)

+6231-828-38-84 (Fax)

Subscribe

For more updates and information, drop us an email or phone number.



© 2020. PT Multi Utama Consultindo. All Rights Reserved.