Setahun Bergulir, Ketentuan Pajak Fintech dan Kripto Sumbang Rp 885 miliar
Wednesday, 30 August 2023
JAKARTA. Bergulir sejak setahun yang lalu, ketentuan pajak atas Penyelenggara Teknologi Finansial atau Financial Technology (Fintech) dan perdagangan aset kripto telah menyumbangkan penerimaan negara sebesar Rp 885,8 miliar.
Sebelumnya, pengenaan pajak fintech dan kripto tertuang di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69/PMK.03/2022 yang merupakan turunan dari Undang-undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Ketentuan tersebut mulai berlaku sejak 1 Mei 2022. Namun pemungutan pajaknya mulai dilakukan pada 1 Juni 2022. Ada dua jenis pajak yang dikenakan pertama Pajak Pertambahan Nilai (PPN) kemudian Pajak Penghasilan (PPh).
Baca Juga: Giliran Fintech & Pinjaman Online Jadi target Baru Pemajakan Pemerintah
Terkait transaksi fintech atau yang sering disebut pinjaman online, ada dua jenis PPh yang dikenakan yaitu PPh pasal 23 dan PPh pasal 26. PPh pasal 23 dikenakan atas bunga pinjaman yang diberikan kepada wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap.
Sedangkan PPh Pasal 26 dikenakan atas bunga pinjaman yang diterima Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) dan non-BUT sebesar 20% atau disesuaikan dengan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau tax treaty antar-negara.
Mengutip kontan.co.id, total penerimaan pajak fintech ini telah mencapai Rp 502, 4 miliar hingga akhir Juli 2023 yang terdiri dari PPh 23 sebesar Rp 367,95 miliar, serta PPh 26 sebesar Rp 134,42 miliar.
Sementara itu, pemerintah juga mengantongi pajak kripto dengan nilai Rp 383,42 miliar yang terdiri dari PPh 22 atas transaksi aset kripto melalui perdagangan melalui sistem elektronik dalam negeri (PPMSE DN) dan penyetoran sendiri senilai Rp 181,21 miliar dan PPN DN atas pemungutan oleh non bendaharawan sebesar Rp 202,21 miliar. (ASP)