Regulation Update

Aturan Teknis PPS Dirilis, Berikut Poin-poinnya

Thursday, 30 December 2021

Aturan Teknis PPS Dirilis, Berikut Poin-poinnya
Aturan Teknis Program Pengungkapan Sukarela Dirilis

Pemerintah telah merilis aturan teknis Program Pengungkapan Sukarela (PPS) melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 196/PMK.03/2021. Beleid ini memperjelas dan mempertegas ketentuan terkait PPS yang sebelumnya diatur di dalam Undang-undang (UU) Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

PPS atau Voluntary Disclosure Programe (VDP) merupakan  program lanjutan dari program pengampunan pajak atau tax amnesty yang bergulir pada tahun 2016-2017 yang akan berlangsung selama enam bulan, mulai 1 Januari 2022-30 Juni 2022. 

Seperti halnya program tax amnesty, PPS memberi kesempatan wajib pajak untuk mengungkapkan harta yang belum dilaporkan di dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan, tanpa khawatir dikenai denda atau sanksi dengan membayar Pajak Penghasilan (PPh) final.

Meski menjadi sekuel dari program pengampunan pajak, PPS tidak hanya berlaku bagi wajib pajak peserta tax amnesty. 

Sebab, pemerintah juga memberi kesempatan kepada wajib pajak orang pribadi (bukan wajib pajak badan) untuk turut serta dalam program tax amnesty jilid II ini.

Hanya saja, kebijakan yang diperuntukan wajib pajak alumni tax amnesty (kebijakan I) dan kebijakan untuk non peserta tax amnesty (kebijakan II) berbeda, misalnya mengenai besaran tarif PPh final yang harus dibayarkan dan kriteria wajib pajak yang boleh mengikutinya.

Uraian

Tarif PPh Final Kebijakan I

Tarif PPh Final Kebijakan II

Deklarasi Luar Negeri

11%

18%

Repatriasi dan Deklarasi Dalam Negeri

8%

14%

Repatriasi dan Deklarasi dalam negeri yang diinvestasikan dalam:

  • Surat Berharga Negara (SBN)
  • Renewable Energy
  • Hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA)

6%

12%

Kebijakan I

Wajib pajak peserta tax amnesty pada tahun 2016-2017 baik badan maupun orang pribadi, dapat mengungkapkan harta bersih perolehan 1 Januari 1985 - 31 Desember 2015 yang belum atau kurang diungkapkan di dalam Surat Pernyataan.

Pengungkapan itu dapat dilakukan, selama harta belum menjadi temuan Direktur Jenderal Pajak (DJP). Kemudian atas pengungkapan harta tersebut wajib pajak harus membayar PPh final dengan tarif yang telah ditetapkan, terhadap jumlah harta bersih, yaitu nilai harta dikurangi kewajiban. 

Kebijakan II

Wajib pajak orang pribadi, yang tidak sedang terjerat kasus pajak, dapat mengungkapkan harta bersih yang masih dimiliki, perolehan tahun 1 Januari 2016 - 31 Desember 2020 yng belum dilaporkan di dalam SPT Tahunan PPh.

Kasus pajak yang dimaksud adalah, berbagai proses hukum di bidang perpajakan seperti pemeriksaan, penyidikan, peradilan atau sedang menjalani hukuman pidana pajak.

Indikasinya adalah, apabila wajib pajak telah menerima surat pemberitahuan pemeriksaan, dikeluarkannya bukti permulaan, diserahkannya surat pemberitahuan dimulainya penyidikan kepada penuntut umum, dan apabila perkaranya sudah dilimpahkan ke pengadilan.

Untuk dapat mengikuti PPS kebijakan II, wajib pajak orang pribadi harus menyampaikan SPT Tahun Pajak 2020 dan  membayar PPh final yang besarannya ditetapkan pemerintah dari nilai bersih harta.

PPS juga mensyaratkan wajib pajak untuk mencabut segala macam permohonan upaya hukum yang diajukan, terkait kewajiban pajak tahun 2016, 2017, 2018, 2019 dan 2020, seperti: 

  1. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi)
  2. Pengurangan atau penghapusan sanksi administratif
  3. Pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar
  4. Pengurangan atau pembatalan surat tagihan pajak yang tidak benar
  5. Keberatan
  6. Pembetulan
  7. Banding
  8. Gugatan 
  9. Peninjauan Kembali

Selain terbebas dari sanksi, peserta PPS kebijakan II juga bisa tenang karena DJP tidak akan menerbitkan surat ketetapan pajak atas kewajibannya pada tahun 2016, 2017, 2018, 2019 dan 2020.

Kecuali, jika berdasarkan informasi dan data dari pihak lain, DJP mengetahui masih ada harta yang belum atau kurang diungkapkan di dalam PPS, wajib pajak harus membayar PPh final sebesar 30% dari nilai harta tersebut ditambah sanksi administrasi berupa bunga.

 Tata Cara Pengungkapan Harta

Pengungkapan harta dalam PPS dapat dilakukan dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) secara elektronik melalui laman Direktorat Jenderal Pajak (pajak.go.id).

Permohonan tersebut harus dilengkapi dengan beberapa dokumen pendukung seperti:

  • Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN)
  • Daftar rincian harta bersih yang dungkapkan
  • Daftar utang
  • Pernyataan pengalihan harta ke Indonesia (Repatriasi)
  • Pernyataan menginvestasikan harta bersih 
  • Pernyataan atau surat permohonan mencabut permohonan upaya hukum

SPPH dapat diajukan lebih dari satu kali apabila terdapat kesalahan, seperti penulisan, penghitungan atau penggunaan tarif PPh final, termasuk bila ingin menambahkan harta lain.  SPPH tambahan tersebut dapat disampaikan sepanjang masa berlaku program PPS. 

Kekurangan PPh final yang harus dibayar karena pengajuan SPPH tambahan tersebut harus dibayar sebelum SPPH disampaikan. Namun, bila menyebabkan lebih bayar, wajib pajak dapat mengajukan pengembalian PPh final  melalui mekanisme pemindahbukuan.

Selanjutnya, atas SPPH tambahan tersebut DJP akan menerbitkan surat keterangan secara elektronik maksimal 1 hari sejak SPPH tambahan diajukan. Surat keterangan tersebut bisa dibatalkan, apabila DJP menemukan ketidaksesuaian data terkait harta yang diungkapkan.

Sebelum benar-benar dibatalkan, DJP akan terlebih dahulu mengklarifikasi kepada wajib pajak, yang harus ditanggapi dalam 14 hari kerja sejak surat klarifikasi diterbitkan. 

Ketentuan Repatriasi dan Reinvestasi Harta

Seperti halnya program pengampunan pajak pada 2016-2017, selain bisa mendeklarasikan harta wajib pajak juga dapat memindahkan harta yang berada di luar negeri ke Indonesia atau repatriasi.  

Pengalihan harta tersebut dapat dilakukan maksimal pada 30 September 2022 melalui Bank persepsi yang ditunjuk pemerintah. Harta yang sudah dialihkan tersebut, tidak boleh keluar dari Indonesia selama 5 tahun. 

Tidak hanya dibawa masuk ke Indonesia, harta tersebut juga dapat diinvestasikan di instrumen yang sudah disiapkan pemerintah. Ada dua instrumen investasi yang bisa dipilih peserta PPS:

  1. Kegiatan usaha di sektor pengolahan Sumber Daya Alam atau energi terbarukan yang ada di Indonesia, atau
  2. Surat Berharga Negara (SBN)

Selama berada di Indonesia, wajib pajak dapat memindahkan harta dari satu instrumen ke instrumen lainnya, maksimal dua kali dengan jeda waktu selama tahun dan maksimal dilakukan satu kali dalam satu tahun kalender. Jeda waktu itu tidak akan diperhitungkan dalam holding period repatriasi. 

Wajib pajak yang gagal melakukan repatriasi hingga batas waktu yang ditetapkan, atau gagal melakukan investasi harus membayar PPh final tambahan.

Skema Investasi

Harta repatriasi yang diinvestasikan pada kegiatan usaha di sektor pengolahan Sumber Daya Alam atau energi terbarukan yang ada di Indonesia, bisa dilakukan melalui pendirian usaha baru atau penyertaan modal.

Sementara investasi dalam SBN dapat dilakukan melalui transaksi di pasar perdana atau melalui mekanisme private placement lewat Dealer Utama.

Laporan Realisasi Investasi

Seluruh harta yang dialihkan dan diinvestasikan di Indonesia harus dilaporkan kepada DJP setiap tahun, bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh. 

Tata Cara Pembayaran PPh Final

PPh final yang dibayarkan atas pengungkapan harta dalam PPS dapat dilakukan melalui bank persepsi, pos persepsi atau lembaga persepsi lain, menggunakan kode billing dengan kode akun pajak 411128 dan kode setoran pajak sebagai berikut:

  • PPh final atas pengungkapan harta bersih perolehan 1 Januari 1985 - 31 Desember 2015 (Kebijakan I): 427
  • PPh final atas pengungkapan harta bersih perolehan 1 Januari 2016 - 31 Desember 2020 (Kebijakan II): 428
  • PPh final atas harta yang kurang atau tidak diungkapkan dari temuan DJP (Kebijakan II): 319

Pembatalan PPS

Wajib pajak dapat mencabut SPPH yang sudah disampaikan atau batal mengikuti PPS, dengan cara mengisi kolom harta, utang dan harta bersih sebesar Rp 0, dan semua PPh final yang sudah dibayarkan akan dikembalikan melalui pemindahbukuan.

Pembatalan tersebut dapat dilakukan  dalam jangka waktu 1 Januari-30 Juni 2020.  Namun, sebelum benar-benar mundur dari program PPS, wajib pajak harus memastikan bahwa memang tidak ada harta yang masuk kriteria wajib diungkapkan. Sebab, setelah pencabutan tersebut wajib pajak tidak bisa lagi mengubah SPPH. (asp)




Global Recognition
Global Recognition | Word Tax     Global Recognition | Word TP
Contact Us

Jakarta
MUC Building
Jl. TB Simatupang 15
Jakarta Selatan 12530

+6221-788-37-111 (Hunting)

+6221-788-37-666 (Fax)

Surabaya
Graha Pena 15th floor
Jl. Ahmad Yani 88
Surabaya 60231

 

Subscribe

For more updates and information, drop us an email or phone number.



© 2020. PT Multi Utama Consultindo. All Rights Reserved.