JAKARTA. Perubahan Undang-undang (UU) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) melalui penerbitan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan, dinilai perlu mendapat penegasan agar lebih jelas.
Sehingga dalam praktiknya tidak menimbulkan kebingungan dari sisi wajib pajak maupun fiskus sebagai pelaksana teknis di lapangan.
Hal itu merupakan salah satu pandangan yang disampaikan oleh Partner MUC Consulting Karsino Miarso dalam webinar yang diselenggarakan oleh Kelompok Studi Administrasi Fiskal (KOSTAF) Universitas Indonesia (UI).
Baca Juga: Potensi Masalah di Balik Perluasan Objek PPN
Webinar yang mengupas apek PPN dalam UU HPP itu merupakan bagian dari rangkaian kegiatan tahunan KOSTAF FIA UI, Taxplore yang diselenggarakan pada Sabtu (4/12) secara virtual.
Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, MUC Consulting sebagai perusahaan yang berkomitmen pada pengembangan sumber daya manusia di bidang perpajakan, turut mendukung kegiatan Taxplore 2021.
Tingkatkan Basis Pajak
Turut hadir pula sebagai pembicara dalam webinar kali ini Kasubdit Peraturan PPN Industri DJP Josephine M. Wiwiek, serta Akademisi FIA UI Prof. Gunadi, Akademisi FIA UI.
Dalam paparannya, Wiwiek menjelaskan bahwa tujuan perubahan sejumlah ketentuan PPN di dalam UU HPP adalah untuk meningkatkan basis pemajakan di Indonesia.
Secara rinci Wiwiek juga mengatakan bahwa UU HPP merupakan bagian dari reformasi perpajakan di sisi regulasi, selain sebelumnya yang sudah berhasil disusun seperti Undang-undang Nomor 2 tahun 2020 tentang pengesahan Perppu nomor 1 tahun 2020 dan UU nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Baca Juga: Beli Sekarang, Tahun Depan PPN dan Harga-Harga Naik
Pengaburan Konsep PPN
Sementara Prof. Gunadi menilai perubahan terjadi pada UU HPP telah mengaburkan konsep PPN atas barang modal yang selama ini diadopsi Indonesia yang berbasiskan konsumsi menjadi gross product.
Lebih lanjut, Prof. Gunadi mengungkapkan di dalam PPN tipe gross product yang memiliki basis pajak paling besar, setiap barang modal merupakan objek pajak atau barang kena pajak.
Sementara di dalam PPN tipe konsumsi yang selama ini diadopsi Indonesia, yang akan dikenai PPn itu hanya pengeluaran atas konsumsi suatu barang. Sehingga barang modal itu bukan barang kena pajak, tetapi pajak masukannya dapat dikreditkan dalam masa pajak yang sama dengan penyerahan barang.
Selain kedua tipe itu, dikenal juga PPN income type yang juga menganggap barang modal bukanlah barang kena pajak.
Baca Juga: UU HPP Ubah Sederet Aturan di UU PPN dan PPnBM, Simak Rinciannya
Minimalisir Grey Area
Terhadap berbagai masukan tersebut, otoritas pajak memastikan akan menyiapkan semua regulasi teknis yang bisa meminimalisir dispute dan mengurangi area abu-abu alias grey area.
Sehingga dalam implementasinya bisa mengurangi jperbedaan penafsiran yang terjadi tidak hanya antara Fiskus dengan wajib pajak, tetapi juga ada timbul permaan persepsi sesama petugas pajak. Dengan demikian, upaya akan timbul keseragaman dan kepastian hukum dalam penegakan aturan di bidang pajak. (asp)