Pemberlakuan Pajak Digital Tambah Penerimaan PPN Rp 10, 4 triliun
Friday, 03 April 2020
JAKARTA. Pemberlakuan pajak atas Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 1 tahun 2020, bisa menambah penerimaa dari sisi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar Rp 10,4 triliun. Nilai itu mengacu pada hasil kajian pemerintah terkait perkiraan nilai transaksi elektronik di Indonesia.
Hasil kajian tersebut tertuang dalam naskah akademik Perppu nomor 1 Tahun 2020. Seperti diketahui, pemberlakuan pajak atas PMSE telah mengubah konsep pemajakan atas subjek pajak luar negeri yang menjalankan usahanya di Indonesia dengan menggunakan pendekatan significant economic present, berbeda dari pendekatan sebelumnya yang menggunakan konsep fisical present.
Sebagaimana dikutip dari kontan.co.id, dalam naskah akademik tersebut setidaknya ada tujuh aktivitas bisnis dalam PMSE, dengan nilai transaksi yang beragam.
Beberapa jenis transaksi tersebut diantaranya, transaksi atas sistem perangkat lunak dan aplikasi, transaksi game, vidio dan musik, transaksi penjualan film. Selain itu ada transaksi perangkat lunak khusus seperti mesin dan desain, transaksi perangkat lunak telepon seluler, hak siaran dan layanan tv berlangganan, serta transaksi yang terjadi di media sosial dan layanan over the top (OTT) dengan total nilai transaksi mencapai Rp 104,4 triliun. (lihat tabel)
No | Jenis Transaksi | Nilai Transaksi |
1 | Perangkat lunak dan aplikasi | Rp 14,06 triliun |
2 | Game, Vidio dan Music | Rp 880 miliar |
3 | Penjualan Film | Rp 7,65 triliun |
4 | Perangkat Lunak Khusus (Mesin dan Desain | Rp 1,77 triliun |
5 | Perangkat Lunak Smarthpone | Rp 44,7 triliun |
6 | Hak Siaran atau Layanan TV Berlangganan | Rp 16,49 triliun |
7 | Transaksi di Media Sosial dan OTT | Rp 17,07 triliun |
Baca Juga: Tantangan Perpajakan dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0
Nilai potensi ini masih bisa semakin besar apabila memperhitungkan Pajak Penghasilan (PPh) yang juga disasar dengan ketentuan pajak PMSE ini. Selama ini masih banyak perusahaan digital yang memang masih terhindar dari kewajiban membayar PPh.
Sengketa Pajak Internasional
Salah satu dampak yang kemungkinan muncul dari pemberlakuan pajak atas PMSE ini adalah kemungkinan meningkatnya sengketa pajak internasional. Terutama, dengan negara yang selama ini memiliki Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau tax treaty dengan Indonesia.
Menurut DJP, seperti yang dikutip dari bisnis.com, pihaknya sudah memperhitungkan dampak tersebut. Oleh karenanya, bila ada sengketa pajak internasional bisa dilakukan melalui mekanisme Mutual Agreement Procedure (MAP).
Sebetulnya, keputusan pemerintah Indonesia yang menerapkan pemajakan atas PMSE telah mendahului The Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD) dan G20 yang baru akan membuat konsensus akhir tahun 2020. Terkait hal ini, DJP memastikan jika dikemudian hari OECD dan G20 menyepakati konsep pemajakan digital yang berbeda, Indonesia akan mengikuti kesepakatan global tersebut. (ASP)