Berlakunya formula penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 dengan mekanisme Tarif Efektif (TER), berdampak pada diubahnya ketentuan teknis atau petunjuk pelaksanaan pemotongan PPh terkait dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan wajib pajak orang pribadi.
Ketentuan mengenai penggunaan formula TER PPh Pasal 21, sebelumnya tertuang di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 68 Tahun 2023, yang berlaku mulai 1 Januari 2024. Di dalam aturan tersebut pemerintah, memberlakukan TER PPh Pasal 21 untuk penghasilan bulanan dan harian.
Sementara, perubahan petunjuk pelaksanaannya tertuang di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023 yang sekaligus mencabut sebagian beleid PMK Nomor 68/PMK.03/20010, 197/PMK.03/2013 dan 99/PMK.03/2018.
Secara umum mekanisme pemotongan PPh Pasal 21 yang diatur pada beleid PMK 168 Tahun 2023 meliputi tarif PPh untuk penghasilan yang diterima pegawai tetap, pensiunan, anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas penerima penghasilan tidak teratur, pegawai tidak tetap, bukan pegawai, peserta kegiatan, peserta program pensiun berstatus pegawai dan mantan pegawai.
Sekadar mengingatkan, metode penghitungan TER PPh 21 dibedakan menjadi TER Bulanan dan TER Harian. Untuk TER Bulanan dibedakan ke dalam tiga kategori, Kategori A, Kategori B dan Kategori C berdasarkan status Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), dengan rincian sebagai berikut:
Kategori |
PTKP |
TER Bulanan A |
TK/0 (Rp 54 juta) TK/1 dan K/0 (Rp 58,5 juta) |
TER Bulanan B |
TK/2 dan K/1 (Rp 63 juta) TK/3 dan K/2 (Rp 67,5 juta) |
TER Bulanan C |
K/3 (72 juta) |
Sementara untuk TER Harian dibedakan berdasarkan besaran penghasilan bruto yang diterima, sebagai berikut:
- Penghasilan Bruto ≤ Rp 450.000, TER PPh Pasal 21 0%
- Penghasilan > 450.000 – Rp 2.500.000, menggunakan TER PPh 0,5%
PPh Pasal 21 Pegawai Tetap
Pegawai tetap, merupakan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota pengawas. Serta pegawai yang bekerja secara berdasarkan kontrak untuk jangka waktu tertentu.
Adapun penghasilan pegawai tetap yang menjadi objek PPh Pasal 21 meliputi penghasilan yang diterima secara teratur maupun tidak teratur. Penghasilan teratur meliputi seluruh gaji, tunjangan, lembur dan penghasilan sejenisnya. Sedangkan penghasilan tidak teratur misalnya bonus, tunjangan hari raya, jasa produksi, tantiem, gratifikasi, premi dan penghasilan tidak teratur lainnya.
Kemudian, dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap meliputi penghasilan bruto setiap masa pajak atau penghasilan kena pajak. Sementara tarif yang digunakan untuk menghitung PPh Pasal 21 pegawai tetap yaitu:
- Tarif efektif bulanan untuk menghitung PPh Pasal 21 di setiap masa, kecuali masa pajak terakhir.
- Tarif Pasal 17 ayat (1) UU PPh untuk menghitung PPh pasal 21 pada masa pajak terakhir.
PPh Pasal 21 Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas
Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 untuk anggota dewan komisaris dan dewan pengawas adalah penghasilan tidak teratur secara bruto dalam satu masa pajak. Sementara tarif yang digunakan adalah tarif efektif bulanan.
PPh Pasal 21 Pegawai Tidak Tetap
Termasuk ke dalam pegawai tidak tetap yaitu tenaga kerja lepas yang hanya menerima penghasilan bila Ia bekerja, berdasarkan jumlah hari, unit hasil pekerjaan atau penyelesaian suatu pekerjaan yang diminta pemberi kerja.
Objek PPh Pasal 21 pegawai tidak tetap berupa upah harian, mingguan, satuan, Borongan dan upah yang diterima atau diperoleh secara bulanan. Adapun penghitungan PPh Pasal 21 terutang pegawai tidak tetap meliputi:
- Penghasilan harian hingga Rp 2.500.000: Tarif efektif harian X nilai bruto sesuai nilai bruto
- Penghasilan harian di atas Rp 2.500.000: 50% dari jumlah bruto X tarif Pasal 17 UU PPh.
- Penghasilan bulanan: tarif efektif bulanan X nilai bruto
PPh Pasal 21 Bukan Pegawai
Termasuk ke dalam kelompok bukan pegawai adalah seseorang selain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap yang memperoleh penghasilan dengan nama dan bentuk apa pun sebagai imbalan atas pekerjaan bebas atas jasa.
Penghasilan yang diterima bukan pegawai di antaranya honorarium, komisi, fee dan imbalan sejenis. Kemudian atas penghasilan-penghasilan tersebut akan terutang PPh Pasal 21, yang dihitung menggunakan formula: Tarif Pasal 17 UU PPh dikali Dasar Pengenaan Pajaknya (50% dari jumlah penghasilan bruto).
Ketentuan mengenai PPh Pasal 21 untuk bukan pegawai dalam beleid ini juga meniadakan konsep penghasilan berkesinambungan atau tidak. Sehingga, semua penghasilan yang diterima bukan pegawai diperlakukan sama.
PPh Pasal 21 Peserta Kegiatan
Peserta kegiatan adalah orang pribadi yang menerima atau memperoleh imbalan, karena menjadi peserta dalam suatu kegiatan dan bukan karena suatu pekerjaan. Misalnya, peserta perlombaan, rapat, konferensi, sidang, pertemuan, kunjungan kerja, seminar, lokakarya, pertunjukan, Pendidikan, pelatihan dan magang.
Penghasilan yang diterima peserta kegiatan meliputi uang saku, representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dan imbalan sejenisnya. Adapun penghitungan PPh Pasal 21 peserta kegiatan terutang dihitung menggunakan formula: Jumlah Penghasilan Bruto X Tarif Pasal 17 UU PPh.
PPh Pasal 21 Peserta Program Pensiun
Uang manfaat pensiun atau penghasilan sejenisnya yang diterima peserta program pensiun yang berstatus pegawai, merupakan objek PPh Pasal 21. Kecuali, iuran program pensiun dan hari tua yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan atau mendapat izin Otoritas Jasa Keuangan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja atau Badan Penyelenggara Tunjangan Hari Tua.
PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan yang diterima program pensiun dihitung dengan cara: Tarif Pasal 17 UU PPh X Penghasilan Bruto.
Mantan Pegawai
Termasuk kategori penghasilan yang diterima mantan pegawai diantaranya berupa imbalan atas jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus dan imbalan lain yang tidak teratur. Atas penghasilan tersebut terutang PPh Pasal 21 yang dihitung dengan cara: Tarif Pasal 17 UU PPh X Penghasilan Bruto.
PPh Pasal 21 Aparatur Negara
Atas penghasilan yang diterima oleh aparatur negara baik sipil maupun militer, meliputi pejabat negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Republik Indonesia (Polri), dan pensiunannya dipotong PPh Pasal 21.
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk aparatur negara menggunakan TER untuk setiap masa pajak, selain masa pajak terakhir. Karena untuk masa pajak terakhir menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh. (ASP)