JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak menyebut realisasi penerimaan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) tercatat Rp 6,76 triliun.
Jumlah itu hanya naik 22,69% dibanding penerimaan PPN PMSE pada tahun 2022 yang sebesar Rp 5,51 triliun. Artinya, terjadi perlambatan, karena pertumbuhan penerimaan pajak pada tahun 2022 mampu mencapai 41,28% dibanding tahun 2021.
Apalagi, jika dibandingkan dengan penerimaan PPN PMSE pada tahun 2021 yang mampu tumbuh 433,52% terhadap realisasi PPN PMSE tahun 2020.
Dengan catatan, pemungutan PPN PMSE di tahun 2020 memang hanya digelar beberapa bulan saja, karena ketentuannya mulai berlaku di bulan Juli 2020.
Sementara jika diakumulasikan, sejak ketentuan pemungutan PPN PMSE berlaku total penerimaan yang terkumpul mencapai Rp 16,9 triliun. Dengan jumlah perusahaan yang ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE mencapai 163 perusahaan.
Dalam keterangan tertulisnya, DJP menyebut ketentuan pemungutan PPN PMSE sebelumnya diatur lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 60/PMK.03/2022.
Di dalam beleid itu, perusahaan digital yang ditunjuk harus memungut PPN PMSE sebesar 11% dari nilai transaksi. Selain itu, perusahaan yang memungut PPN PMSE juga wajib membuat bukti pungut PPN, berupa commercial invoice, order receipt atau dokumen sejenis.
Pemungutan PPN PMSE ini merupakan bentuk upaya otoritas pajak dalam menciptakan keadilan dan kesetaraan berusaha alias level playing field, antara pelaku usaha konvensional dan digital.
Karenanya, implementasi pemungutan PPN PMSE akan terus didorong di di kemudian hari. "Penunjukan pemungut PPN PMSE atau usaha digital ini merupakan suatu wujud kemampuan adopsi teknologi oleh pemerintah sebagai salah satu prasyarat menuju Indonesia Maju 2045," pungkas DJP. (ASP)