Beri Kepastian Hukum, Ketentuan Pajak Khusus Untuk KSO Dirilis
Asep Munazat
|
Wednesday, 13 November 2024
Pemerintah menerbitkan ketentuan pajak khusus untuk Kerja sama Operasi (KSO), yaitu badan yang berbentuk pengaturan bersama antaranggota KSO untuk mengendalikan hak atas aset dan kewajiban terhadap liabilitas.
Sebelumnya, ketentuan pajak mengenai KSO diatur dalam beberapa aturan yang berbeda seperti Undang-undang (UU) tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM) serta UU tentang Pajak Penghasilan (PPh).
Namun, untuk memberikan kepastian hukum, pemerintah merilis beleid khusus yang secara komprehensif aturan pajak KSO, meliputi ketentuan umum pajak, PPN dan PPnBM serta PPh. Ketentuan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 79 Tahun 2024 yang mulai berlaku sejak 18 Oktober 2024.
Ketentuan Pembuatan NPWP KSO
Dalam konteks ketentuan umum perpajakan, perlakuan pajak KSO sama dengan badan usaha lainnya. Karenanya, pemerintah membagi KSO ke dalam dua kategori. Pertama, KSO yang wajib memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Kedua, KSO yang tidak perlu memiliki NPWP.
• KSO Wajib ber-NPWP
Suatu KSO wajib memiliki NPWP jika memenuhi kriteria sebagai berikut :
- melakukan penyerahan barang dan/atau jasa,
- menerima atau memperoleh penghasilan dan/atau
- mengeluarkan biaya atau membayarkan penghasilan kepada pihak lain atas nama KSO.
Untuk mendapatkan NPWP, KSO dapat mendaftarkan diri pada kantor pelayanan pajak seusai tempat tinggal atau kedudukannya. Tempat kedudukan KSO merupakan tempat tinggal atau tempat kedudukan salah satu anggota KSO yang ditunjuk untuk mewakili KSO sesuai perjanjian atau surat penunjukan. Pendaftaran NPWP wajib dilakukan maksimal satu bulan setelah pendirian KSO atau sejak melakukan kegiatan usaha.
Bagi KSO yang telah memiliki NPWP dan melakukan penyerahan barang kena pajak (BKP) atau jasa kena pajak (JKP), wajib dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP). Dengan syarat, bila memiliki peredaran bruto di atas batasan pengusaha kecil dan/atau salah satu anggotanya telah dikukuhkan sebagai PKP.
• KSO Tidak Wajib ber-NPWP
KSO tidak wajib mendaftar untuk memperoleh NPWP, jika tidak melakukan kegiatan usaha atas nama KSO. Misalnya, KSO yang hanya dibentuk sebagai alat koordinasi saja. Sementara kegiatan usaha KSO dilakukan atas nama masing-masing anggota KSO sesuai porsinya.
Karenanya, kewajiban perpajakannya juga dilakukan oleh masing-masing anggota KSO tersebut. Sehingga KSO tersebut juga tidak wajib untuk dikukuhkan sebagai PKP.
Ketentuan PPN dan PPnBM KSO
Setiap penyerahan BKP dan/atau JKP dari anggota kepada KSO atau dari KSO kepada pelanggan dikenai PPN atau PPnBM. PPN tersebut akan terutang saat penyerahan BKP dan/atau JKP dilakukan.
• Dasar Pengenaan PPN
Untuk penyerahan BKP dan/atau JKP dari anggota kepada KSO, dasar pengenaan PPN-nya ditentukan menggunakan nilai lain, yaitu nilai kontribusi yang disepakati anggota. Sementara penyerahan BKP dan/atau JKP dari KSO kepada pelanggan, menggunakan dasar pengenaan PPN disesuaikan dengan ketentuan UU PPN.
• Pembuatan Faktur Pajak
Bagi anggota yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada KSO, wajib menerbitkan faktur pajak. Begitu juga dengan, KSO yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pelanggan, wajib menerbitkan faktur pajak.
Ketentuan PPh Bagi KSO
Penghasilan yang diterima KSO dari pelanggan dapat dikenai PPh baik secara final maupun tidak final sesuai dengan ketentuan perpajakan. PPh final ditentukan dengan mengalikan tarif PPh final terhadap dasar pengenaan PPh, sedangkan PPh tidak final dihitung menggunakan tarif PPh tidak final terhadap penghasilan kena pajak.
Besarnya penghasilan kena pajak atas penghasilan tidak final dihitung dengan mengurangkan jumlah penghasilan tidak final dengan biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara (3M) penghasilan tidak final.
• Biaya-biaya pengurang penghasilan tidak final
Biaya-biaya yang menjadi pengurang terdiri dari biaya yang dikeluarkan dan dibebankan sebagai biaya oleh KSO. Termasuk, biaya yang dikeluarkan sesuai kontribusi anggota, berdasarkan kesepakatan tiap anggota dan dirinci berdasarkan jenis barang/jasa yang diserahkan.
Selanjutnya, penghasilan kena pajak setelah dikurangi PPh dan PPh final merupakan sisa hasil usaha untuk dibagikan kepada anggota KSO.
• Sisa hasil usaha KSO
Sisa hasil usaha tersebut, jika diterima anggota KSO yang merupakan subjek pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap bukan objek pemotongan dan/atau pemungutan PPh.
Dengan catatan, bentuk usaha tetap yang menerima sisa hasil usaha, menginvestasikan kembali di Indonesia. Jika tidak, maka sisa hasil usaha tersebut merupakan objek PPh. Selanjutnya, sisa hasil usaha jika diterima oleh anggota KSO yang merupakan subjek pajak luar negeri, merupakan objek pemotongan dan/atau pemungutan PPh.
• KSO Mengalami Kerugian
Jika mengalami kerugian, KSO dapat mengompensasikan kerugiannya dan tidak dapat dikompensasikan dengan penghasilan anggora, termasuk kerugian saat KSO telah berakhir atau dibubarkan.
• Pemotongan dan Pemungutan PPh
Jika KSO menerima atau memperoleh penghasilan, melakukan pembelian atau impor atau melakukan ekspor yang merupakan objek pemotongan/pemungutan PPh, KSO wajib melakukan pemotongan, pemungutan atau pembayaran sendiri PPh sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.
Atas PPh yang dipotong, dipungut atau dibayar sendiri oleh KSPmerupakan kredit pajak bagi KSO. Dengan catatan bukan merupakan PPh final. Jika penghasilan yang diterima terkait jasa konstruksi, maka pemotongan atau penyetoran pajak dilakukan menggunakan tarif PPh tertinggi dari anggota.
Ketentuan Bagi KSO Exsisting
Bagi KSO yang telah dibentuk dan memiliki NPWP sebelum ketentuan ini berlaku, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, pastikan tempat terdaftarnya masih sama, jika sudah tidak sama maka wajib mengajukan permohonan pemindahan tempat KSO terdaftar. Namun, KSO ternyata tidak memenuhi kriteria memiliki NPWP, harus mengajukan penghapusan NPWP dan/atau pengukuhan PKP.
Kedua, bila KSO telah memenuhi kriteria sebagai PKP namun belum dikukuhkan sebagai PKP, wajib menyampaikan permohonan untuk dikukuhkan menjadi PKP. Ketiga, melakukan kewajiban perpajakan lainnya seperti pemungutan PPN atau PPN dan PPnBM setelah ketentuan berlaku. Keempat, memotong dan/atau memungut PPh. Kelima, menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan PPh sejak tahun 2025. (ASP/CHY)