JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyebut berbagai perubahan kebijakan pajak yang diatur di dalam Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) telah memberi dampak pada penerimaan negara tahun 2022.
Setidaknya hingga akhir Agustus 2022, tambahan penerimaan negara yang disumbangkan dari beleid tersebut mencapai Rp 93,15 triliun.
Tambahan itu berasal dari lima kebijakan baru yang dilakukan pemerintah. Beberapa kebijakan itu di antaranya, pertama kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10% menjadi 11% yang berlaku mulai 1 April 2022.
Kedua, pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) sepanjang kurun waktu Januari-Juni 2022. Ketiga, pengenaan pajak terhadap industri Financial Technology (Fintech).
Baca Juga: Ketentuan PPN PMSE Disesuaikan Dengan UU HPP
Keempat, pemungutan PPN atas transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Terakhir, kebijakan pemerintah yang mengenakan pajak atas transaksi mata uang kripto atau cryptocurrency.
Kebijakan yang paling besar menyumbang tambahan penerimaan negara berasal dari PPS, yang berhasil menambah penerimaan dari pembayaran PPh final sebesar Rp 61 triliun.
Dalam paparan yang disampaikan Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo juga diketahui, kenaikan tarif PPN juga memberikan tambahan penerimaan yang cukup besar, yaitu Rp 28,38 triliun.
Baca Juga: Penyelenggara Kripto Wajib Gunakan e-SPT Versi Terbaru, Ini Ketentuannya
Kemudian, untuk tambahan yang berasal dari pengenaan pajak atas industri Financial Technology mencapai Rp 107,3 miliar yang terdiri dari pembayaran PPh Pasal 23 sebesar 74,44 miliar dan PPh Pasal 26 sebesar Rp 32,8 miliar.
Sementara penerimaan yang berasal dari pengenaan pajak atas transaksi mata uang kripto mencapai Rp 126,8 miliar yang terdiri dari penerimaan PPh Pasal 22 sebesar Rp 60,8 miliar dan PPN dalam negeri sebesar Rp 66 miliar.
Suryo mengatakan, dengan berbagai kebijakan itu telah pihaknya berhasil memperluas basis pajak Indonesia. (ASP)