Prosedur Pemeriksaan Bukper Pidana Pajak Digugat ke MK
Wednesday, 30 August 2023
JAKARTA. Prosedur pemeriksaan bukti permulaan pidana pajak yang diatur di dalam Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dinilai inkonstitusional.
Khususnya, ketentuan yang diatur di dalam melalui Pasal 2 angka 13, Pasal 43A ayat (1) dan ayat (4) beleid tersebut yang telah diubah dengan UU tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Karena itu, seorang Warga Negara Indonesia (WNI) bernama Surianingsih mengajukan gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) dengan nomor perkara 83/PUU-XXI/2023.
Dalam permohonan tersebut, proses bukti permulaan pidana pajak yang tidak dapat digugat praperadilan bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Padahal, seharusnya karena masih berada dalam tahap penyelidikan, proses bukti permulaan pidana pajak bisa digugat melalui proses praperadilan.
Hal itu sebagaimana bunyi Pasal 43A ayat (1) UU HPP yang menyatakan: Direktur Jenderal Pajak berdasarkan informasi, data, laporan, dan pengaduan berwenang melakukan pemeriksaan bukti permulaan sebelum dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
Bahkan, dalam Pasal 43A ayat (4) UU HPP, dalam proses bukti permulaan pidana pajak Direktorat Jenderal Pajak dapat melakukan upaya paksa seperti penyegelan atau penggeledahan yang dilakukan oleh penyidik.
Jadi, seluruh proses dalam pemeriksaan bukti permulaan pidana pajak bersifat memaksa terhadap pihak lain. Padahal, seharusnya kewenangan yang bersifat memaksa harusnya dilakukan dalam rangka penyidikan, bukan penyelidikan.
Sehingga, dalam petitumnya penggugat meminta majelis hakim MK menyatakan Pasal 2 angka 13 Pasal 43A ayat (1) UU HPP, pada frasa "pemeriksaan bukti permulaan sebelum penyidikan" bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Sepanjang, tidak dimaknai sebagai tidak dimaknai “pemeriksaan bukti permulaan yang merupakan bagian penyidikan”.
Petitum lainnya, penggugat meminta frasa “Tata cara pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan” dalam Pasal 2 Angka 13 Pasal 43A ayat (4) UU HPP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Sepanjang, tidak dimaknai “hanya berkenaan dengan hal-hal yang bersifat teknis-administratif dan bukan pembatasan dan/atau perluasan hak dan kewajiban warga negara”.
Atas gugatan uji materi ini, majelis hakim MK meminta pemohon untuk memperbaiki beberapa hal seperti identitas serta memperjelas untuk siapa gugatan tersebut diajukan, apakah terkait dengan petugas DJP atau berkaitan dengan pemohon sebagai wajib pajak umum. (ASP)